KOMPAS.com - Rumah Joglo menjadi rumah adat di Pulau Jawa, salah satunya Jawa Tengah. Bagian luar Joglo yang disebut pendhapa Joglo memiliki atap yang menjulang berbentuk seperti gunungan, biasanya orang Jawa menyebutnya penuwun.
Pada bagian tengah joglo terdapat struktur penyangga bagian atas, bernama saka guru, berupa bahan kayu berjumlah empat dengan formasi persegi.
Bagian bawah saka guru ditopang umpak atau bebatur dari bahan batu. Apabila dicermati, struktur dan bentuk rumah joglo sama dengan struktur dan bentuk candi Hindu.
Makna rumah Joglo
Bangunan tradisi atau rumah adat merupakan salah satu wujud budaya yang bersifat konkret. Konstruksi bangunan rumah joglo yang khas dengan fungsi disetiap bagian yang berbeda mengandung unsur filosofis yang berhubungan dengan nilai-nilai religi, kepercayaan, norma, dan nilai budaya adat etnis Jawa. Selain itu, joglo juga memiliki makna historis yang perlu dipelihara dan dilestarikan.
Rumah tradisi Jawa masih dapat ditemukan pada Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Di mana daerah tersebut mempunyai iklim tropis sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang beriklim tropis.
Salah satu bentuk penyesuaian terhadap kondisi tersebut adalah dengan membuat teras depan yang luas, terlindung dari panas matahari oleh atap gantung yang lebar, mengembang kesegala sudut yang terdapat pada atap joglo.
Rumah tradisi Jawa yang bentuknya beraneka ragam mempunyai pembagian ruang yang khas, yaitu terdiri atas pendhapa, pringgitan, dan dalem.
Penerapan prinsip penataan ruang rumah Joglo
Penataan ruang dalam Joglo diperlukan prinsip atau pola penataan ruang. Setiap ruangan memiliki perbedaan nilai, ruang bagian depan bersifat umum (publik), dan bagian belakang bersifat khusus (pribadi/privat).
Uniknya, setiap ruangan dari bagian teras pendhapa sampai bagian belakang (pawon dan pekiwan) tidak hanya memiliki fungsi tetapi juga berhubungan dengan unsur filosofi hidup etnis Jawa.
Unsur kepercayaan terhadap dewa diwujudkan dengan ruang pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga) sesuai dengan mata pencaharian masyarakat Jawa (petani agraris).
Ruang tersebut disebut krobongan, yaitu kamar yang selalu kosong, namun lengkap dengan ranjang, kasur, bantal, dan guling, dan dapat juga digunakan untuk malam pertama bagi pengantin.
Krobongan merupakan ruang khusus yang dibuat sebagai penghormatan terhadap Dewi Sri yang dianggap sangat berperan dalam semua sendi kehidupan masyarakat Jawa.
Berikut pembagiannya menurut prinsip skala horizontal dan vertikal:
Prinsip skala horizontalDalam skala horisontal pembagian ruang rumah terdiri lima ruang. Ruang dalem posisinya tepat di tengah, diapit bagian depan oleh ruang pendhapa-pringgitan, dan diapit bagian belakang oleh ruang gadri–pawon.
Sementara bagian kiri dan bagian kanan ruang dalem terdiri ruang gandhok kiri dan gandhok kanan.
Struktur ini merupakan transformasi dari struktur alam (kosmologi) berupa empat arah mata angin, yaitu: (U) utara, (S) selatan, (T) timur dan (B) barat, dan satu titik pusat di tengah, yang merupakan persinggungan ke empat arah mata angin tersebut. Dalam terminologi Jawa struktur ini disebut papat kiblat lima pancer.
Prinsip skala vertikalStruktur vertikal dalam pandangan hidup orang Jawa secara alamiah (kosmologis) diambil dari Serat Wirid Hidayat Jati. Tataran tujuh dari bawah ke atas seperti tercermin dalam struktur alam yaitu, tanah, air, api, udara, ether, ajna, dan roh.
Tataran Serat Wirid Hidayat Jati yang menggambarkan proses tahapan kesempurnaan dumadining dzat dari bawah ke atas terdiri dari kijab atau dinding jalal, darah, dammar, roh, kaca, nur, dan kaju.
Unsur budaya seperti rumah tradisional Jawa tersusun dalam tiga struktur secara vertikal, yaitu atas, tengah, dan bawah.
Tataran tujuh pada rumah tradisional Jawa dari bawah ke atas berturut-turut sebagai berikut: pondasi, bebatur, saka guru, sunduk kili, tumpangsari, ander, dan mala.
Baca juga: Rumah Joglo Jawa Tengah
Referensi:
- Djono, D., Utomo, T. P., & Subiyantoro, S. (2012). Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Humaniora, 24(3), 269-278.
- Prihatmaji, Y. P. (2007). Perilaku Rumah Tradisional Jawa "Joglo" terhadap Gempa. DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment), 35(1), 1-12.