KOMPAS.com - Perbanyakan tanaman dapat dilakukan melalui dua cara, yakni konvensional dengan stek dan cangkok, dan modern menggunakan kultur jaringan.
Dikutip dari buku Plant Propagation by Tissue Culture (2008) karya Edwin F. George, dkk, kultur jaringan tanaman merupakan ilmu menanam tanaman menggunakan sel, jaringan, maupun organ yang diisolasi dari tanaman induk pada media buatan.
Sementara menurut Trevor A. Torve dalam jurnal History of Plant Tissue Culture (2007), kultur jaringan tanaman adalah kultur aseptik sel, jaringan, organ, dan komponennya di bawah kondisi fisik dan kimia yang ditentukan secara in vitro.
Dengan demikian, kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkan tanaman menggunakan sel, jaringan, atau irisan organ tanaman pada media buatan yang mengandung nutrisi dan bersifat aseptik (steril).
Mengenal kultur jaringan tanaman
Kultur jaringan tanaman dilakukan atas dasar sifat totipotensi sel (cellular totipotency), yaitu sel tanaman yang memiliki kemampuan beregenerasi menjadi tanaman secara utuh.
Tanaman baru hasil kultur jaringan disebut sebagai plantlet. Tanaman ini memiliki sifat identik dengan tanaman induknya.
Baca juga: Daun: Definisi, Fungsi, dan Morfologinya
Kultur jaringan tanaman dilakukan pada media buatan bersifat steril atau dalam lingkungan aseptik. Supaya menghindari kontaminasi yang disebabkan mikroba atau bakteri.
Teknik perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan juga dikenal mikropropagasi. Kata 'mikro' didasarkan pada penggunaan ukuran bahan (eksplan) yang kecil.
Kultur jaringan tanaman tergolong dalam perbanyakan vegetatif. Karena tidak ada fertilisasi antara sel kelamin jantan dengan sel telur, seperti pada pembentukan biji.
Perbandingan kultur jaringan dengan perbanyakan konvensional
Kultur jaringan memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara konvensional. Beberapa perbedaan tersebut adalah:
BiayaDari segi biaya, kultur jaringan jauh lebih mahal dibanding perbanyakan konvensional.
Tetapi metode ini biasanya digunakan untuk tanaman bernilai ekonomi tinggi. Oleh sebab itu, biayanya tertutupi oleh harga jual tanaman yang tinggi.
Ukuran eksplanKultur jaringan tanaman menggunakan eksplan yang sangat kecil. Misalnya kultur meristem yang menggunakan ukuran kurang atau sama dengan 1 milimeter.
Sementara itu, perbanyakan konvensional menggunakan eksplan yang besar. Contohnya pada stek, yaitu 10 hingga 20 sentimeter.
Baca juga: 7 Jenis Metamorfosis Daun dan Contoh Tumbuhannya
Keahlian pekerjaKeahlian pekerja yang dibutuhkan dalam kultur jaringan tanaman ialah mampu bekerja secara aseptik di laboratorium.
Sementara dalam perbanyakan konvensional, keahlian pekerja yang dibutuhkan adalah okulasi, budding, maupun grafting.
Hasil anakanHasil anakan yang diperoleh per satu waktu dalam kultur jaringan tanaman berkisar ratusan hingga ribuan. Hasil ini jauh lebih tinggi daripada teknik perbanyakan konvensional yang hanya menghasilkan satu anakan.
Sejarah singkat kultur jaringan tanaman
Antara tahun 1900 hingga 1949Dikutip dari buku Kultur Jaringan Tanaman (2015) karya Rindang Dwiyani, sejarah singkat kultur jaringan tanaman dimulai dari 1902 oleh C. Haberlant.
Haberlant merupakan orang pertama yang mengulturkan sel tanaman secara in vitro menggunakan media buatan.
Baca juga: Contoh Polinator pada Polinasi Bunga
Selanjutnya, pada 1922, W. J. Robbins dan W. Kotte juga melakukan kultur akar dalam jangka pendek yang termasuk dalam kultur organ.
Kemudian disusul oleh P. R. White pada 1934, yang melakukan demonstrasi kultur akar tomat.
Pada 1939, R. J. Gautheret dan P. Nobecourt melakukan pengulturan kalus pertama dalam jangka waktu relatif lama. menggunakan eksplan jaringan empulur wortel.
Pada tahun yang sama, P. R. White kembali melakukan kultur kalus dari jaringan tumor pada tembakau hibrida hasil persilangan spesies Nicotina glaucum dengan N. longsdorff.
Tiga tahun setelahnya, J. Van Overbeek menemukan penggunaan air kelapa sebagai media untuk kultur embrio wortel.
Setahun selanjutnya, P.R White dan A. C. Braun meneliti pembentukan tumor pada tanaman, dan cara menumbuhkan tanaman bebas tumor.
Pada 1948, A. Caplan dan F. C. Stewart meneliti penggunaan air perasan kelapa yang ditambah 2,4-D (Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat), untuk mengetahui proliferasi pada kultur jaringan wortel dan kentang.
Antara tahun 1950 hingga 1983Memasuki pertengahan abad, pada 1950, G. Morel meneliti kultur jaringan tanaman monokotil menggunakan santan kelapa. Disusul W. H. Muir pada 1953, yang menemukan teknik kultur sel.
Baca juga: Bagian-bagian Bunga dan Variasi Strukturnya
Dua tahun kemudian, C. O. Miller, F. Skoog dan kawan-kawan menemukan sitokinin, yaitu zat pengatur tumbuh, berupa kinetin, dan faktor penyebab terjadinya pembelahan sel.
Pada tahun yang sama, yakni 1955, E. Bal juga melakukan penelitian kultur jaringan pada tanaman gimnospermae.
Selanjutnya, ada dua penemuan penting di 1960, yaitu isolasi protoplas menggunakan enzim dan kultur protoplas oleh E.C. Cocking, serta pengembangan teknik kultur tunas apikal oleh G. Morel.
Pada 1966, S. G. Guha dan S. C. Maheswari melakukan kultur anter dan kultur polen serta mendapatkan embrio haploid.
Dilanjutkan pada 1978, G. Melchers meneliti fusi protoplasma untuk mendapatkan hibrida somatik.
Sejarah singkat kultur jaringan tanaman diakhiri pada 1983 oleh K. A. Barton dan kawan-kawan melalui insersi gen menggunakan vektor plasmid dengan target transformasi, berupa protoplas tanaman, dan M. D. Chilton dengan transformasi gen pada individu sel tanaman tembakau dan produksi tanaman tembakau transgenik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.