KOMPAS.com - Perang Puputan Jagaraga yang juga disebut Perang Bali II ini terjadi pada 1848 hingga 1849. Perang ini dilakukan oleh Patih Jelantik bersama dengan rakyat Buleleng, Bali.
Puputan Jagaraga disebabkan oleh ketidaktaatan Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem dan Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik pada perjanjian damai kekalahan perang Buleleng pada 1846.
Mengutip dari situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, perjanjian tersebut ditandatangani oleh Raja Buleleng serta Raja Karangasem yang membantu Perang Buleleng. Berikut merupakan isi perjanjian damai tersebut:
- Kedua kerajaan harus mengakui Raja Belanda sebagai tuannya serta berada di bawah kekuasaan Gubernemen.
- Tidak diperbolehkan membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lainnya.
- Penghapusan peraturan Tawan Karang. Tawan Karang adalah hak raja-raja Bali untuk merampas kapal yang karam di perairannya.
- Harus membayar biaya perang sebesar 300 ribu Gulden. Raja Buleleng harus membayar 2/3 dari biaya perang. Sedangkan Raja Karangasem membayar 1/3 biaya yang harus dilunasi dalam jangka waktu 10 tahun.
Baca juga: Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali Mengusir Belanda
Setelah Perang Buleleng berakhir, I Gusti Ngurah Made Karangasem, I Gusti Ketut Jelantik bersama pasukannya memindahkan Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga karena:
- Letaknya yang berada di bukit dan banyak jurang, memudahkan mereka untuk melakukan serangan mendadak.
- Hanya ada satu jalan penghubung, yakni melalui Desa Sangsit. Hal ini memudahkan mereka untuk mengintai musuh yang hendak menyerang.
- Jarak antara Jagaraga serta Pabean tergolong pendek sehingga mereka mudah mengawasi gerak gerik pasukan Belanda.
- Istri dari I Gusti Ketut Jelantik berasal dari Desa Jagaraga.
Selama di Jagaraga, I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng dengan dibantu oleh Jro Jempiring telah menyusun strategi perang, yakni:
- Membangun berbagai benteng pertahanan di Desa Jagaraga.
- Melatih seluruh prajurit Buleleng dan Jagaraga.
- Membangkitkan semangat warga Jagaraga untuk berperang serta menggunakan rumah mereka sebagai lokasi penyimpangan logistik perang.
- Meminta dukungan kepada raja-raja di Bali dalam hal persenjataan.
- Penggunaan strategi perang Supit Surang atau Makara Wyuhana.
- Adanya Pura Dalem Segara Madu Jagaraga yang terletak di belakang tembok benteng.
Beberapa kali, I Gusti Ketut Jelantik merampok kapal milik Belanda di Pelabuhan Pabean serta memboikot bahan makanan para serdadu Belanda.
Pada 8 Juni 1848, Belanda menyerang Pelabuhan Sangsit menggunakan 22 kapal perang dengan meriam. Aksi ini turut diikuti dengan aksi serangan balik dari I Gusti Ketut Jelantik beserta pasukannya.
Tewasnya 250 serdadu Belanda menandai kekalahan mereka pada Perang Jagaraga pertama. Semangat patriotisme yang tinggi dari pasukan Jagaraga serta ketidaktahuan tentang medan perang menjadi faktor penyebab utama kekalahan Belanda.
Baca juga: Belanda Serahkan Tombak dan Keris Pusaka Jaman Perang Puputan Klungkung
Pada April 1849, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia menyusun strategi dan melakukan persiapan untuk perang kedua di Jagaraga.
Strategi yang dilakukan oleh Belanda diantaranya mencari informasi dari orang pesisir tentang sistem dan strategi perang yang digunakan I Gusti Ketut Jelantik. Selain itu, pihak Belanda juga mencari petunjuk jalan yang dapat digunakan sebagai area penyerangan Jagaraga.
14 April 1849, Belanda mendarat di Pelabuhan Pabean dan Sangsit. Mereka bersiap untuk melakukan aksi serangan di Jagaraga.
Saat itu, I Gusti Ketut Jelantik berupaya untuk mengajak Belanda berdamai sebagai bentuk strategi mengulur waktu agar bisa meminta bantuan dari para raja Bali lainnya.
Usulan perdamaian ini ditolak oleh Belanda. Saat akan kembali ke Desa Jagaraga, ternyata benteng pertahanan milik Jagaraga telah diserang habis-habisan oleh Belanda.
Setelah melihat hal ini, I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng hendak pergi ke Karangasem untuk meminta bantuan Raja Karangasem.
Namun, saat di tengah perjalanan, tiba-tiba pihak Belanda menyerang I Gusti Ketut Jelantik serta I Gusti Ngurah Made Karangasem yang menyebabkan mereka gugur dalam pertempuran.
Sedangkan di Jagaraga, Jro Jempiring yang dibantu oleh Pan Kelab selaku pimpinan prajurit Jembrana, Gusti Nyoman Munggu selaku pimpinan prajut Mengwi, serta Cokorda Rai Puri Satria selaku pimpinan prajurit gabungan Gianyar dan Klungkung telah menyerukan perang puputan dengan menghunus dua keris.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.