Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Serangkai: Sejarah, Pemikiran, dan Pembubarannya

Baca di App
Lihat Foto
Harry A Poeze, et al., In Heat Land van de Overheerser: Indonesiers in Nederland, 1600-1950, Dordrecht Foris Publications, 1986
Dari kiri: Soewardi Soerjaningrat, Douwes Dekker, dan dr Tjipto Mangoenkoesoemo. (Harry A Poeze, et al., In Heat Land van de Overheerser: Indonesiers in Nederland, 1600-1950, Dordrecht Foris Publications, 1986).
Editor: Serafica Gischa

Oleh: Rina Kastori, Guru SMPN 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Indische Partij (IP) atau Partai Hindia merupakan salah satu organisasi yang berdiri pada era pergerakan nasional di Indonesia pada awal abad ke-20.

Sejarah perjuangan perhimpunan berhaluan politik yang cukup keras ini digagas oleh Tiga Serangkai, terdiri dari E.F.E Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Tjipto Mangoenkoesoemo. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka mendirikan Indische Partij di Bandung, Jawa Barat, tanggal 25 Desember 1912. Indische Partij cukup berani melancarkan kritikan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Baca juga: 6 Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Berdirinya Indische Partij (IP)

Dikutip dari Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1993), Indische Partij adalah organisasi kebangsaan di era pergerakan nasional yang memiliki program jelas untuk menegakkan semangat nasionalisme. 

Pendirian Indische Partij digagas oleh seorang jurnalis berdarah campuran yakni E.F.E Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi. 

Ia mengelola surat kabar De Expres yang nantinya menjadi media propaganda IP. Pada 1912, Douwes Dekker mengajak Suwardi Suryaningrat dan Tjipto Mangoenkoesoemo yang saat itu tercatat sebagai anggota Budi Utomo.

Lantaran berbeda pandangan dengan angkatan tua di Budi Utomo, Suwardi dan Tjipto memutuskan keluar, lalu bersama Douwes Dekker membentuk Indische Partij pada 25 Desember 1912. 

Tujuan pendirian organisasi ini adalah terciptanya kerja sama antara orang Indo dengan bumi putera. 

Baca juga: Alasan Sumpah Pemuda Menjadi Puncak Pergerakan Nasional 

Pemikiran Douwes Dekker

Dilansir dari The Idea of Indonesia: A History (2008) oleh Robert Elsom, menyebut bahwa Douwes Dekker merupakan pemikir nasionalis. 

Gagasan bangsa Indonesia bukan kesatuan yang dibangun atas solidaritas etnis atau ras, keagamaan, atau kedekatan geografis, tetapi karena rasa kesamaan pengalaman dan solidaritas khusus. 

Pandangan politik Douwes Dekker juga dipengaruhi oleh prinsipnya yang lebih mengutamakan propaganda politik daripada ideologi politik. 

Hal ini mendapat kritik dari Sneevliet (tokoh komunis asal Belanda di Indonesia) yang mengatakan bahwa Dekker membuat gerakan politik tanpa teori, atau teorinya bersifat samar.

Pemikiran Tjipto Mangoenkoesoemo

Secara umum, pandangan Tjipto Mangoenkoesoemo mengenai persatuan Indonesia masih selaras dengan pemikiran Douwes Dekker. 

Namun, dikutip dari tulisan "Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Suwardi Suryaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker 1912-1914" karya Wildan Seno Utomo dalam Lembaran Sejarah (2014), Tjipto menganggap bahwa persatuan antara kaum pribumi dengan Belanda adalah suatu hal yang membawa kemajuan. 

Baca juga: Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional

Tjipto beranggapan penggabungan unsur-unsur Barat dan Timur sebagai faktor penting dalam menjamin pertumbuhan subur bagi negara dan rakyat, termasuk bagi kaum bumiputera di Hindia atau Indonesia. 

Selain dikenal sebagai aktivis pergerakan nasional dan jurnalis, Tjipto Mangoenkoesoemo juga berprofesi sebagai seorang dokter. Namanya kini diabadikan sebagai nama rumah sakit besar di Jakarta.

Pemikiran Suwardi Suryaningrat

Suwardi Suryaningrat merupakan pangeran dari Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Walaupun keturunan bangsawan, ia tidak terlalu menikmati kehidupan di istana. Nantinya, seiring berdirinya Taman Siswa pada 1922, Suwardi dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.

Bagi Suwardi Suryaningrat tujuan nasionalisme adalah menghapuskan dominasi kolonial dan menyadarkan kaum peranakan, indo, dan bumiputera harus bersatu menghadapi musuh yang sama, yaitu pemerintah kolonial. 

Suwardi Suryaningrat pada masa muda adalah sosok yang keras dan berani mengkritik kebijakan kolonial. 

la pun harus menjalani pengasingan serta berkali-kali masuk penjara sebelum memutuskan berjuang melalui kancah pendidikan bersama Taman Siswa. 

Baca juga: PKI dan Perjuangan Pergerakan Nasional

Bubarnya Indische Partij

Pada 1913 pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun kemerdekaan dari Perancis. Untuk itu, seluruh wilayah jajahan Belanda, termasuk Indonesia, diminta menyumbang demi membantu pelaksanaan peringatan tersebut. 

Hal itu ditentang oleh para tokoh Indische Partij. Bahkan, Suwardi Suryaningrat dengan berani menulis artikel berjudul "Als ik een Nederlander was" atau "Seandainya Aku Seorang Belanda" untuk menyindir perayaan itu. 

Tulisan satir yang dimuat di surat kabar De Expres itu sontak menuai kontroversi. Pemerintah kolonial pun turun tangan dan menuding bahwa tulisan Suwardi Suryaningrat telah menghasut rakyat. 

Maka, para tokoh Tiga Serangkai, diseret ke pengadilan kolonial dan diputuskan harus menjalani hukuman pengasingan ke Belanda. Sepeninggal Tiga Serangkai, Indische Partij dibubarkan paksa oleh pemerintah kolonial. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi