Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Teori Asam Basa: Arrhenius, Bronsted-Lowry, dan Lewis

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/SILMI NURUL UTAMI
Ilustrasi asam dan basa
|
Editor: Silmi Nurul Utami

KOMPAS.com - Asam seperti jus jeruk dan basa seperti sabun adalah dua hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. 

Pada awalnya, teori asam basa hanya dipahami secara sederhana, namun seiring perkembangan ilmu kimia, banyak ahli yang menjelaskan lebih dalam tentang sifat asam dan basa.

Ada 3 teori asam basa utama yang hingga saat ini masih digunakan untuk menjelaskan sifat asam dan basa, yaitu Teori Arrhenius, Teori Lewis, dan Teori Bronsted-Lowry.

Masing-masing teori ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengklasifikasikan asam dan basa, serta dalam menjelaskan bagaimana keduanya bereaksi satu sama lain.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk lebih memahaminya, simaklah penjelasan 3 teori asam basa berikut ini!

Baca juga: Daftar Nama Asam-Basa Kuat dan Asam-Basa Lemah

1. Teori asam basa Arrhenius

Teori pertama tentang asam basa dikemukakan oleh seorang ilmuwan asal Swedia, Svante Arrhenius, pada tahun 1884.

Dilansir dari Khan Academy, menurut teori Arrhenius, asam adalah senyawa yang dapat meningkatkan konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam larutan air, sedangkan basa adalah senyawa yang meningkatkan konsentrasi ion hidroksida (OH-) dalam larutan air.

Contoh yang paling umum dari asam Arrhenius adalah asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4), yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion H+. S

ementara itu, basa Arrhenius seperti natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH) akan melepaskan ion OH- ketika dilarutkan dalam air. Teori ini mudah dipahami karena hanya melibatkan pengaruh senyawa terhadap konsentrasi ion dalam air.

Namun, teori Arrhenius memiliki keterbatasan. Misalnya, teori ini tidak dapat menjelaskan asam dan basa yang tidak larut dalam air atau yang tidak membentuk larutan air sama sekali. Oleh karena itu, para ilmuwan mencari penjelasan yang lebih luas dengan teori-teori lain.

Baca juga: Teori Asam Basa Arrhenius dan Keterbatasannya

2. Teori asam basa Lewis

Pada tahun 1923, seorang ilmuwan asal Amerika Serikat, Gilbert Newton Lewis, mengembangkan teori asam basa yang lebih fleksibel dengan mempertimbangkan aspek ikatan kimia.

Dilansir dari Chemistry LibreTexts, teori Lewis menganggap bahwa asam adalah zat yang dapat menerima pasangan elektron, sedangkan basa adalah zat yang dapat menyumbangkan pasangan elektron. Ini berbeda dari teori Arrhenius yang hanya fokus pada ion H+ dan OH-.

Menurut Lewis, asam Lewis dapat menerima pasangan elektron untuk membentuk ikatan kovalen koordinat, sementara basa Lewis memiliki pasangan elektron yang siap didonorkan untuk membentuk ikatan tersebut.

Contoh asam Lewis adalah ion H+, ion logam seperti Cu2+, dan molekul karbon dioksida (CO2). Sementara itu, contoh basa Lewis termasuk ion hidroksida (OH-), amonia (NH3), dan molekul karbon monoksida (CO).

Keunggulan teori Lewis adalah kemampuannya untuk menjelaskan reaksi asam dan basa dalam bentuk padat atau gas, yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Arrhenius. Teori ini juga lebih luas karena dapat diterapkan pada berbagai kondisi kimia yang lebih kompleks.

Baca juga: Teori Asam Basa Lewis

3. Teori asam basa Bronsted-Lowry

Teori ketiga tentang asam basa dikembangkan oleh Johannes Bronsted dan Thomas Lowry pada tahun 1923, yang memperluas teori Arrhenius dengan penekanan pada transfer proton (H+).

Dilansir dari Chemistry Talk, menurut teori ini asam adalah zat yang dapat menyumbangkan proton, sementara basa adalah zat yang dapat menerima proton.

Teori Bronsted-Lowry memungkinkan kita untuk memahami reaksi asam basa yang tidak melibatkan air, karena teori ini hanya memfokuskan pada peran proton.

Sebagai contoh, dalam reaksi antara amonia (NH3) dan asam klorida (HCl). Meskipun tidak ada ion H+ yang terbentuk dalam larutan air, teori ini dapat menjelaskan bahwa amonia menerima proton dan menjadi ion amonium (NH4+), yang menjadikannya basa.

Sementara, HCl yang menyumbangkan proton berperan sebagai asam.

Baca juga: Asam Basa Konjugasi Bronsted Lowry

Teori ini juga memperkenalkan konsep "konjugasi," di mana setiap asam memiliki pasangan basa konjugat, dan sebaliknya. Sebagai contoh, ion amonium (NH4+) adalah asam konjugat dari amonia, sementara ion klorida (Cl-) adalah basa konjugat dari HCl.

Selain itu, teori ini juga membantu membedakan antara asam dan basa kuat atau lemah berdasarkan seberapa lengkap mereka mendonorkan atau menerima proton dalam reaksi.

Ketiga teori ini, Arrhenius, Lewis, dan Bronsted-Lowry memberikan cara pandang yang berbeda dalam mengklasifikasikan dan memahami asam serta basa.

Teori Arrhenius memfokuskan pada ion yang terbentuk dalam air, teori Lewis lebih menekankan pada transfer pasangan elektron, sementara teori Bronsted-Lowry berfokus pada transfer proton.

Masing-masing teori ini memiliki aplikasi dan relevansi tersendiri dalam berbagai kondisi kimia, dan semuanya penting untuk memahami sifat asam dan basa dengan lebih mendalam.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi