KOMPAS.com - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradoks adalah pernyataan yang tampaknya bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi sebenarnya mengandung kebenaran di baliknya.
Untuk memahami paradoks secara lebih mendalam, berikut penjelasannya:
Pengertian paradoks
Istilah paradoks berasal dari bahasa Yunani, paradoxon yang berarti bertentangan dengan harapan, kepercayaan yang ada, atau opini umum.
Paradoks sering digunakan sebagai elemen bahasa yang menarik karena mendorong pembaca untuk berpikir secara mendalam dan kritis terhadap suatu pernyataan.
Paradoks menunjukkan situasi yang tampaknya saling bertentangan tetapi, pada kenyataannya, mengandung unsur kebenaran.
Fenomena ini timbul dari premis-premis yang dianggap benar, yang akhirnya membawa pada kesimpulan yang mengandung konflik atau kontradiksi.
Paradoks juga berfungsi sebagai gaya bahasa yang efektif, terutama dalam karya sastra, untuk menarik perhatian pembaca dan memprovokasi pemikiran lebih dalam terhadap suatu konsep atau ide.
Baca juga: Contoh Majas Paradoks
Contoh paradoks
Berikut beberapa contoh paradoks yang sering dijadikan ilustrasi:
- Grandfather Paradox
Pertanyaan: "Apa yang akan terjadi jika Anda kembali ke masa lalu dan membunuh kakek Anda?"
Penjelasan:
Jika Anda membunuh kakek, maka orangtua Anda tidak akan lahir, sehingga Anda juga tidak akan lahir.
Namun, jika Anda tidak lahir, bagaimana Anda bisa kembali ke masa lalu untuk melakukan tindakan tersebut?
- Unstoppable Force Paradox
Pertanyaan: "Apa yang terjadi ketika sebuah benda yang tidak bisa dihentikan bertemu dengan benda yang tidak bisa digerakkan?"
Penjelasan:
Paradoks ini menciptakan kontradiksi logis karena kedua kondisi tidak mungkin ada secara bersamaan dalam sistem yang sama.
Baca juga: Mengenal Arti Walk Out dalam Bahasa Indonesia
Referensi:
- Gereda, A. LANGUAGE LOGIC: Prinsip-Prinsip Pernalaran Berbahasa. AMERTA MEDIA
- Jayantini, I. G. A. S. R., Umbas, R., & Lestari, N. N. A. D. (2020). Paradoks dalam Antologi Puisi Rupi Kaur “The Sun and Her Flowers”. Wanastra: Jurnal Bahasa dan Sastra, 12(2), 142-148.