Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Keindahan dalam Seni, Subyektif dan Obyektif

Baca di App
Lihat Foto
https://www.mauritshuis.nl/
Pameran bau bertajuk Fleeting - Scents in Colour yang akan diadakan di Museum Mauritshuis di Belanda hingga 29 Agustus 2021 (https://www.mauritshuis.nl/).
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Seni merupakan ekspresi diri seniman yang di dalamnya terdapat perasaan, emosi, intuisi, imajinasi, bahkan pesan yang tersirat maupun tersurat.

Seni lukis, seni tari, seni musik, seni drama, semuanya memperhatikan aspek estetika atau keindahan.

Dilansir dari Philosophy Now, keindahan dalam seni adalah ukuran keberhasilan komunikasi antara pesan yang ingin disampaikan seniman dan yang dilihat oleh pengamat.

Seni yang indah dapat menangkap emosi yang paling diinginkan oleh senimah kepada pengamatnya. Ada dua teori tentang keindahan yaitu teori keindahan obyektif dan teori keindahan subyektif. Berikut penjelasannya:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori keindahan seni dengan pandangan obyektif menitikberatkan keindahan dari bentuk seni itu sendiri. Teori ini digagas oleh Plato dan juga Arsitoteles. Plato beranggapan bahwa keindahan seni adalah obyektif dan bukan pengalaman dari pengamat.

Baca juga: Empat Cabang Seni Budaya

Dilansir dari Lumen Learning, Aristoteles beranggapan bahwa keindahan seni terletak pada ciri-ciri benda seni seperti kesimetrisan, keteraturan, keseimbangan, dan proporsinya.

Baik Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa keindahan benda seni terkandung pada benda itu sendiri, dan bukan dari pikiran orang yang melihatnya.

Maka teori obtektif beranggapan bahwa keindahan datanng dari bentuk karya seni saja, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan pengamat yang melihatnya.

Teori keindahan subyektif adalah kebalikan dari teori keindahan obyektif. Pandangan keindahan karya seni secara subyektif didukung oleh David Hume dan Immanuel Kant.

Menurut David Hume, keindahan seni tidak terdapat pada benda melainkan pada perasaan dan emosi yang didapat saat pengamat melihat karya seni tersebut.

Dilansir dari Lumen Learning, Immanuel Kant beranggapan bahwa proses penilaian keindahan seni berasal dari perasaan, kognisi, dan logika orang yang melihat karya seni tersebut dan bukan dari fitur-fitur yang dinilai indah secara obyektif.

Teori keindahan subyektif menitikberatkan keindahan seni pada orang yang melihatnya bukan pada bentuk yang dimiliki karya seni tersebut.

Baca juga: Aliran Seni Lukis dan Tokohnya

Saat melihat karya seni, orang akan beranggapan bagus, indah, sedih, senang, menakutkan, dan emosi lainnya yang berbeda-beda sesuai dengan siapakah yang mengamatinya.

Selain bersifat subyektif (tergantung pada pengamat), teori subyektivitas juga berkendala pada selera dan juga dimensi waktu.

Setiap orang memiliki selera yang berbeda, apa yang dilihat bagus oleh satu orang belum tentu dilihat bagus oleh orang lainnya.

Terlebih selera manusia berkembang mengikuti zaman, maka waktu juga menentukan keindahan suatu karya. Sehingga penilaian subyektif harus dilakukan oleh pengamat seni yang profesional.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi