KOMPAS.com - John Fendall menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terakhir saat Inggris menduduki Hindia Belanda. Kekuasaan Inggris diambil alih oleh Belanda, yang kembali menduduki Hindia Belanda dari 1816 hingga 1949.
Siapa sajakah Gubernur Jenderal Hindia Belanda mulai dari 1816 hingga 1875? Berikut penjelasannya yang dilansir dari situs Dinas Pariwisata Jakarta dan Encyclopedia DKI Jakarta:
Gubenur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen (1816-1826)
Selama masa kepemimpinannya, Capellen berjuang menghadapi serangan Raffles yang saat itu menjabat sebagai Komisaris Jenderal Bengkulu. Saat itu, Raffles mencoba mengambil alih kekuasaan di Sumatera dan Kalimantan.
Ia juga pernah membuat kebijakan pengurangan monopoli rempah-rempah serta menghentikan pembayaran sewa tanah. Namun, penghentian pembayaran ini menimbulkan protes dari kalangan ningrat pemilih tanah, hingga akhirnya Perang Diponegoro terjadi.
Gubernur Jenderal Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies (1826-1830)
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (1830-1833)
Saat 1827, ia dikirim kembali ke Batavia untuk menjabat sebagai jenderal komisaris. Kemudian pada 1830, ia diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan ia pensiun secara sukarela pada 1839.
Gubernur Jenderal Jean Chretien Baud (1833-1836)
Seusai menjabat sebagai gubernur jenderal, ia diangkat menjadi Menteri Angkatan Laut dan Menteri Jajahan. Selama masa kepemimpinannya, ia sangat kuat dalam membela sistem tanam paksa yang menyengsarakan rakyat Indonesia.
Gubernur Jenderal Dominique Jacques de Eerens (1836-1840)
Selama masa kepemimpinannya, ia berhasil menuntaskan Perang Padri. Selain itu, ia juga mewajibkan pegawainya untuk menggunakan Bahasa Melayu.
Gubernur Jenderal Carel Sirardus Willem van Hogendorp (1840-1841)
Gubernur Jenderal Pieter Merkus (1841-1844)
Ia mencoba memperbaiki kondisi hidup rakyat di sana dan mendukung perdagangan bebas rempah-rempah. Ia juga melawan bajak laut dan pada tahun 1828 memerintahkan ekspedisi ke Papua Niugini.
Di tahun 1826 ia menjadi Presiden Mahkamah Agung HIndia Belanda. Ia baru diangkat menjadi Gubernur Jenderal ke-47 pada 1840. Ia dimakamkan di Peneleh.
Gubernur Jenderal Jan Cornelis Reijnst (1844-1845)
Jan Cornelis Reijnst menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda menggantikan Pieter Merkus meninggal secara tiba-tiba. Ia dilahirkan di Larenstein pada 1798.
Di masa pemerintahannya, ia melarang penukaran uang kertas terhadap perak demi mencegah krisis di Java Bank. Ia juga melakukan intervensi militer di wilayah kekuasaan pribumi untuk mencegah aktivitas Inggris di Pulau Kalimantan bagian utara. Padahal, Pemerintah Hindia Belanda tak boleh ikut campur di wilayah kekuasaan lokal.
Setelah menjadi warga sipil pada 1850, Reijnst mendirikan panti asuhan di Surabaya. Ia meninggal di Den Haag pada 1781.
Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen (1845-1851)
Pada 28 September 1849, ia datang ke Pengaron (wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan Tambang Batu Bara Oranje Nassau ‘Bentang Emas’, yang merupakan tambang batu bara pertama di Hindia Belanda.
Gubernur Jenderal Albertus Jacobus Duymaer van Twist (1851-1856)
Ketika menjabat ia mendalami dampak sistem tanam paksa dan akhirnya mendukung penghapusannya.
Ia juga menerima keluhan dari Multatuli atau Eduard Douwes Dekker soal Bupati Lebak yang semena-mena. Namun Duymaer menghiraukan keluhan itu hingga akhir masa jabatannya.
Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud (1856-1861)
Gubernur Jenderal Ary Prins (1861-1861) dan (1866-1866)
Ary Prins turut serta dalam upaya meredamkan pemberontakan di Kalimantan Barat yang terjadi sekitar tahun 1850 hingga 1854.
Gubernur Jenderal Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele (1861-1866)
Gubernur Jenderal Pieter Mijer (1866-1872)
Pieter Mijer merintis pembangunan rumah dinas gubernur jenderal yang kelak menjadi pusat kekuasaan kolonial Belanda.
Gubernur Jenderal James Loudon (1872-1875)