Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Mataram Islam: Masa Kejayaan dan Keruntuhannya

Baca di App
Lihat Foto
kebudayaan.jogjakota.go.id
Sultan Agung, Raja Mataram Islam yang membawa ke puncak kejayaan.
Editor: Silmi Nurul Utami

Oleh: Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Salah satu kerajaan atau kesultanan Islam yang mempunyai pengaruh besar dan berdiri di tanah nusantara adalah Kesultanan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram.

Kerajaan Mataram Islam pernah mempersatukan tanah Jawa dan Madura. Kesultanan ini juga pernah memerangi Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC di Batavia untuk mencegah penyebaran kekuasaan VOC.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam perjalanannya, Kesultanan ini meninggalkan beberapa jejak sejarah yang masih terlihat hingga kini.

Misalnya, kampung Matraman di Jakarta, sistem persawahan di Jawa Barat (Pantura), serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih diberlakukan hingga kini.

Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah awal dan masa kejayaan 

Kesultanan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berkuasa antara abad ke 16 hingga abad ke 18.

Di mana, Kerajaan Mataram Islam berawal dari sebidang tanah di Plered yang dihadiahkan Joko Tingkir kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasanya membantu Pajang menumpas perlawanan Arya Penangsang.

Masa awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam ini dimulai dari perebutan wilayah Pajang oleh Sutawijaya.

Lalu, Kerajaan Mataram menjadi salah satu Kesultanan Islam yang dinilai berkembang di tanah Jawa.

Kerajaan Mataram rutin menerjemahkan naskah Arab dan menerjemahkan Al-Quran ke bahasa Jawa.

Baca juga: 10 Kerajaan Islam di Indonesia

Mulai saat itu, kesultanan ini mendirikan pesantren yang menjadikan wilayahnya sebagai pusat agama Islam.

Selain membangun pesantren, ada bermacam cara dilakukan para penguasa untuk menjadikan wilayah Kesultanan Mataram sebagai pusat agama Islam, di antaranya dengan mendirikan rumah ibadah.

Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram makin berada di puncak.

Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa.

Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu.

Beberapa di antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak lagi.

Baca juga: Biografi Sultan Agung, Penguasa Mataram yang Tangkas dan Cerdas

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa kebijakan penting dalam bidang ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal dan juga moneter.

Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan.

Adapun, dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada rakyat.

Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk mengelola dana kerajaan.

Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam.

Pada saat itu, para ulama juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.

Baca juga: Perkembangan Kerajaan Pajang dan Mataram

Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya.

Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung.

Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing.

Sastra bahasa pada zaman tersebut juga makin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur.

Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.

Baca juga: Skema Struktur Birokrasi Pemerintahan Kerajaan Mataram

Masa keruntuhan

Setelah Sultan Agung Wafat, takhta kesultanan diserahkan pada putranya, Susuhunan Amangkurat I. Di bawah kepemimpinan Amangkurat I, lokasi keraton dipindahkan ke Plered. Sejak saat itu gelar Sultan diganti menjadi Sunan.

Setelah Amangkurat wafat, maka digantikan oleh Amangkurat II namun kondisi Mataram mengalami kemunduran karena banyak wilayah Mataram di bawah pengaruh VOC.

Sepeninggal Amangkurat II, kemelut mulai menghantui Kerajaan Mataram Islam akibat adanya intervensi VOC.

Intervensi ini menyulut perang antara Paku Buwono I yang didukung VOC melawan Amangkurat III yang didukung Untung Suropati.

Sayangnya, perang berakhir dengan kemenangan Paku Buwono I sehingga mulailah era pemerintahan dinasi Pakubuwono di Mataram.

Baca juga: Perjanjian Giyanti, Memecah Kerajaan Mataram Menjadi Dua

Pada masa pemerintahan Pakubuwono II diwarnai kekisruhan akibat pemberontakan Sunan Kuning maupun perlawanan masyarakat tionghoa terhadap VOC di Batavia, di mana Mataram makin berada di bawah cengkraman VOC.

Bahkan, atas campur tangan VOC Mataram dibagi dua menjadi kesultanan Yogyakarta yang diperintah oleh Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dan Kasunanan Surakarta di Solo dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono III.

Pengaruh VOC cukup besar, karena mereka kembali campur tangan menyelesaikan pertentangan antara Hamengkubuwono I dan Raden Mas Said berhadapan dengan aliansi pasukan Yogyakarta, Surakarta, serta VOC.

Kemelut ini berakhir dengan kesepakatan perjanjian Salatiga. Di mana, dalam perjanjian Kasunanan Surakarta dibagi menjadi Kasunanan Surakarta dan Mangkunegara.

Baca juga: Kondisi Surakarta Awal Abad ke-20

Pecah belah Mataram masih berlangsung semasa peralihan kekuasaan Belanda ke Inggris. Di yogyakarta terjadi perebutan takhta antara Hamengkubuwono II dan Hamengkubuwono III.

Di Tengah kemelut pasukan Inggris menyerbu masuk istana dan memaksa Hamengkubuwono II turun takhta dan dibuang ke Penang, Malaysia.

Setelah itu, Hamengkubuwono III naik takhta, namun sebagian wilayah Kesultanan Yogyakarta harus dibagi kepada Pangeran Natakusuma yang membantu Inggris dalam penyerbuan. Peristiwa ini menandai berdirinya Kasunanan Paku Alam di Yogyakarta.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi