KOMPAS.com - Pakaian Biliu dan Makuta merupakan pakaian adat tradisional dari Provinsi Gorontalo.
Pakaian adat Biliu dikenakan oleh perempuan, sedangkan Makuta kenakan oleh laki-laki.
Pakaian adat tersebut adalah pakaian pengantin Gorontalo yang memiliki ciri khas dan keunikan. Umumnya pakaian adat tersebut dipakai untuk pernikahan.
Dikutip dari buku Storypedia: Nusantara (2013), pakaian yang biasa dikenakan oleh penganti perempuan disebut Biliu. Pakaian Biliu terdiri dari hiasan kepala, baju kurung, kalung bersusun, sarung dan ikat pinggang.
Biasanya rambut perempuan disanggul dengan bentuk sederhana dan dihiasi kembang emas.
Sementara pakaian pengantin laki-laki disebut Makuta atau Pulawala. Pada pakaian laki-laki tertutup yang dipadukan dengan celana panjang.
Di mana dilengkapi penutup kepala dan kain sarung yang dililitkan di pinggang. Kemudian senjata tradisional wamilo yang diselipkan di lilitan sarung.
Baca juga: Laku Tepu, Pakaian Adat Sulawesi Utara
Sejarah pakaian adat
Pakaian Biliu sudah ada di daerah Gorontalo sejak lama.
Biliu adalah pakaian yang dikenakan oleh pengantin perempuan yang terdiri atas blus dan rok panjang yang memperlihatkan ayuwa (sikap) dan popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaan didalam lingkungan keluarga.
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pada awal abad ke-21 daerah Gorontalo diperintah oleh seorang Sultan yang bernama Amay.
Saat itulah juga masuknya agama Islam ke Gorontalo yang sebelumnya telah memperoleh ijin dan restu dari Sultan Amay untuk penyebarannya.
Maka mulai dari abad ke-21 hingga sekarang seluruh penduduk asli Gorontalo (Uduluwu Limo Lo Pohalaa) menganut ajaran agama Islam.
Pada 1630, menikahlah Sultan Amay dengan seorang puteri bernama Awutango dari kerajaan Palasa.
Pesta pernikahan dilaksanakan dengan adat yang bersendikan syaraa, syaraa bersendikan kitabullah (Al Quran).
Baca juga: Masjid Menara Kudus, Bentuk Akulturasi Budaya
Pada saat peminangan yang dilaksanakan dengan adat Gorontalo dan telah ditetapkan pakaian yang akan dipakai waktu bersanding (Mopipide) adalah Paluwala untuk Sultan Amay dan Biliu untuk sang puteri.
Biliu merupakan pakaian adat kebesaran yang dipakai oleh ratu atau permaisuri Raja. Biliu berasal dari kata "Biluwato" yang artinya diangkat atau dinobatkan
Keunikan pakaian adat
Pada pakaian adat tersebut dilengkapi dengan manik-manik dan payet serta sulaman.
Umumnya pakaian adat Gorontalo terdiri atas tiga warna yaitu warna ungu, warna kuning keemasan, dan warna hijau.
Dalam upacara pernikahan adat Gorontalo, masyarakat menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu.
Di mana masing-masing warna tersebut memiliki arti atau makna yang berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
Baca juga: Nilai-Nilai pada Tradisi Sekaten
Warna merah dalam pakaian adat Gorontalo memiliki makna keberanian dan tanggung jawa, warna hijau sebagai lambang kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan.
Warna kuning emas untuk melambangkan kemuliaan, kesetiaan, kebesaran, dan kejujuran. Sementara warna ungu digunakan sebagai simbol keanggunanan dan kewibawaan.
Masyarakat menghindari pengunaan pakaian warna coklat yang menyerupai unsur tanah.
Masyarakat lebih memilih warna hitam yang dianggap sebagai simbol keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jika ingin menggunakan pakaian berwarna gelap.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.