KOMPAS.com - Pesta demokrasi atau Pemilihan Umum (Pemilu) sudah selesai digelar pada Rabu, 14 Februari 2024.
Pada momen tersebut, beredar isilah "silent majority" yang sempat disampaikan oleh Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Menurut dia, silent majority akan bergerak jika tekanan dan ketidakadilan terus terjadi.
Baca juga: Penjelasan Istilah Kejahatan Siber Untuk Mendapatkan Identitas
Lalu, apa arti dari istilah "silent majority"?
Dilansir dari buku Kamus Oxford, silent majority adalah sekelompok besar orang di suatu negara yang tidak menyatakan pendapat tentang sesuatu atau tidak mengungkapkan pendapatnya secara terbuka.
Dalam Bahasa Indonesia, silent majority dikenal sebagai mayoritas yang diam.
Selain itu, silent majority juga berarti suatu kelompok atau masyarakat yang tidak secara aktif berpartisipasi dalam perdebatan atau demonstasi, namun memiliki pendapat atau sikap yang serupa.
Meskipun mereka tidak terlalu vokal, mereka dianggap sebagai kekuatan meyoritas yang mendasari suatu posisi atau pandangan.
Adapun istilah ini biasa digunakan dalam politik untuk merujuk kepada massa yang tidak terwakili dalam media atau arena politik yang aktif.
Baca juga: Pengertian Istilah 7C Komunikasi Efektif, Apa Itu?
Sejarah singkat penggunaan silent majority
Dikutip dari Miller Center, istilah silent majority awalnya dipopulerkan oleh Presiden AS Richard Nixon dalam pidatonya di televisi pada 3 November 1969.
Saat itu, Nixon meyakinkan rakyat AS bahwa dia mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mendorong perdamaian dan mengakhiri Perang Vietnam.
Dia tidak menganjurkan penarikan pasukan, melainkan merundingkan perdamaian.
Presiden tetap bersimpati pada seruan Amerika untuk perdamaian namun terus maju dengan niat teguh untuk mengakhiri perang dan menjamin stabilitas di Vietnam Selatan.
Baca juga: Shopping, Mengenal Istilah Belanja dalam Bahasa Inggris
Dampak silent majority
Sikap membisu mayoritas memunculkan banyak dampak negatif, misalnya, terlihat dalam hal korupsi yang mengakibatkan penyakit ini tetap menjadi salah satu masalah besar dan serius.
Selama bertahun-tahun, rakyat umumnya hanya diam melihat dan mengalami korupsi yang merajalela sejak tingkat paling bawah sampai tingkat atas birokrasi.
Alih-alih bersuara lantang menentang, mayoritas warga memilih diam dan permisif atau merestui (condoning) serta menerima korupsi dalam berbaai bentuknya. Hasilnya, korupsi seolah menjadi budaya yang sangat sulit diberantas.
Dampak negatif lain juga terlihat dalam kehidupan keagamaan. Banyak bukti historis dan empiris yang memperlihatkan, kaum Muslim yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia adalah umat beriman yang inklusif akomodatif.
Baca juga: Daftar Istilah 15 Asas Hukum beserta Artinya
Namun, berbagai perkembangan hampir dua dasawarsa ini menunjukkan meningkatnya sikap tidak toleran di sebagian warga atas nama agama. Intoleransi itu meruyak, baik intra-agama maupun antar-agama.
Menghadapi gejala tidak menguntungkan ini, mayoritas umat beragama—khususnya pemimpin arus utama—lebih banyak berdiam diri. Jika ada yang bersuara, nadanya tidak cukup tegas dan lantang sebagai peringatan (warning) untuk mencegah keadaan lebih buruk.
Problemnya adalah mayoritas warga yang diam menghadapi masalah dan kendala yang membuat mereka tidak bisa menembus kebisuan. Akibatnya, mereka sering menjadi buih, terombang-ambing terseret arus.
Itulah pengertian dan dampak dari silent majority.
Baca juga: Perbedaan Istilah Woods, Forest, dan Jungle dalam Bahasa Inggris
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.