PEMAHAMAN tentang siklus karbon Bumi semakin penting dalam era perubahan iklim seperti sekarang. Apakah Anda tahu bahwa sedimen laut telah menjadi salah satu reservoir utama yang berperan dalam penyimpanan karbon global?
Sedimen laut, yang mencakup dasar lautan, perairan dangkal, dan perairan dalam, terbukti menjadi reservoir yang signifikan untuk karbon organik dan anorganik. Penyimpanan karbon adalah proses alami yang mengikat karbon dari atmosfer atau ekosistem dan menyimpannya dalam reservoir tertentu. Reservoir dimaksud dapat berupa biomasa, kolom perairan, maupun sedimen.
Baca juga: Peneliti LIPI: Ekspor Pasir Laut Akan Berdampak ke Lingkungan dan Sosial
Ada tiga sumber utama produksi karbon organik dalam sedimen laut. Pertama, materi partikulat dari serasah (detritus) sisa-sisa organisme laut yang mengendap ke dasar laut melalui proses pompa karbon biologis mengikuti gaya gravitasi.
Kedua, proses diagenesis mikroorganisme yang mengubah sisa-sisa organisme menjadi materi organik yang lebih kompleks. Ketiga, input sungai dan daratan yang memberikan sejumlah signifikan karbon organik ke sedimen pesisir dan paparan benua.
Proses produksi karbon organik dalam sedimen laut juga dipengaruhi berbagai faktor seperti tingkat produktivitas primer, ketersediaan nutrien, suhu, dan kondisi oksigen di lingkungan perairan. Tingkat produktivitas primer yang tinggi di wilayah dengan nutrien yang melimpah dapat menghasilkan produksi karbon organik yang lebih besar dalam sedimen laut.
Penyimpanan Karbon Jangka PanjangKarbon organik yang terakumulasi dalam sedimen laut terisolasi dari atmosfer dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan karbon organik yang terdapat di dalam ekosistem laut yang lebih aktif secara biologis. Hal ini dikarenakan faktor-faktor seperti kurangnya oksigen, kondisi lingkungan yang lebih stabil, dan laju dekomposisi yang lebih rendah di dalam sedimen laut.
Selain karbon organik, sedimen laut juga menyimpan karbon dalam bentuk karbonat. Karbonat terbentuk melalui proses pengendapan kalsium karbonat yang berasal dari organisme laut seperti moluska, foraminifera, dan karang.
Baca juga: Menteri KKP: Ekspor Pasir Laut Tidak Diambil dari Sembarangan Lokasi
Proses itu melibatkan terserapnya karbon dioksida atmosfir ke kolom air laut, kemudian reaksi kimiawi karbon dioksida dalam air laut dan tersimpannya dalam bentuk mineral karbonat. Akumulasi karbonat dalam sedimen laut juga berkontribusi pada penyimpanan karbon jangka panjang.
Sedimen laut juga berperan dalam penyimpanan karbon geologis yang melibatkan karbonat dan karbon organik dalam skala waktu geologi yang sangat panjang. Proses pengendapan dan pengubahan sedimen laut dalam jutaan tahun dengan kondisi tekanan tinggi dapat menghasilkan pembentukan lapisan batuan yang mengandung karbon.
Emisi Karbon akibat Gangguan Sedimen LautPenelitian Atwood dkk. (2020) menyebutkan, rata-rata cadangan karbon pada lapisan permukaan sedimen laut global adalah 6.656 MgC/ km2 (mega gram karbon per kilometer persegi). Sementara itu pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) diketahui cadangan karbon sedimen adalah 6.764 MgC/ km2.
Kawasan paparan benua memiliki cadangan karbon sebanyak 18.666 MgC/ km2, hampir tiga kali lipat dari wilayah ZEE.
Atwood juga membagi distribusi cadangan karbon sedimen menjadi proporsi laut dangkal (1000 m), yang masing-masing sebesar 11.361 dan 6.186 MgC/ km2. Jika Indonesia memiliki wilayah ZEE 6,2 juta km2, maka potensi cadangan karbon yang disimpan pada area ZEE Indonesia adalah 41,7 petagram karbon.
Indonesia tercatat memiliki wilayah laut dangkal 2 juta km2. Maka, cadangan karbon sedimen pada laut dangkal Indonesia mencapai 22,7 petagram karbon.
Jika menggunakan informasi dari riset Lovelock dkk., (2017) bahwa ekosistem laut yang terganggu akan mengemisikan karbon sebesar 4 persen dari cadangan karbon semula, maka potensi pelepasan/emisi karbon dari gangguan terhadap sedimen laut dangkal adalah 454,4 MgC/ km2/tahun atau setara dengan 1.668 ton CO2/ km2/tahun.
Angka itu sangat jauh lebih besar daripada potensi penurunan emisi karbon dari proteksi dan konservasi ekosistem padang lamun yang sekitar 0,3 kg CO2/ km2/tahun (Wahyudi dkk., 2021). Apalagi, ekosistem padang lamun dan terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan terhadap re-sedimentasi dari aktivitas pengadukan sedimen laut dangkal.
Implikasi Penambangan Sedimen LautSekarang kita ketahui bahwa sedimen laut menyimpan karbon organik dan anorganik dalam jumlah yang signifikan. Selain potensi kerusakan ekosistem, gangguan proses geologis, relokasi sedimentasi dan pencemaran lingkungan, penambangan sedimen laut berpotensi mengganggu dan mempercepat pelepasan karbon yang tersimpan di dalam sedimen.
Ketika sedimen terangkat dan terganggu, karbon yang terperangkap dalam sedimen dapat dilepaskan ke dalam lingkungan, termasuk karbon organik yang rentan mengalami pelapukan/dekomposisi dan karbonat yang akan teroksidasi.
Pelepasan karbon itu dapat berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dioksida ke atmosfer dan memperburuk masalah perubahan iklim.
Penambangan pasir dari sedimen laut dangkal Indonesia berpotensi meningkatkan laju emisi karbon sebesar 1,7 kilo ton karbon dioksida per kilometer persegi per tahun. Dengan kata lain, penambangan pasir yang berpotensi mendegradasi sedimen laut sangat kontraproduktif terhadap usaha penurunan emisi karbon Indonesia.
Baca juga: KKP Siapkan Aturan Turunan PP Nomor 26 Tahun 2023 Terkait Ekspor Pasir Laut
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.