Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dwifungsi ABRI: Sejarah dan Penghapusan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Prajurit TNI AL mengikuti Apel Gelar Pasukan Kesiapsiagaan TNI Angkatan Laut Tahun 2020 di dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (23/11/2020). Apel pasukan tersebut digelar untuk memeriksa kesiapansiagaan prajurit maupun alutsista TNI Angkatan Laut guna menyambut tugas-tugas ke depan.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan perangkat negara yang memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas negara dari serangan dalam maupun dari luar negeri. Pada masa awal orde baru, ABRI terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian.

Sejak Oktober 1971 unsur angkatan perang pada ABRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia yang sampai sekarang masih digunakan.

Rikan dalam jurnal Konsep Dwifungsi ABRI dan Peranannya Di Masa Pemerintahan Orde Baru Tahun 1965-1998 menyebutkan, bahwa awal mula muncul konsep dwifungsi ABRI dicetuskan oleh Abdul Haris Nasution pada tanggal 12 November 1958 pada hari peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN).

Baca juga: TNI, Sejarah dan Fungsinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini dilatarbelakangi oleh rasa nasionalisme yang tinggi pada perwira anggota ABRI sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam politik dengan tujuan untuk menyelamatkan bangsa.

Dwifungsi ABRI dilandaskan oleh ketetapan MPRS No. II Tahun 1969 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Seperti namanya dwifungsi atau yang berarti dua fungsi, ABRI memiliki dua fungsi yang berbeda.

Dwifungsi ABRI adalah fungsi tempur dan fungsi pembina wilayah atau pembina masyarakat. Atau sederhananya dapat disebut sebagai kekuatan militer negara dan pengatur pemerintahan negara. Sehingga anggota ABRI mendapatkan kursi di MPR dan DPR tanpa perlu mengikuti pemilu. 

Baca juga: Makna Kebangkitan Nasional bagi Kehidupan Saat Ini

Dampak dari adanya dwifungsi ABRI ini adalah berkurangnya jatah warga sipil di bidang pemerintahan karena banyaknya anggota ABRI yang mendominasi pemerintahan. Hal ini juga menjadikan tidak transparannya sistem pemerintahan di Indonesia pada masa itu.

Puncak dari masa kejayaan dwifungsi ABRI terjadi pada tahun 1990-an, di mana pada saat itu anggota ABRI memegang peranan kunci di sektor pemerintahan, mulai dari bupati, wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, peradilan, hingga menteri di kabinet Soeharto.

ABRI yang turut memegang kekuasaan negara membuat demokrasi terkikis. Namun dalam kekuasaan yang dipegang militer ini kerap terjadi pelanggaran HAM serhingga sering terjadi kerusuhan.

Militer yang memegang senjata dianggap terlalu keras saat mencampuri urusan sipil negara. 

Dwifungsi ABRI perlahan mulai dihapuskan seiring dengan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto.

Baca juga: Apa Arti Dwifungsi ABRI?

 

Penghapusan dwifungsi ABRI terjadi pada masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dengan cara mereformasi TNI.

Hingga pada rapat pimpinan ABRI di tahun 2000, para pemimpin sepakat untuk menghapus dwifungsi ABRI yang perlahan mulai diberlakukan pada Pemilu 2004 dengan harapan semuanya sudah selesai pada Pemilu 2009.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi