Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakaian Adat Jawa Tengah: Jenis dan Maknanya

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/svastika
Ilustrasi mempelai dengan pakaian adat Jawa Tengah dengan gaya basahan. Dalam menentukan calon jodohnya, masyarakat Jawa dikenal memegang kriteria bibit, bebet, dan bobot.
Penulis: Rahma Atillah
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Keberagaman budaya yang ada di Indonesia memiliki banyak corak dan ragam, salah satunya tercermin dari pakaian adatnya.

Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat yang berbeda-beda. Pakaian adat biasanya sering digunakan untuk memperingati hari-hari besar seperti hari kelahiran, hari kematian, hari pernikahan, bahkan hari-hari besar keagamaan.

Sebagai suatu ciri khas daerah, pakaian adat dari setiap daerah tentu memiliki model, warna, motif, hiasan, serta makna yang berbeda-beda.

Salah satu daerah yang memiliki beragam pakaian adat adalah Jawa Tengah. Ragam pakaian adat Jawa Tengah ini memiliki perbedaan dari ciri khas serta makna dan filosofi dan filosofinya antara wilayah satu dengan yang lain.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Daftar Pakaian Adat di Indonesia

Berikut ragam baju adat Jawa Tengah beserta makna dan filosofinya: 

Kain Batik

Batik bukan sekedar kain yang memiliki beragam motif, lebih dari itu ragam corak pada kain batik mengandung makna dan filosofi yang mendalam.

Filosofi dalam pola pada kain batik merupakan harapan serta doa-doa, sehingga kain batik selalu dihadirkan dalam berbagai upacara adat masyarakat Jawa.

Salah satu kain batik yang sudah banyak dikenal adalah Batik Solo. Batik Solo umumnya memiliki ciri-ciri pola tradisional dalam batik capnya maupun batik tulisnya.

Adapun ragam kain batik solo beserta maknanya, yaitu:

Baca juga: 10 Motif Batik Daerah dan Filosofinya

Kebaya Jawa Tengah

Kebaya Jawa Tengah seringkali digunakan dalam acara pernikahan oleh mempelai wanita. Keelokan kebaya diselaraskan dengan bentuk tubuh yang memakainya.

Dalam filosofi Jawa, kebaya melambangkan kesabaran, kepatuhan, kehalusan, serta sifat lemah lembut seorang perempuan.

Bentuk kebaya yang disesuaikan dengan bentuk tubuh berarti bahwa seorang perempuan Jawa harus bisa menyesuaikan dan menjaga dirinya dimanapun ia berada.

Baca juga: Keunikan Kebaya Kesatrian Yogayakarta

Jawi Jangkep

Jawi Jangkep merupakan setelan baju adat Jawa yang dikhususkan untuk pria, di mana penggunaannya sama seperti kebaya yang harus dilapisi oleh kain jarik sebagai bawahannya. 

Bukan hanya sekedar setelan, Jawi Jangkep juga mengandung makna bagi pemakainya. Kancing yang terdapat pada pakaian Jawi Jangkep memiliki makna bahwa segala tindakan yang akan kita lakukan harus diperhitungkan lebih cermat lagi.

Kain Jarik

Kain jarik biasa dipergunakan sebagai bawahan, baik untuk perempuan ataupun untuk laki-laki. Sebagai bawahan, maka penggunaanya cukup sederhana yaitu dengan cara dililitkan pada bagian pinggang.

Bagi wanita, kain jarik melambangkan sebuah batasan, yakni seorang perempuan harus dapat diatur, taat, mudah dibimbing, serta lemah lembut.

Sedangkan bagi pria, kain jarik melambang batasan, di mana seorang pria harus mampu bertanggung jawab penuh atas kehidupannya.

Baca juga: Baju Jawi Jangkep dan Kebaya, Pakaian Tradisional Jawa Tengah

Basahan

Basahan merupakan setelan yang digunakan untuk pengantin pada acara pernikahan adat Jawa. Mempelai wanita menggunakan kain batik yang dililitkan pada tubuh seperti kemben, dengan bawahan menggunakan dodot disertai riasan Paes Ageng Kanigaran.

Sementara mempelai pria hanya menggunakan dodot sebagai bawahan, tanpa menggunakan atasan atau bertelanjang dada, disertai dengan kuluk dan keris.

Umumnya Basahan dilengkapi dengan aksesoris sebagai pelengkap, seperti kalung, gelang tangan, gelang kaki, dan sebagainya.

Basahan bukan hanya sekedar baju adat Jawa yang digunakan pada acara pernikahan, lebih dari itu Basahan megandung makna yang mendalam. Dengan menggunakan pakaian ini, pengantin dianggap telah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selain itu, Basahan juga mengandung harapan agar mempelai dapat menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera, bahagia, serta berjalan selaras dengan alam.

Baca juga: Mengenal Upacara Perkawinan Adat Jawa

Beskap

Pada awalnya, beskap merupakan bagian dari pakaian Jawi Jangkep, namun seiring berjalannya waktu, beskap sering kali dipakai secara terpisah.

Makna dan filosofi beskap adalah, seorang pria diharapkan mampu menjadi manusia yang selalu bertaqwa kepada tuhan.

Kuluk

Kuluk berfungsi sebagai penutup kepala untuk pria, dengan struktur yang kaku dan agak tinggi serta dilapisi kain beludru berwarna hitam. Pada bagian sisinya dihiasi manik-manik berwarna kuning keemasan.

Kuluk digunakan sebagai pelengkap dari Basahan atau Kanigaran. Dahulu kuluk hanya dipakai oleh para raja atau sultan, namun seiring berjalannya waktu kini kuluk banyak dipergunakan oleh pria pada saat acara pernikahannya.

Karena awalnya kuluk hanya dipakai oleh para raja atau para sultan, maka kuluk melambangkan kekuasaan yang dipegang oleh seorang raja.

Keris

Keris adalah salah satu senjata tradisional Jawa Tengah yang digunakan sebagai pelengkap pakaian adat pria. 

Dalam pembuatannya, keris memiliki makna yang mendalam. Gagang keris dibuat menghadap ke kanan sebagai lambing kecenderungan pada kebenaran.

Kemudian ujung gagangnya sedikit menunduk, sebagai pertanda kerendahan hati manusia yang membawanya.

Baca juga: Senjata Tradisional Jawa Tengah dan Yogyakarta

Surjan

Pada awalnya, Surjan hanya diperuntukan khusus untuk anggota kerajaan yang berasal dari bangsawan atau abdi dalem. Namun saat ini Surjan biasanya digunakan untuk acara yang bersifat resmi.

Surjan disebut juga sebagai pakaian takwa, oleh sebab itu segala hal yang melapisi Surjan memiliki makna yang mendalam.

Tiga pasang kancing yang terdapat pada bagian leher sebagai lambing 6 rukun iman dan dua buah kancing di dada bagian kanan dan kiri melambangkan kalimat syahadat.

Tiga buah kancing di dalam bagian dada memiliki makna bahwa nafsu manusia harus dapat dikendalikan, dan lima buah kancing pada lengan kanan dan kiri melambangkan 5 rukun islam.

Blangkon

Blangkon memiliki fungsi yang sama dengan kuluk, yaitu sebagai penutup kepala pada pria. Yang berbeda adalah penggunaan blangkon dapat dipakai pada acara formal maupun non-formal.

Blangkon terbuat dari kain bermotif batik yang dilipat, dililit, kemudian dijahit sehingga menjadi penutup kepala, dengan bagian belakang menonjol atau disebut dengan mondolan.

Mondolan pada blangkon berarti bahwa setiap umat beragama hanya menyembah satu Tuhan, dan 2 ikatan di samping mondolan menjadi simbol 2 kalimat syahadat.

Blangkon bukan hanya sekedar penutup kepala, lebih dari itu blangkon mengandung makna simbolik yaitu pengharapan dalam bobot nilai-nilai hidup.

 

(Sumber: KOMPAS.com/Puspasari Setyaningrum)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi