KOMPAS.com - Istilah "tembung candrane" atau "panyandra perangane awak" digunakan untuk menggambarkan tubuh manusia.
Tembung ini biasanya menggunakan bentuk obyek atau sesuatu lainnya saat menggambarkannya.
Tembung panyandra sebenarnya dapat menggambarkan perilaku atau kondisi alam serta fisik manusia.
Mari, Kita simak lebih lengkap mengenai tembung candrane perangan awak!
Ciri-ciri tembung panyandra
Panyandra memiliki beberapa karakteristik berikut:
- Dalam sastra Jawa tradisional, "panyandra" berarti "ibarat" untuk menggambarkan bagian tubuh, keadaan alam, atau keadaan hewan. Misalnya, bagian tubuh seperti rambut, hidung, pipi, dan mata.
- Membuat perbandingan. Dengan kata lain, ada dua obyek yang disebut sebagai pembanding dan yang dibandingkan.
- Menggambar dengan menggunakan dengan melebih-lebihkan artinya.
Baca juga: Ayahane Tembung Bahasa Jawa
Fungsi panyandra
Kata kata indah "panyandra" digunakan untuk menggambarkan lingkungan yang diceritakan atau dihadapi.
Dengan menggunakan kesustraan Jawa yang tinggi, kata-kata ini disampaikan kepada semua yang mendengar dan melihat dengan tujuan menggambarkan keindahan, kecantikan, dan keadaan alam.
Perumpamaan bahasa yang digunakan untuk sesuatu yang benar-benar asli jauh lebih indah daripada yang sedang terjadi.
Sementara itu, panyandra manten atau panyandra temanten sangat penting dalam upacara pengantin Jawa.
Kehidupan dan kematian acara pengantin adat Jawa ditentukan oleh bagaimana penata acara mengolah kata selama acara. Dengan kata lain, menggunakan tembung panyandra.
Macam-macam tembung panyandra
Berdasarkan obyek yang digambarkan, jenis panyandra terdiri dari beberapa macam, di antaranya:
Candrane awak (Menggambarkan tubuh manusia)Pada macam panyandra ini, bagian tubuh manusia dijadikan obyek secara khusus.
Misalnya membuat panyandra tentang bagian tubuh pipi, kulit, hidung, rambut, gigi, tangan dan kaki. Contoh:
- Drijine mucuk eri.
- Payudarane nyengkir gadhing.
- Godheke ngudhup turi.
- Lengene nggendhewa pinenthang.
- Dedege pideksa (ngringin sungsang).
Jenis panyandra ini adalah perbandingan tingkah laku seseorang dengan obyek pembanding. Contoh:
- Tandange cukat trengginas kaya jangkrik mambu kili.
- Sumbare kaya bisa mutungake wesi gligen.
- Bungahe kaya ketiban daru.
- Lampahe mendheg-mendheg kaya sato manggih krama.
- Polahe wong kaya gabah den interi.
Dalam bahasa Jawa, seseorang yang sedang marah di umpamakan dengan sesuatu menggunakan panyandra.
Jadi, dalam bahasa Jawa ada istilah-istilah tertentu yang digunakan sebagai perumpaan orang yang sedang marah. Contoh:
- Kumedhot padoning lathi.
- Waja gathik.
- Idep mangada-ada.
- Imba tepung lir kupu tarung.
- Netra andik angatirah.
Ternyata pada bahasa Jawa, bukan hanya ada ada perumpamaan untuk orang marah saja.
Namun, juga ada perumpamaan untuk orang yang minum juga menggunakan tembung panyandra. Contoh:
- Eka padma sari.
- Dwi amartani.
- Tri kawula busana.
- Catur wanara rukem.
- Panca sura panggah
Baca juga: Tembung Wilangan Saperangan Bahasa Jawa
Candrane mangsa (Menggambarkan kondisi musim)Pada bahasa Jawa, kondisi musim juga ada perumpamaannya. Contoh:
- Rasa mulya kasucen = candrane mangsa kanem. Tegese: ungsum who – wohan mirasa
- Wisa kentar ing maruta = candrane mangsa kapitu. Tegese: akeh lelara
- Ajrah jroning kayun = candrane mangsa kawolu. Tegese: mangsane kucing gandhik
- Wedharing wacana mulya = candrane mangsa kasongo. Tegese: mangsane gareng muni, gangsir ngenthir
- Gedhong minep jroning kalbu = candrane mangsa sepuluh. Tegese: akeh kewan meteng, manuk ngendhok
Referensi:
- Drs. Imam Sutardjo, M. (2014). Kawruh Basa saha Kasusastran Jawi. Surakarta: Bukutujju.
- Raharjo, S. H. (n.d.). Kawruh Basa Jawa Pepak. Semarang: CV. Widya Karya.