Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Retorika Aristoteles: Pengertian dan Asumsi Retorika

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/VANYA KARUNIA MULIA PUTRI
Ilustrasi teori retorika Aristoteles
|
Editor: Vanya Karunia Mulia Putri

KOMPAS.com - Teori retorika Aristoteles berpusat pada pemikiran mengenai retorika yang sering disebutnya sebagai alat persuasi.

Pada intinya, teori retorika milik Aristoteles menyebutkan bahwa efektivitas persuasi ditentukan oleh kualitas komunikator dalam menyampaikan bukti logos (logika), pathos (emosi), dan ethos (etika atau kredibilitas).

Pengertian retorika

Dikutip dari jurnal Sejarah dan Perkembangan Retorika (2005) karya Rajiyem, kata retorika berasal dari bahasa Inggris ‘rhetoric’ dan bersumber dari kata dalam bahasa Latin ‘rhetorica’. Artinya ilmu berbicara.

Retorika diartikan sebagai seni berbicara baik yang digunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Disebut seni berbicara baik, karena meliputi kemampuan berbicara dan berpidato singkat, jelas, padat, serta mengesankan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asumsi teori retorika Aristoteles

Menurut Richard West dan Lynn H. Turner dalam buku Introducing Communication Theory: Analysis and Application (2008), teori retorika memiliki cakupan pemikiran yang sangat luas dalam bidang komunikasi.

Walau begitu, teori retorika Aristoteles ini dituntun oleh dua asumsi, yakni pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khalayak mereka, dan pembicara yang efektif menggunakan sejumlah bukti dalam presentasinya.

Baca juga: Teori Spiral Keheningan: Asumsi dan Penjelasannya

Asumsi 1: pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khalayak mereka

Aristoteles menjelaskan bahwa hubungan pembicara dan khalayak harus dipertimbangkan. Artinya para pembicara tidak boleh menyusun atau menyampaikan pidatonya tanpa mempertimbangkan khalayak mereka.

Asumsi ini menjelaskan bahwa pembicara harus berpusat pada khalayak. Pembicara harus memikirkan khalayak sebagai sekelompok orang yang punya motivasi, keputusan, serta pilihan, dan bukannya menganggap khalayak sebagai kelompok individu yang homogen dan serupa.

Asumsi 2: pembicara yang efektif harus menggunakan sejumlah bukti dalam presentasinya

Bukti yang dimaksudkan berhubungan dengan ethos (etika atau kredibilitas), pathos (emosi), dan logos (logika).

Ethos merujuk pada karakter, inteligensi, serta niat baik yang dipersepsikan dari seorang pembicara ketika sedang berpidato.

Pathos berkaitan dengan emosi yang dimunculkan dari para pendengar. Pathos merupakan bukti emosional.

Logos adalah bukti logis yang digunakan pembiacara. Menurut Aristoteles, logos mencakup penggunaan beberapa praktik, seperti klaim logis serta penggunaan bahasa yang jelas.

Kesimpulannya, teori retorika Aristoteles menjabarkan bahwa retorika sebagai alat persuasi, hendaknya didasarkan pada ethos, pathos, dan logos. Teori ini juga menjelaskan bahwa pembicara harus mempertimbangkan khalayaknya sebaik mungkin.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi