Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi Aku Berkaca karya Chairil Anwar

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Gischa Prameswari
Ilustrasi puisi chairil anwar
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Puisi biasanya muncul bukan dari proses komunikasi langsung, seperti yang terjadi pada sebuah pantun. 

Salah satu penyair Indonesia, yang karyanya dikenang sampai saat ini adalah Chairil Anwar. Lahir di Sumatera Utara pada 22 Juli 1992. 

Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Chairil Anwar giat belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman hingga akhirnya dapat membaca dan mempelajari karya sastra dunia. 

Berikut salah satu karya puisi Chairil Anwar yang berjudul: 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aku Berkaca 

Ini muka penuh luka 
Siapa punya? 

Kudengar seru menderu dalam hatiku 
Apa hanya angin lalu?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah...!!!

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal....!!
Selamat tinggal.....!

Dari: Deru Campur Debu

Baca juga: Puisi Rakyat: Jenis, Struktur dan Unsur kebahasaan

Makna puisi Aku Berkaca 

Dikutip dari jurnal Tiga Lapis Makna Puisi 'Aku Berkaca' Karya Chairil Anwar (2020) oleh R.F. Bhanu Viktorahadi, dalam puisi ini Chairil Anwar mengungkapkan akibat dirinya bercermin. 

Dalam baris pertama, Chairil Anwar mengungkapkan bahwa aktivitas bercermin memberinya gambaran diri. 

Di mana realitas yang ditampakkan cermin kepada dirinya ternyata negatif, yaitu muka yang penuh luka. Kondisi tersebut bukanlah yang diharapkan Chairil Anwar. 

Bisa jadi, kondisi tersebut adalah akibat dari masa lalu, di mana hal tersebut nampak pada kata 'luka' yang digunakan. 

Ada pengalaman masa lalu yang tidak baik, yang jika kembali diingat menimbulkan kesedihan. Sehingga orang yang bercermin enggan untuk melihat atau mengakui bahwa itu adalah dirinya sendiri. 

Baca juga: Contoh Menganalisis Puisi

Ucapan 'selamat tinggal' dalam baris puisi di atas memiliki dua makna. Meninggalkan kondisi yang sekarang dan beralih dengan harapan yang baru di masa depan. Atau dapat juga diartikan sebagai sebuah keputusasaan dengan kondisi yang dialami sekarang. 

Di sini Chairil Anwar mampu membangkitkan emosi pembaca saat berwacana atau berkomunikasi. Salah satu pesan yang ingin disampaikan Chairil Anwar melalui puisi ini adalah bahwa sikap manusia dalam menghadapi aneka macam kondisi tidak ideal dalam hidupnya. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi