Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organisasi Bentukan Jepang ketika Menjajah Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Rapat harian Dewan MIAI
Editor: Serafica Gischa

Oleh: Rina Kastori, Guru SMP Negeri 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Selama menduduki Indonesia, Jepang membentuk beberapa organisasi baik militer maupun semimiliter untuk mempersiapkan kaum muda menjaga pertahanan Jepang. 

Beberapa organisasi bentukan Jepang di Indonesai, yaitu: 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Pendudukan Jepang

Berikut penjelasannya: 

Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)

Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang terbentuk pada September 1937 pada masa penjajahan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, organisasi ini tidak dibubarkan karena kegiatannya bersifat keagamaan. 

Kolonel Horie, pemimpin Bagian Pengajaran dan Agama yang dibentuk Jepang mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama Islam di seluruh Jawa Timur termasuk MIAI. 

Horie meminta umat Islam tidak melakukan kegiatan politik pada saat itu dan sebagai gantinya ulama dan umat Islam dapat mencurahkan kegiatan keagamaan melalui organisasi. 

Beberapa tugas MIAI yaitu: 

Dengan tugas-tugas tersebut, MIAI membuat program di antaranya membangu Masjid Agung di Jakarta dan mendirikan universitas. Namun Jepang hanya menyetujui pembentukan baitulmal atau lembaga pengelola amal. 

Karena bersifat kooperatif, Jepang juga memperbolehkan MIAI menerbitkan majalan yaitu Soera MIAI. 

Karena simpati umat Islam yang sangat besar terhadap MIAI, Jepang justru merasa waspada terhadap perkembangan MIAI. Terlebih dana yang terkumpul di Baitulmal disalurkan ke umat bukan ke Jepang. 

Melihat hal tersebut Jepang membubarkan MIAI pada November 1943 dan diganti dengan membentu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). 

Baca juga: Mengenal Kabuki, Seni Teater Klasik Asal Jepang

Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)

Majelis Syuro Muslimin Indonesia berdiri pada 1943 sebagai pengganti MIAI. Masyumi diketuai oleh KH Mas Mansur dan didampingi KH Hasyim Asyari. 

Masyumi berkembang cukup pesat karena memiliki cabang di setiap karesidenan. Tugas utama Masyumi adalah meningkatkan hasil bumi dan mengumpulkan dana. 

Organisasi ini segera dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh dari pergerakan nasional Indonesia untuk mengonsolidasikan organisasi-organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Persatuan Islam, dan Sarekat Islam. 

Seiring berjalannya organisasi, Masyumi berani menolak budaya Jepang yang tidak sesuai ajaran Islam, seperti seikerei atau posisi membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo. 

Abdul Karim Amrullah, ayah dari Buya Hamnka menolak hal tersebut karena umat Islam hanya melakukan posisi tersebut ketika ruku saat shalat dan menghadap kiblat. 

Baca juga: Kedatangan Jepang ke Indonesia

Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Untuk mengikat hati rakyat, pada 16 April 1943 didirikanlah Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. 

Pemerintah pendudukan Jepang ingin menggunakan tokoh pergerakan Indonesia sebagai simbol untuk membangkitkan semangat dan perasaan anti bangsa kulit putih. 

Tujuan Putera adalah membangun dan menghidupkan kembali apa yang dihancurkan Belanda. Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi rakyat guna membantu Jepang dalam perang. 

Seiring berjalannya waktu, Putera justru lebih banak berkomunikasi dengan rakyat dan berhasil mempersiapkan mental masyarakat untuk menyambut kemerdekaan dua tahun kemudian. 

Jepang sadar bahwa Putera lebih menguntungkan bagi pergerakan nasional dibandingan kepentingan Jepang. Sehingga Putera dibubarkan pada 1944 oleh Jepang. 

Baca juga: Akibat Pendudukan Jepang di Bidang Birokrasi dan Militer

Cuo Sangi In

Cuo Sangi In atau Badan Pertimbangan Pusat dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang. Tadinya, badan ini dimaksudkan Jepang sebagai pengendali politik di Indonesia. 

Akan tetapi, justru oleh para pemimpin pergerakan nasional, saat itu dimanfaatkan untuk mengimbangi politik Jepang. 

Badan Pertimbangan Pusat mempunyai tugas mengajukan usul dan menjawab pertanyaan pemerintah Jepang. Badan ini kemudian dijadikan sarana strategis bagi para tokoh pergerakan Indonesia. 

Bangsa Indonesia diberi kesempatan menduduki jabatan kepala departemen dan residen yang sulit didapatkan pada masa pemerintah kolonial Belanda.

Pada tanggal 18-21 Juni 1945, Soekarno memanfaatkan sidang Chuo Sangi-in kedelapan di Jakarta untuk mengagendakan sidang Panitia Kecil. 

Panitia Kecil ini akan mengumpulkan usulan anggota sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). BPUPKI kelak berperan penting dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945.

Baca juga: Karakteristik Negara Jepang

Jawa Hokokai

Pada 1944, Panglima Tertinggi Tentara Jepang di Jawa menyatakan berdirinya Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). 

Organisasi ini lahir didorong oleh situasi Perang Asia Timur Raya yang semakin gencar. Jawa Hokokai diorientasikan untuk memupuk semangat kebaktian dan tugas untuk kepentingan pemerintah pendudukan Jepang. 

Pimpinan Jawa Hokokai ditangani langsung oleh pimpinan militer Jepang dan anggotanya diseleksi secara ketat. Jaringan organisasi ini dari pusat sampai daerah memiliki bidang-bidang kegiatan, seperti guru, kewanitaan, perusahaan, dan kesenian. 

Jawa Hokokai bertugas mengerahkan rakyat secara paksa untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua, serta menanam jarak. Hasilnya harus diserahkan ke pemerintah pendudukan Jepang untuk membiayai Perang Asia Timur Raya.

Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan

Untuk mempertahankan daerah pendudukannya, Jepang memerlukan dukungan dari penduduk di negeri jajahannya. Oleh karena itu, pada 29 April 1943, dibentuklah organisasi semi militer seinendan, yaitu barisan pemuda yang anggotanya berusia 14-22 tahun. 

Secara resmi disebutkan bahwa tujuan dibentuknya seinendan adalah mendidik dan melatih para pemuda untuk dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. 

Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga wanita, pada Agustus 1943, pemerintah pendudukan Jepang membentuk fujinkai atau perhimpunan wanita.

Baca juga: Akibat Pendudukan Jepang di Bidang Politik

Di samping itu, untuk memenuhi keperluan tenaga pembantu kepolisian, pemerintah pendudukan Jepang membentuk keibodan atau Barisan Bantu Polisi. Usia anggotanya antara 25-25 tahun. 

Pemuda yang diterima adalah semua laki-laki yang berasal dari setiap desa dan dibentuk di desa-desa untuk mengisolasi dari pengaruh kaum nasionalis. 

Mereka diawasi oleh polisi dengan sangat ketat. Dengan kepandaian para tokoh pergerakan nasional, semua organisasi semi militer tersebut dijadikan sebagai lahan untuk menanamkan rasa nasionalisme dan menggalang rasa cinta kepada tanah air.

Barisan Pelopor, Heiho, dan Pembela Tanah Air (PETA)

Barisan Pelopor dibentuk pada 1 November 1944 sebagai langkah mempersiapkan seluruh potensi rakyat Indonesia dalam mendukung kemenangan Jepang di Perang Asia Timur Raya. 

Pemimpinnya ditunjuk dari golongan nasionalis, seperti Ir Soekarno, RP Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran. 

Barisan Pelopor dilatih untuk menggunakan senapan dari kayu, bambu runcing, serta dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari para pemimpin pergerakan nasional.

Sementara itu, pada April 1943, Jepang mengumumkan dan membuka kesempatan bagi para pemuda Indonesia untuk ikut menjadi anggota pembantu prajurit Jepang (Heiho). 

Anggota Heiho langsung ditempatkan dalam struktur organisasi militer Jepang, baik di Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Heiho dianggap sebagai bagian dari angkatan perang Jepang sehingga langsung diterjunkan dalam medan pertempuran menghadapi Sekutu di berbagai front pertempuran. 

Para Heiho bukan hanya dikirimkan di wilayah Indonesia, melainkan juga di negara-negara lain, seperti Kepulauan Solomon, Filipina, dan Indo China. 

Selanjutnya, pada 3 Oktober 1943, Panglima Tentara Jepang di Jawa mengumumkan pembentukan tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Maka dilatihlah puluhan calon perwira di Bogor. 

Setelah lulus, mereka kemudian diangkat menjadi daidanco (komandan batalyon), cudanco (komandan kompi), dan shodanco (komandan peleton). Ada pula yang dididik menjadi budanco (komandan regu).

Baca juga: Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan Kemerdekaan Indonesia

Dokuritsu Junbi Cosakai

Pada 29 April 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini beranggotakan 60 orang dan diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat.

BPUPKI memiliki tugas antara lain: 

  • Bertugas membahas mengenai Dasar Negara 
  • Sesudah sidang pertama, BPUPKI membentuk reses selama satu bulan. 
  • Bertugas membentuk Panitia Kecil (panitia delapan) Yang bertugas menampung saran-saran dan konsepsi dari para anggota. 
  • Bertugas untuk membantu panita sembilan bersama panita kecil. 
  • Panita sembilan menghasilkan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta

 

Referensi

  • Pratama, Aris. Masa Pendudukan Jepang. 2018. Derwati Press: Kalimantan Barat 
  • Oktorino, Nino. Konflik Bersejarah - Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia. 2013. PT Elex Media Komputindo:Jakarta

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi