Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toxic Masculinity: Pengertian, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Baca di App
Lihat Foto
Soompi
Boyband Highlight
Penulis: Ester Johana
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Di awal kemunculannya, boyband Korea dianggap sebagai laki-laki yang kurang maskulin dari segi penampilan. 

Bahkan banyak yang menganggap bahwa boyband Korea adalah boneka dan tidak merepresentasikan seorang laki-laki. Anggapan tersebut banyak dilontarkan dari laki-laki. 

Situasi tersebut dikarenakan adanya toxic masculinity. Apa itu toxic masculinity? 

Pengertian toxic masculinity 

Toxic masculinity atau maskulinitas beracun, lahir dari konstruksi sosial masyarakat patriarkis, yang mengacu pada perilaku dan sikap yang kasar yang dikaitkan dengan laki-laki. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikutip dari Very Well Mind, toxic masculinity adalah suatu tekanan budaya bagi laki-laki untuk melakukan perilaku dengan standar secara berlebihan.

Toxic masculinity adalah deskripsi sempit mengenai sikap dan perilaku gender laki-laki, di mana laki-laki: 

Baca juga: Teori Male Gaze, Penyebab Diskriminasi Perempuan dalam Film

Dari ikatan sifat itulah, ketika seorang pria berperilaku yang melenceng dari standar yang ada, mereka akan dicap sebagai laki-laki lemah. 

Padahal, seorang laki-laki juga dapat menunjukkan emosi dan menjadi pribadi yang sensitif.

Tentu saja hal ini bukanlah hal yang salah, namun standar yang ada pada laki-laki yang membuat hal ini menjadi stigma yang negatif.

Salah satu bentuk contoh toxic masculinity adalah pemberian label buruk kepada boyband-boyband Korea yang dianggap tidak macho serta tidak berperilaku kasar dan agresif. Justru menunjukkan sifat lemah lembut dan ramah terhadap penggemarnya.

Hal ini memicu sebuah toxic masculinity pada laki-laki yang melihat boyband Korea karena mereka tidak mencakup sifat maskulin yang ada pada laki-laki.

Selain itu, toxic masculinity ini membuat kebanyakan laki-laki merasa terasingkan dengan sifat boyband Korea yang menunjukkan emosi. Sementara, dalam hidup kebanyakan laki-laki terbiasa untuk menjadi sosok yang kuat dan tidak menunjukkan emosi.

Berdasarkan jurnal Representasi Maskulinitas Boyband dalam Video Klip (Analisis Semiotika Tentang Representasi Maskulinitas Boyband dalam Video Klip Bonamana Oleh Boyband Super Junior) (2013) oleh Junior dan Juwita, boyband-boyband Korea sedang mendobrak toxic masculinity melalui seni musik dan fashion. 

Baca juga: Contoh Diskriminasi dan Cara Menghindari

Industri K-Pop memiliki standar yang menarik untuk menampilkan soft masculinity pada boyband Korea. 

Penampilan tubuh yang atletis, hingga pakaian up to date tetap disematkan pada laki-laki boyband tanpa meninggalkan sikap lembut, kharisma, dan wibawa seorang laki-laki. 

Make up dan fashion tidak ada hubungannya dengan maskulinitas, melainkan wujud dedikasi tinggi kepada diri sendiri. 

Dampak toxic masculinity

Toxic masculinity ini akan mengganggu kesehatan mental laki-laki karena hal ini dapat membatasi definisi sifat seorang laki-laki dan mengekang pertumbuhannya dalam bermasyarakat.

Pembatasan sifat ini akan memberikan beban terhadap laki-laki yang dianggap tidak memenuhi standar maskulinitas. 

Apabila seorang laki-laki dibesarkan melalui pandangan sempit toxic masculinity, mereka hanya akan merasa diterima masyarakat jika sudah memenuhi standar maskulinitas yang berlebihan.

Hal ini dapat memicu gangguan kesehatan mental seperti:

  • Seorang laki-laki lebih memilih untuk memendam emosinya daripada meminta pertolongan
  • Seorang laki-laki lebih rentan mengidap depresi
  • Seorang laki-laki rentan mendapatkan trauma psikologis
  • Seorang laki-laki lebih rentan untuk bunuh diri

Baca juga: Teori Dramatisme: Pengertian, Asumsi, dan Retorika

Mencegah toxic masculinity 

Terdapat beberapa cara untuk mencegah toxic masculinity, yaitu: 

  • Menyebarkan fakta mengenai gender 
  • Membatasi penggunaan kata-kata "laki-laki tidak boleh menangis" atau "bersikaplah layaknya laki-laki" karena hal tersebut dapat memengaruhi psikologis anak ketika dewasa
  • Sering melakukan diskusi mengenai maskulinitas, baik di lingkungan rumah maupun sekolah 
  • Mengikuti organisasi yang bergerak mengenai gender. 
  • Ikut andil dalam memerangi toxic masculinity dengan melakukan sharing atau pengajaran melalui media sosial. 
  • Hati-hati dalam membrikan media hiburan pada anak. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi