KOMPAS.com - Pronomina adalah kata yang berfungsi untuk menggantikan nomina. Pronomina tidak bisa berafiksi tetapi dapat direduplikasi.
Pronomina merupakan salah satu kelas unsur dalam bahasa yang maknanya akan diterangkan dengan mengacu pada koordinat-koordinat deiksis situasi ujaran.
Dalam bahasa Jawa, kata ganti persona atau pronomina person disebut dengan istilah tembung sesulih purusa.
Tembung sesulih purusa sebagai tembung kang bisa digunakake kanggo nyulih uwong, kata yang dapat digunakan untuk menggantikan orang.
Selanjutnya, tembung sesulih purusa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: utama purusa sebagai kata ganti persona utama, madyana purusa atau kata ganti pesona kedua, dan pratama purusa sebagai kata ganti persona ketiga.
Baca juga: Macam-macam Bahasa Jawa Krama
Berikut penjelasannya!
Utama purusa
Kata ganti persona adalah kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, kata ganti persona pertama merujuk pada orang yang sedang berbicara. Kata ganti persona pertama atau utama purusa tunggal dalam Bahasa Jawa memiliki beberapa bentuk, antara lain aku, kula, ingsun, adalem, dan abdi dalem.
Adapun dalam bentuk jamak hanya ada dua macam bentuk, yaitu kawula dan kita. Mengingat bahwa dalam Bahasa Jawa terdapat sistem udha-usuk basa, maka dalam menggunakan bentuk-bentuk persona harus memperhatikan konteks tertentu pula.
Bentuk pronomina persona aku akan tepat penggunaannya apabila diterapkan pada konteks ngoko.
Adapun dalam konteks madya dan krama dapat digunakan bentuk-bentuk pronomina tertentu digunakan atau diterapkan pada konteks tertentu pula, adapun dalam konteks madya dan krama dapat digunakan bentuk-bentuk pronomina persona seperti: kula, adalem, abdi dalem (tunggal), kawula, dan kita (jamak).
Khusus untuk bentuk persona ingsun, bentuk persona ini hanya digunakan oleh penutur tertentu dengan status sosial yang tinggi atau dianggap terpandang dalam masyarakat, misalnya golongan bangsawan keraton.
Pronomina dapat mengacu pada diri sendiri (persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (persona ketiga). Kata ganti persona pertama (utama purusa) memiliki bentuk ringkas berupa dak- (tak-), kok- (ko-), mang-, -ku, -e, dan –mu.
Bentuk ringkasan pronomina terikat (klitika). Bentuk klitika dak-/tak-ko-/kok dan mang-. Dalam kategori proklitik, sementara –ku. –mu, dan –e.
Madyama purusa
Bentuk pronomina persona kedua (madyama purusa) merujuk pada orang yang diajak bicara. Bentuk tunggal madyama purusa cukup bervariasi, misalnya: kowe, sampeyan, jengandika, ndika, nandalem, samang, slirane, awake, panjenengan, dan sira.
Adapun dalam bentuk jamaknya hanya ada dua macam bentuk, yaitu kowe kabeh dan panjenengan sedaya.
Bentuk pronomina persona kedua kowe, awake, sira (tunggal) atau kowe kabeh (jamak) digunakan dalam konteks ujaran ngoko. Sedangkan dalam konteks ujaran madya dapat digunakan bentuk persona sampeyan, jengandika, ndika, dan samang.
Adapun bentuk persona panjenengan, nandalem serta panjenengan sedaya digunakan dalam konteks ujaran karma.
Pronomina persona sesungguhnya tidak masuk dalam kategori utama purusa atau kata ganti persona pertama, melainkan termasuk madyama purusa atau kata ganti persona pertama, melainkan termasuk madyama purusa atau kata ganti persona kedua.
Persona dalam berarti-mu (kamu), bukan ‘aku’ atau kula ‘saya’. Persona yang menyaran pada ‘aku’ atau kula yaitu adalem ‘saya’.
Kata adalem berasal dari kata yang berarti dudu ‘tidak’dan dalem ‘kamu’ yang berarti kowe ‘kamu’. Jadi, adalem berarti dudu kowe ‘kamu’ bukan kamu melainkan aku.
Pratama purusa
Bentuk pronomina persona ketiga dalam bahasa jawa atau yang disebut dengan pratama purusa hanya ada dalam bentuk jamak kata ganti persona ketiga dalam bahasa jawa tidak ditemukan. Bentuk pronomina person yang biasa digunakan dalam konteks ngoko antara lain: dheweke, dheke, atau dheknen.
Adapun dalam konteks ujaran madya dan karma digunakan bentuk pronomina person piyambak dan piyambakipun. Bentuk pronomina person ketiga ini merujuk pada orang yang berada diluar pembaca dan lawan bicara jadi, pronomina person ketiga merujuk pada subjek yang dibicarakan.
Selain bentuk sesulih purusa seperti tersebut diatas, dalam bahasa jawa terdapat bentuk pronomina lain yang memiliki fungsi sama dengan sesulih purusa yaitu menggantikan persona.
Bentuk pronomina yang dimaksud adalah sesulih pandarbe (pronomina posesif), sesulih panyilah (pronomina relatif), dan sesulih sadhengah (pronomina identerminatif).
Bentuk sesulih pandarbe atau kata ganti empunya dapat dipilih menjadi dua, yaitu sesulih pandarbe yang berbeda didepan kata (proklitik) dan sesulih pandarbe yang berbeda dibelakang kata (enklitik).
Bentuk yang termasuk proklitik antara lain Dak_/tak dan ko-/kok- adapun bentuk enklitik yaitu –ku, -mu, dan –e. Sesulih panyilah atau kata ganti penghubung (pronomia relatif) adalah kata yang menggantikan tembung aran (nomina) yang berbeda pada inti kalimat.
Bentuk dari sesulih panyilah yaitu sing dan kang yang dugunakan dalam konteks ngoko serta ingkang digunakan dalam konteks karma.
Baca juga: Bentuk Krama Desa dalam Bahasa Jawa
Referensi:
- Winiharti, M. (2021). Tipologi Pronomina Persona dalam Bahasa Jawa, Sunda dan Madura. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 10(2), 252-260.
- Wilian, S. (2006). Tingkat tutur dalam bahasa Sasak dan bahasa Jawa. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 8(1), 3.