Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Big Bang: Hipotesis dan Sejarah Kemunculannya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Vanya Karunia Mulia Putri
Ilustrasi teori Big Bang atau dentuman besar.
Penulis: Belila Mega
|
Editor: Vanya Karunia Mulia Putri

KOMPAS.com -Teori Big Bang menjadi salah satu teori paling terkenal mengenai asal-usul terbentuknya alam semesta.

Selama hampir satu abad, teori ini sempat menjadi perdebatan di antara ilmuwan dan non-cendekiawan.

Apa itu teori Big Bang dan bagaimana bisa dikatakan bahwa alam semesta terbentuk dalam ledakan atau dentuman besar?

Hipotesis teori Big Bang

Secara singkat, hipotesis teori Big Bang menyatakan bahwa semua materi saat ini dan di masa lalu, muncul di waktu yang sama, yaitu kira-kira 13,8 miliar tahun yang lalu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat itu, semua materi memadat seperti bola yang sangat kecil dengan kepadatan tak terbatas dan panas yang hebat, biasa disebut singularitas. Seiring berjalannya waktu, singularitas berkembang hingga menjadi alam semesta seperti yang kita kenal saat ini.

Dilansir dari National Geographic, teori ini lahir dari pengamatan bahwa galaksi lain bergerak menjauh dari Bimasakti dengan kecepatan tinggi ke segala arah. Galaksi tersebut seolah-olah didorong oleh kekuatan ledakan dari masa lalu.

Baca juga: Teori Dentuman Besar

Sejarah teori Big Bang

Dikutip dari situs Phys.org, berikut sejarah teori Big Bang:

Indikasi paling awal dari kemunculan Big Bang adalah pengamatan luar angkasa yang dilakukan di awal abad ke-20. Tepatnya pada 1912, seorang astronom asal Amerika, Vesto Slipher, mengamati galaksi spiral yang diyakini sebagai nebula.

Ia kemudian mengukur pergeseran merah Doppler. Hasilnya, dari hampir semua kasus, galaksi spiral yang diamati tersebut bergerak menjauh dari Bimasakti.

Kemudian pada 1922, seorang kosmolog Rusia, Alexander Friedmann, mengembangkan sebuah gagasan yang dikenal sebagai persamaan Friedmann, yang diturunkan dari persamaan Einstein untuk relativitas umum.

Bertentangan dengan persamaan Einstein yang saat itu menganjurkan Konstanta Kosmologis, persamaan Friedmann justru menunjukkan bahwa alam semesta kemungkinan besar dalam keadaan mengembang.

Pada 1924, Edwin Hubble mengukur jarak yang sangat jauh ke nebula spiral terdekat. Ia juga mengembangkan serangkaian indikator jarak menggunakan teleskop Hooker 100 inci (2,5 meter) di Observatorium Mount Wilson.

Baca juga: Bisakah Lubang Hitam Menghilang dari Alam Semesta?

 

Akhirnya pada 1929, Hubble menemukan korelasi antara jarak dan kecepatan resesi yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.

Pada 1927, seorang fisikawan Belgia dan imam Katolik Roma, Georges Lemaitre, secara independen meneliti dan memperoleh hasil yang sama seperti persamaan Friedmann.

Ia kemudian mengusulkan bahwa kesimpulan resesi galaksi disebabkan oleh perluasan alam semesta.

Kemudian di 1931, Lemaitre menemukan bahwa perluasan alam semesta saat ini berasal dari alam semesta yang sangat kecil di masa lalu.

Ia berpendapat bahwa seluruh massa di alam semesta ini akan terkonsentrasi kembali menjadi satu titik, di mana struktur ruang dan waktu berasal.

Penemuan ini memicu perdebatan di antara fisikawan sepanjang 1920 hingga 1930-an. Mayoritas menyatakan bahwa alam semesta berada dalam keadaan stabil. Dari banyak ilmuwan tersebut, gagasan Lemaitre tampak lebih teologis daripada ilmiah.

Teori lain juga bermunculan selama periode tersebut, seperti Model Milne dan model Oscillary Universe. Dua teori ini didasarkan pada teori relativitas umum Einstein, dan menyatakan bahwa alam semesta mengikuti siklus mandiri yang tidak terbatas.

Baca juga: Teori Nebula

Setelah Perang Dunia II, perdebatan memuncak di antara pendukung teori Steady State oleh astronom Fred Hoyle dan pendukung teori Big Bang.

Namun, ada bukti pengamatan yang akhirnya mendukung Big Bang daripada Steady State.

Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik pada 1965, memastikan bahwa Big Bang menjadi teori terbaik tentang asal-usul dan evolusi alam semesta. 

Kemajuan signifikan mengenai pengetahuan alam semesta dipengaruhi adanya kemajuan dalam bidang satelit, teleskop, dan simulasi komputer, yang memungkinkan astronom dan ahli kosmologi melihat alam semesta lebih banyak, dan mendapat pemahaman lebih baik mengenai usia sebenarnya.

Demikian pula adanya teleskop ruang angkasa, seperti Cosmic Background Explorer (COBE), Teleskop Luar Angkasa Hubble, Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP), dan Observatorium Planck memiliki nilai tak terukur terhadap kemajuan pengetahuan.

Baca juga: J0313-1806, Lubang Hitam Tertua di Alam Semesta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi