Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Parlementer (Liberal)

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Vanya Karunia Mulia Putri
Ilustrasi perkembangan ekonomi pada masa Demokrasi Parlementer atau Demokrasi Liberal
Editor: Vanya Karunia Mulia Putri

Oleh: Rina Kastori, Guru SMPN 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi, encakup permasalahan jangka pendek dan jangka panjang.

Permasalahan jangka pendek yang dihadapi saat itu adalah tingginya jumlah uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara, permasalahan jangka panjangnya, yakni jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan yang rendah.

Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, yaitu:

Berikut uraiannya:

Gunting Syafruddin

Dalam rangka mengurangi jumlah peredaran uang dan mengatasi defisit anggaran, pada 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan penting.

Kebijakan itu berupa pemotongan nilai uang hingga setengahnya. Bertujuan mengurangi peredaran uang di masyarakat.

Baca juga: Gunting Syafruddin: Latar Belakang, Tujuan, dan Dampaknya

Sistem ekonomi Gerakan Benteng

Merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.

Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia yang didominasi perusahaan asing, dan ditopang kelompok etnik.

Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng yang bertujuan:

Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953), kurang lebih 700 perusahaan Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.

Namun, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik, dan mengakibatkan bertambahnya beban keuangan pemerintah.

Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Benteng disebabkan oleh:

  • Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non-pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal
  • Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif
  • Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah
  • Para pengusaha kurang mandiri dala, mengembangkan usahanya
  • Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar, dan menikmati cara hidup mewah
  • Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang diperoleh.

Baca juga: Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial dan Kondisi Masyarakat

Nasionalisasi perusahaan asing

Dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing, yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Indonesia.

Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, yaitu tahap pengambilalihan, penyitaan, dan penguasaan.

Tahap kedua, yaitu pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.

Finansial ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial ekonomi (Finek).

Perundingan ini dilakukan pada 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah:

  • Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  • Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, dan tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.

Baca juga: Perkembangan Ekonomi Pada Masa Orde Baru

Namun, usul Indonesia ini tidak diterima pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya.

Diawali dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda pada 13 Febuari 1956, tujuannya melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda.

Salah satu dampak pelaksanaan finek ini, banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya. Sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan tersebut.

Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya dilaksanakan antara tahun 1956 hingga 1961.

Rencana ini tidak berjalan dengan baik karena:

  • Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir 1957, dan awal 1958  yang mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan menasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia yang menimbulkan gejolak ekonomi
  • Adanya ketegangan antara pusat dan daerah, sehingga banyak daerah melaksanakan kebijakan ekonominya.

Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Sistem Ekonomi Liberal

 

Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi