Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deiksis Bahasa Jawa: Pengertian dan Contoh

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/ElizaNavianaDamayanti
Deiksis merupakan salah satu cara untuk mengacu hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi pembicara.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Dalam peristiwa berbahasa seringkali digunakan kata ataupun frasa yang maknanya merujuk pada bentuk yang merujuk artinya, sebuah kata atau frasa dapat memiliki rujukan lebih.

Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi pembicara, serta saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu.

Perpindahan leksem deiksis disebabkan oleh pengaturan leksem tersebut oleh pembicara, bukan oleh apa yang dimaksudkan si pembicara.

Deiksis adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa, seperti kata tunjuk, pronomia yang referennya bergantung pada identitas penutur.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumber lain menerangkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau kontruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan.

Sejalan dengan asumsi diatas, menyatakan bahwa deiksis merupakan salah satu cara untuk mengacu hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi pembicara.

Baca juga: Sintaksis (Widya Ukara) Bahasa Jawa

Mari, Kita belajar mengenai pengertian dan jenis deiksis Bahasa Jawa!

Pengertian deiksis bahasa Jawa

Kata deiksis itu sendiri berasal dari kata yunani deiktikos yang berarti hal yang di tunjukkan secara langsung. Istilah tersebut telah menjadi istilah teknis teori bahasa untuk menangani ciri-ciri penentuan bahasa yang berhubungan dengan waktu dan tempat ujaran.

Pertunjukan dalam deiksis digunakan untuk menghindari pengulangan kata atau frasa yang telah dipakai sebelumnya.

Dengan demikian, penuturan menjadi lebih variatif sehingga penggunaan deiksis dalam tuturan merupakan bentuk pemilihan gaya bahasa. Perujukan atau penunjukkan yang ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya disebut anafora.

Anafora merupakan akibat dari pola penyusunan konstituen-konstituen bahasa secara linier. Adapun pertunjukan yang ditujukan pada bentuk yang akan disebutkan kemudian disebut dengan katafora

Jenis-jenis deiksis bahasa Jawa

Pada kajian pragmatik terdapat beberapa kriteria dalam pengklasifikasian deiksis. Berikut jenis-jenis deiksis bahasa Jawa:

Menurut Nababan

Nababan membedakan deiksis atas lima macam, yaitu:

Menyatakan bahwa persona pertama adalah kategorisasi rujukan pembicara pada dirinya sendiri, persona kedua ialah katregori rujukan kepada sesorang (atau lebih) pendengar atau si alamat dan person ketiga adalah kategorisasi rujukan kepada orang atau benda yang bukan pembica atau lawan bicara.

Menurut Sasangka

Sasangka membagi deiksis menjadi 6, yaitu:

  • Tembung sesulih purusa ‘kata ganti orang’
  • Tembung sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’
  • Tembung sesulih panuduh ‘kata ganti petunjuk’
  • Tembung sesulih pitakon ‘kata ganti penanya’
  • Tembung sesulih panyilah ‘kata ganti penghubung’
  • Tembung sesulih sadhengah ‘kata ganti tak tentu’

Bentuk sesulih purusa atau pronomina persona digunakan untuk mengganti orang misalnya, aku ‘saya’, kita ‘kowe’, kamu, dheweke ‘dia, awake ‘kamu’, sira ‘kamu’, piyambakipun ‘kamu’, panjenengan sadaya ‘kamu semua’.

Tembung sesulih purusa kata ganti orang dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  • Utama purusa ‘kata ganti orang pertama’
  • Madyama purusa ‘kata ganti orang kedua’
  • Pratama purusa ‘kata ganti orang ketiga’

Adapun sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  • Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ yang berada didepan kalimat.
  • Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya yg berada dibelakang kalimat.

Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ didepan kalimat disebut proklitik sedangkan yang dibelakang disebut enklitik. Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ yang berwujud sebagian besar ada pada ragam ngoko.

Adapun dalam ragam krama (krama madya) terdapat satu bentuk, yaitu mang- ‘kamu’. Tembung sesulih pandarbe dak- ‘kamu’, mang- ‘kamu’, -ku ‘-ku’ dan –mu ‘-mu’ dalam bahasa krama akan berubah menjadi panjenengan ‘kamu’. Klitik –mu ‘yang’ terkadang berubah menjadi ingkang ‘kamu’ dalam ragam krama.

Baca juga: Teori Morfologi (Widya Tembung) Bahasa Jawa

Referensi:

  • Wijayanti, K. D. (2019). Deiksis Persona dan Kekuatan Kata dalam Mantra Berbahasa Jawa. JISABDA: Jurnal Ilmiah Sastra dan Bahasa Daerah, Serta Pengajarannya, 1(2), 47-74.
  • Yandi, F. D. A. K., & Triastuti, Y. (2016). Analisis Deiksis Dalam Bahasa Jawa Dialek Semarang Dan Dialek Pekalongan Kajian Pragmatik. eprints.undip.ac.id
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi