Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok-Kelompok Angkatan Sastra di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Ensiklopedia Jakarta
Majalah Poedjangga Baroe yang terbit pertama kali pada tahun 1933 merupakan tanda kelahiran para sastrawan dan penyair piawai di Indonesia.
Editor: Serafica Gischa

Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi 

 

KOMPAS.com - Bangsa Indonesia memiliki beragam jenis karya sastra yang berkembang dari masa ke masa. Karya sastra menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia pada setiap masa dengan berbagai bentuk karya.

Sastra Indonesia yang berkembang, dikelompokkan berdasarkan suatu masa tertentu dengan ciri khas karya sastranya. Kemudian dikenal dengan istilah angkatan sastra.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut kelompok-kelompok angkatan sastra Indonesia, yaitu: 

Angkatan 1920 (Angkatan Balai Pustaka)

Angkatan 20-an disebut juga angkatan Balai Pustaka, karena angkatan ini dilahirkan pada tahun 1920-an.

Disebut angkatan Balai Pustaka, karena banyak karya-karya sastra pada zaman itu diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Angkatan ini disebut juga angkatan Siti Nurbaya, karena roman yang berjudul Siti Nurbaya karya marah Rusli sangat laris di pasaran pada saat itu dan banyak digemari oleh masyarakat. 

Balai Pustaka sebagai lembaga bacaan yang didirikan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1917 dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan masyarakat pada saat itu.

Karya sastra yang lahir sejak 1920-an digolongkan ke dalam sastra baru. Karya sastra pada saat itu sudah mengalami kemajuan yang amat pesat.

Karya sastra yang dihasilkan kebanyakan berbentuk sajak, roman, dan drama. Misalnya Azab dan Sengsara karya Merari Siregar tahun 1922 berbentuk roman, Tanah Air karya Moh Yamin tahun 1922 (kumpulan sajak), Airlangga karya Sanusi Pane tahun 1928 (drama sejarah), dan lain sebagainya.

Baca juga: Contoh Karya Sastra yang Berbentuk Puisi

Angkatan 1930 (Angkatan Pujangga Baru)

Nama Angkatan 30 atau Angkatan Pujangga Baru diambil dari majalah sastra yang terbit pada tahun 1933. Peran majalah Pujangga Baru sangat besar untuk memperkenalkan karya-karya sastra para pengarang pada saat itu, baik yang berbentuk sajak, cerpen, roman, atau drama.

Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh empat sekawan, yaitu Sutan takdir Ali syahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane.

Karya sastra pada zaman itu mulai berbeda karena mengalami perkembangan yang sangat pesat. Para sastrawan mulai memandang serius tentang seni mengarang, kebudayaan, dan mulai memandang jauh ke masa depan.

Menurut para sastrawan, karya sastra harus berperan dalam membangun bangsa dan negara serta masyarakat Indonesia. Mereka mempunyai semboyan seni untuk masyarakat.

Sastrawan Pada masa ini beranggapan bahwa karya sastra mereka harus dikenal luas, sehingga menjadi bagian dan diakui sebagai sastra dunia.

Karya sastra yang dihasilkan oleh angkatan Pujangga Baru di antaranya, Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana tahun 1936, Belenggu karya Armijn Pane tahun 1940, Nyanyian Sunyi karya Amir Hamzah tahun 1937 (kumpulan sajak), dan lain sebagainya.

Baca juga: Jenis-jenis Gaya Bahasa dalam Sastra dan Contohnya

Angkatan 1945 (Angkatan Chairil Anwar)

Angkatan 45 disebut juga angkatan Chairil Anwar, karena Chairil Anwar yang dianggap pelopor terbentuknya angkatan ini. Disebut juga angkatan kemerdekaan, karena lahir pada masa Indonesia baru diproklamasikan. Pemberi nama angkatan 45 adalah Rosihan Anwar.

Karya yang lahir dari angkatan ini sangat berbeda dengan angkatan sebelumnya, hal ini karena angkatan 45 dilatari dengan penjajahan bangsa Jepang yang terkenal sangat keji. Sastrawan pada angkatan ini membawa angin segar bagi perkembangan sastranya.

Sastrawan muda seperti Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani, Idrus, Rosihan Anwar, menghasilkan karya yang bertema baru dan sama sekali meninggalkan gaya sastra pada angkatan sebelumnya. Mereka bergabung dalam sebuah lembaga yang bernama Gelanggang Seniman Merdeka. 

Beberapa karya sastra yang dihasilkan angkatan 45 di antaranya, Kerikil Tajam Yang terampas dan yang luput (1949) karya Chairil Anwar, Tiga Menguak Takdir karya Rivai Apin, Cerpen Surabaya karya Idrus, dan lain sebagainya.

Baca juga: Perbedaan Sastra Suluk dan Sastra Babad

Angkatan 1953-1961

Pada masa ini kehidupan karya sastra masih baik. Namun karena kehidupan bangsa Indonesia pada umumnya pada saat itu mengalami kesulitan terutama di bidang ekonomi, maka berdampak juga terhadap kehidupan bersastranya. 

Harga kertas yang mahal menyebabkan penerbit tidak mampu lagi menerbitkan buku-buku karya sastrawan.

Maka pada saat ini terjadilah yang disebut krisis sastra walaupun kegiatan bersastra tidaklah mati. Ada beberapa karya sastra para seniman diterbitkan melalui majalah majalah. 

Maka masa ini ada yang menyebut sastra majalah, karya sastra yang dilahirkan pada masa ini antara lain, Merahnya Merah karya Iwan Simatupang (roman), Simfoni karya Subagio Sastrowardoyo (kumpulan sajak), Sejuta Matahari karya Motinggo Busye (novel), Ia Sudah Bertualang karya WS Rendra (kumpulan cerpen), dan lain sebagainya.

Baca juga: 8 Jenis Karya Sastra serta Penjelasannya

Angkatan 1966

Nama angkatan 66 diberikan oleh H.B. Yasin, lewat bukunya yang berjudul angkatan 66. Angkatan 66 lahir di tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau.

Adanya teror PKI, yang hendak mengambil alih kekuasaan membuat rakyat Indonesia sengsara di segala bidang. Baik di bidang sosial, ekonomi, maupun kebudayaan.

Karya-karya sastra angkatan 66 banyak mengandung protes terhadap keadaan pada saat itu. Dilatarbelakangi dengan sejarah bangsa Indonesia yang besar, di mana pada tahun 1965 terjadilah perebutan kekuasaan dari PKI terhadap pemerintah pada saat itu yang menyebabkan tewasnya beberapa jenderal dari Angkatan darat. 

Dari peristiwa inilah terjadi perubahan yang besar pada kehidupan rakyat Indonesia. Bangsa semakin terpuruk karena kesulitan ekonomi.

Beberapa karya sastra angkatan 66 diantaranya adalah Karangan Bunga karya Taufik Ismail (sajak), Lorong Belakang karya Bachtiar Siagian (drama), Harmoni karya Ras Siregar (roman), dan lain sebagainya.

Baca juga: Kritik Sastra: Definisi dan Tujuannya

Angkatan 1970-an

Di pertengahan tahun 1970, pasaran buku mengalami perkembangan yang sangat pesat. Para sastrawan semakin produktif menciptakan karya sastra.

Pemerintah pada saat itu mendukung penerbitan buku-buku dengan mendirikan penerbitan yang bernama Pustaka Jaya pada tanggal 17 Agustus 1972 yang dipimpin oleh Ajip Rosidi. 

Penerbit ini bertugas menyediakan buku-buku bahan bacaan. Pada tahun 1978, Pustaka Jaya berhasil menerbitkan 200 buku anak-anak, 30 kumpulan puisi, 70 novel dan sejumlah buku-buku lainnya. Maka pada saat itu semakin berkembanglah sastra Indonesia.

Beberapa karya sastra yang dihasilkan pada zaman itu di antaranya adalah Peta Perjalanan karya Sitor Situmorang tahun 1977 (kumpulan), Ular dan Kabut karya Ajip Rosidi tahun 1973, Puisi-Puisi Sepi karya Taufik Ismail tahun 1970 (kumpulan sajak), cermin karya Abdul Hadi W. M tahun 1975 (kumpulan), dan lain sebagainya.

 

Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Baca tentang
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi