KOMPAS.com - Dalam peristiwa berbahasa seringkali digunakan kata ataupun frasa yang maknanya merujuk pada bentuk yang merujuk artinya, sebuah kata atau frasa dapat memiliki rujukan lebih.
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi pembicara, serta saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu.
Perpindahan leksem deiksis disebabkan oleh pengaturan leksem tersebut oleh pembicara, bukan oleh apa yang dimaksudkan si pembicara.
Deiksis adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa, seperti kata tunjuk, pronomia yang referennya bergantung pada identitas penutur.
Sumber lain menerangkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau kontruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan.
Sejalan dengan asumsi diatas, menyatakan bahwa deiksis merupakan salah satu cara untuk mengacu hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi pembicara.
Baca juga: Sintaksis (Widya Ukara) Bahasa Jawa
Mari, Kita belajar mengenai pengertian dan jenis deiksis Bahasa Jawa!
Pengertian deiksis bahasa Jawa
Kata deiksis itu sendiri berasal dari kata yunani deiktikos yang berarti hal yang di tunjukkan secara langsung. Istilah tersebut telah menjadi istilah teknis teori bahasa untuk menangani ciri-ciri penentuan bahasa yang berhubungan dengan waktu dan tempat ujaran.
Pertunjukan dalam deiksis digunakan untuk menghindari pengulangan kata atau frasa yang telah dipakai sebelumnya.
Dengan demikian, penuturan menjadi lebih variatif sehingga penggunaan deiksis dalam tuturan merupakan bentuk pemilihan gaya bahasa. Perujukan atau penunjukkan yang ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya disebut anafora.
Anafora merupakan akibat dari pola penyusunan konstituen-konstituen bahasa secara linier. Adapun pertunjukan yang ditujukan pada bentuk yang akan disebutkan kemudian disebut dengan katafora
Jenis-jenis deiksis bahasa Jawa
Pada kajian pragmatik terdapat beberapa kriteria dalam pengklasifikasian deiksis. Berikut jenis-jenis deiksis bahasa Jawa:
Menurut NababanNababan membedakan deiksis atas lima macam, yaitu:
- Deiksis persona
- Deiksis tempat
- Deiksis waktu
- Deiksis wacana
- Deiksis sosial
Menyatakan bahwa persona pertama adalah kategorisasi rujukan pembicara pada dirinya sendiri, persona kedua ialah katregori rujukan kepada sesorang (atau lebih) pendengar atau si alamat dan person ketiga adalah kategorisasi rujukan kepada orang atau benda yang bukan pembica atau lawan bicara.
Menurut SasangkaSasangka membagi deiksis menjadi 6, yaitu:
- Tembung sesulih purusa ‘kata ganti orang’
- Tembung sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’
- Tembung sesulih panuduh ‘kata ganti petunjuk’
- Tembung sesulih pitakon ‘kata ganti penanya’
- Tembung sesulih panyilah ‘kata ganti penghubung’
- Tembung sesulih sadhengah ‘kata ganti tak tentu’
Bentuk sesulih purusa atau pronomina persona digunakan untuk mengganti orang misalnya, aku ‘saya’, kita ‘kowe’, kamu, dheweke ‘dia, awake ‘kamu’, sira ‘kamu’, piyambakipun ‘kamu’, panjenengan sadaya ‘kamu semua’.
Tembung sesulih purusa kata ganti orang dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Utama purusa ‘kata ganti orang pertama’
- Madyama purusa ‘kata ganti orang kedua’
- Pratama purusa ‘kata ganti orang ketiga’
Adapun sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ yang berada didepan kalimat.
- Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya yg berada dibelakang kalimat.
Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ didepan kalimat disebut proklitik sedangkan yang dibelakang disebut enklitik. Sesulih pandarbe ‘kata ganti empunya’ yang berwujud sebagian besar ada pada ragam ngoko.
Adapun dalam ragam krama (krama madya) terdapat satu bentuk, yaitu mang- ‘kamu’. Tembung sesulih pandarbe dak- ‘kamu’, mang- ‘kamu’, -ku ‘-ku’ dan –mu ‘-mu’ dalam bahasa krama akan berubah menjadi panjenengan ‘kamu’. Klitik –mu ‘yang’ terkadang berubah menjadi ingkang ‘kamu’ dalam ragam krama.
Baca juga: Teori Morfologi (Widya Tembung) Bahasa Jawa
Referensi:
- Wijayanti, K. D. (2019). Deiksis Persona dan Kekuatan Kata dalam Mantra Berbahasa Jawa. JISABDA: Jurnal Ilmiah Sastra dan Bahasa Daerah, Serta Pengajarannya, 1(2), 47-74.
- Yandi, F. D. A. K., & Triastuti, Y. (2016). Analisis Deiksis Dalam Bahasa Jawa Dialek Semarang Dan Dialek Pekalongan Kajian Pragmatik. eprints.undip.ac.id