KOMPAS.com - Tanda penyingkat (‘) sering juga disebut tanda apostrof. Dalam penulisan bahasa Indonesia, tanda baca ini sering digunakan. Namun, masih ada beberapa penggunaannya yang tidak sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Dalam buku Ejaan Yang Disempurnakan: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2016) yang ditulis oleh Tim Litbang Kebahasaan Genesis, tanda penyingkat (apostrof) hanya memiliki satu fungsi atau kegunaan saja. Sesuai namanya, tanda baca ini digunakan untuk menyingkat kata dalam konteks tertentu.
Artinya tanda apostrof digunakan untuk menunjukkan adanya bagian kata atau bagian angka yang hilang dalam suatu kalimat. Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), tidak ada kata baku dalam bahasa Indonesia yang ditulis menggunakan tanda apostrof.
Tanda apostrof sering disalahgunakan. Contohnya dalam kata do’a. Seharusnya kata tersebut tetap ditulis doa. Sama halnya seperti kata Jum’at, yang harusnya juga tetap ditulis Jumat, karena merupakan kata dalam bahasa Indonesia.
Baca juga: Apa itu Tanda Kurung Siku?
Maka bisa disimpulkan jika tanda penyingkat atau apostrof hanya digunakan untuk bagian kata atau bagian angka yang dihilangkan dalam kalimat konteks tertentu.
Agar lebih mudah memahaminya, mari simak contoh di bawah ini:
- Andi ‘kan kusurati secara langsung.
Konteks kata ‘kan berarti akan. - Kamu sudah mengerjakan tugasnya, ‘kan?
Konteks kata ‘kan berarti bukan. - Dia lahir pada ’98.
Konteks angka 98 yang diberi tanda apostrof artinya menghilangkan bagian angka 19 yang harusnya terletak di depan angka 98. Konteks ‘98’ berarti 1998. - Aku ‘lah tahu semuanya.
Konteks kata ‘lah berarti telah. - Ia akan kembali ke Indonesia pada 14-08-‘21
Konteks angka tersebut artinya 14-8-2021.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.