Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sultan Hasanuddin, “Ayam Jantan Dari Timur”

Baca di App
Lihat Foto
WIKIMEDIA COMMONS/AHMAD BADDAWI
Lukisan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa Ke-16.
Editor: Silmi Nurul Utami

Oleh: Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 dan Pahlawan Nasional Indonesia yang dijuluki dengan sebutan "Ayam Jantan dari Timur".

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tanggal 12 Januari 1631 dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beliau adalah  putra kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15 Sultan Hasanuddin diangkat menjadi Sultan ke-6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun. 

Setelah naik takhta dan memeluk agama islam, beliau mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana. 

Sebelum Sultan Hasanuddin naik takhta, masyarakat Gowa memang sudah tidak suka dengan kehadiran bangsa barat yang menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku.

Baca juga: Raja-Raja yang Berkorban demi Bangsa

Sultan Hasanuddin melawan Pemerintahan Belanda

Pada tahun 1653-1670, Sultan Hasanuddin mengagas kebijakan Kerajaan Gowa berupa kebebasan berdagang di laut lepas.

Kebijakan tersebut mendapat tentangan dari VOC. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) adalah persekutuan dagang yang dibentuk oleh pemerintahan Belanda yang bertujuan untuk memonopoli aktivitas perdagangan di Asia. 

Kondisi tersebut akhirnya menimbulkan konflik dan mengakibatkan perseteruan yang mencapai puncaknya saat Sultan Hasanuddin menyerang posisi Belanda di Buton.

Tahun 1660, Sultan Hasanuddin mengawali perlawanan terhadap VOC.

Di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin, pasukan Kerajaan Gowa yang terkenal dengan ketangguhan armada lautnya mulai mengumpulkan kekuatan. 

Kerjaan Gowa bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk melakukan perlawanan terhadap VOC.

Baca juga: Perlawanan Gowa-Tallo (Makassar) terhadap VOC

Melihat perlawanan tersebut, VOC tidak tinggal diam. VOC menjalin kerja sama dengan Kerajaan Bone yang sebelumnya memiliki hubungan tidak baik dengan Kerajaan Gowa.

Kondisi ini dimanfaatkan VOC untuk menambah kekuatan guna melawan Kerajaan Gowa. 

Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas. Namun, pemimpin Kerajaan Bone yaitu Aru Palaka berhasil melarikan diri ke Batavia untuk menghindari kejaran tentara Kerjaan Gowa.

Pada tahun 1966, terjadi pergerakan besar-besaran oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman.

Armada laut VOC meninggalkan pelabuhan Batavia menuju ke ibukota Gowa, Somba Opu. Pada 19 Desember 1666, armada VOC tiba di Somba Opu.

Baca juga: Kebijakan-kebijakan VOC di Bidang Ekonomi

Awalnya, Speelman hanya bermaksud untuk menggertak Sultan Hasanuddin. Namun, karena Sultan Hasanuddin tak gentar, Speelman segera menyerukan tuntutan agar Kerajaan Gowa membayar kerugian atas pembunuhan orang-orang Belanda di Makassar. 

Peringatan VOC diabaikan oleh Sultan Hasanuddin. Maka, terjadilah perang antara kapal-kapal VOC dengan benteng pertahanan Kerajaan Gowa.

Dalam pertempuran tersebut, Belanda dibantu oleh pasukan Kerajaan Bone di bawah komando Aru Palakka. 

Kekuatan pasukan Kerajaan Gowa melemah. Dalam keadaan tersebut Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Dengan adanya perjanjian tersebut, Sultan Hasanuddin harus menerima dan mengakui monopoli VOC di Makassar.

Tak hanya itu, beliau juga harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Kerajaan Bone dan wilayah Kerajaan Gowa pun dipersempit. 

Baca juga: Isi Perjanjian Bongaya dan Latar Belakangnya

Dijuluki si “Ayam Jantan Dari Timur”

Kekalahan Sultan Hasanuddin atas Belanda dan Aru Palakka tidak menjadi alasan untuk memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta pasukannya.

Perlawanan-perlawanan terus dilakukan, namun belum mencapai hasil yang diinginkan. VOC masih mendominasi di wilayah Makassar.

Meski tidak mampu mengusir Bangsa Belanda dari Makassar, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikeras tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670, pada usia 39 tahun.

Atas kegigihannya, Belanda memberi Julukan de Haantjes van Het Oosten yang berarti “Ayam Jantan dari Timur”.

Julukan itu diberikan kepada Sultan Hasanuddin karena semangat dan keberaniannya dalam menentang monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh VOC.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi