KOMPAS.com – DKI Jakarta merupakan daerah khusus yang menjadi ibukota Republik Indonesia. Jakarta terletak di Pulau Jawa, tepatnya pantai barat laut sehingga Jakarta berbatasan langsung dengan lautan.
Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan pusat pemerintahan juga tempat berdirinya banyak perusahaan yang menggerakkan roda ekonomi negara.
Jakarta memiliki potensi tergenang oleh air baik air laut atau banjir dikarenakan penurunan muka tanah dan juga kenaikan permukaan air laut secara global.
Terdapat rumor yang mengatakan bahwa Jakarta akan tenggelam dalam kurun waktu satu dekade. Benarkah Jakarta akan tenggelam?
Penurunan tanah
Jakarta merupakan salah satu kota terpadat. Menurut hasil sensus penduduk 2020 Provinsi DKI Jakarta dari Berita Resmi Statistik No.4/01/31/Th.XXII yang dikeluarkan 22 Januari 2021, jumlah penduduk Jakarta pada September 2020 adalah 10,56 juta jiwa di atas tanah seluas 661 kilometer persegi.
Baca juga: Apa itu Fenomena Aphelion?
Jumlah tersebut terus naik selama bertahun-tahun. Semakin banyak penduduk, maka semakin banyak air bersih yang dibutuhkan. Membuat ekstraksi air tanah dilakukan secara besar-besaran dan mengosongkan akuifer di bawah tanah.
Kosongnya akuifer ditambah dengan beban yang ditahan permukaan tanah, dapat menyebabkan penurunan tanah. Penurunan muka tanah dapat membuat Jakarta tenggelam jika tidak ditanggulangi. Penurunan tanah Jakarta bukan hanya teori, melainkan dibuktikan oleh penelitian ilmiah.
Hasanuddin Z. Abidin, dan kawan-kawan melakukan penelitian penurunan muka tanah dengan metode GPS Survey yang dilaporkan dalam jurnal Land Subsidence of Jakarta (Indonesia) and its Relation with Urban Development (2011).
Penelitian tersebut menemukan terjadinya penurunan muka tanah di Jakarta dengan variasi yang berbeda di tiap titik wilayahnya.
Dalam jurnal dikemukakan bahwa penurunan muka tanah Jakarta pada periode 2007-2008 terjadi antara 28, 15, hingga juga 18 sentimeter per tahunnya. Pada periode tahun 2008-2009, terjadi penurunan muka tanah sebanyak 14, 10, hingga 11 sentimeter per tahunnya. Dan pada periode 2009-2010 terjadi penurunan tanah sebanyak 15, 8, hingga 7 sentimeter per tahunnya.
Mohammad Syamsu Rosid dan kawan-kawan melakukan penelitian penurunan muka tanah dengan metode microgravity survey yang dilaporkan dalam jurnal Monitoring of Jakarta Subsidence Applying 4D Microgravity Survey Between 2014 and 2018 (2021).
Baca juga: Bagaimana Manusia Purba Menyikapi Fenomena Alam yang keras?
Penelitian tersebut menemukan dari 42 kabupaten di Jakarta, 26 diantaranya mengalami penurunan muka tanah dengan kecepatan yang beragam.
Dikatakan bahwa penurunan muka tanah terbesar terjadi di Kecamatan Tambora yaitu sekitar 15,9 sentimeter per tahunnya. Adapun penurunan muka tanah terkecil terjadi di Kecamatan Duren Sawit yaitu sekitar 0,67 sentimeter per tahunnya.
Lebih lanjut, penelitian tersebut menjelaskan kecematan Tanjung Priok, Penjaringan, Hanya Pademangan, Cempaka Putih, dan Pasar Senen mengalami penurunan muka tanah dengan laju yang sama yaitu 10 sentimeter per tahunnya.
Kedua penelitian tersebut hanyalah contoh dari banyaknya penelitian penurunan muka tanah di Jakarta. Yang membuktikan bahwa penurunan muka tanah benar-benar terjadi di daerah Jakarta karena berbagai faktor terutama pesatnya laju urbanisasi.
Ketika permukaan tanah turun, bukan hanya infrastruktur yang retak dan rusak karena tanah yang perlahan amblas. Namun juga banjir akan lebih mudah terjadi, bahkan lebih sulit surut karena air menggenang lebih dalam.
Kenaikan air laut
Selain karena penurunan muka tanah, pemanasan global juga dapat menenggelamkan Jakarta. Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhu bumi, membuat es kutub mencair. Es yang mencair berubah menjadi air dan menambah volume air lautan.
Baca juga: Apakah Fenomena Aurora Berbahaya?
Volume yang bertambah berarti menambah ketinggian air laut. Air laut yang naik kemudian akan menenggelamkan daerah pesisir pantai. Jika terjadi penurunan muka tanah, air laut akan terus naik sementara ketinggian tanah terus turun. Hal tersebut menyebabkan tenggelamnya pesisir dengan lebih cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh NASA, menunjukkan bahwa rata-rata permukaan laut global naik sebesar 3,3 milimeter per tahunnya. Membuat air laut mulai merendam Jakarta terutama di daerah perisir Jakarta Utara.
Dampak langsung terendamnya Jakarta dapat dilihat di Kecamatan Muara Baru. Di mana terdapat banyak bangunan seperti gedung perkantoran, tempat ibadah, rumah, hingga pasar yang terbengkalai akibat terendam oleh air laut.
Earth.Org melakukan pemodelan ketinggian permukaan air laut Jakarta pada tahun 2100 melalui metode perkirakan kenaikan muka air laut lokal (SLR) dengan memperhitungkan tingkat banjir lokal, skenario polusi, dan kenaikan permukaan laut.
Melalui metode tersebut, Earth.Org mendapatkan pemodelan tenggelamnya Jakarta pada 2100 jika masalah kenaikan air laut tidak ditanggulangi. Di mana mild berarti kenaikan muka air laut sekitar 3 meter dan extreme berarti kenaikan muka air laut setinggi 5 meter.
Baca juga: Apa Itu Fenomena Aurora?
Kenaikan permukaan air laut adalah hal yang terjadi secara global. Peningkatan air laut akibat pemanasan global terjadi di seluruh bagian bumi tanpa terkecuali. Sehingga masalah ini bukan hanya masalah kota Jakarta, namun masalah yang mengancam bumi secara keseluruhan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.