KOMPAS.com - Pernahkah kamu melihat kerangka dinosaurus atau mamoth yang dipajang di museum? Kerangka-kerangka tersebut adalah fosil yang telah terawetkan selama ribuan bahkan jutaan tahun.
Namun, apa yang dimaksud dengan fosil dan mengapa fosil bisa terbentuk?
Fosil adalah sisa atau jejak makhluk hidup purba yang terawetkan dalam sedimen dan memberikan informasi tentang sejarah kehidupan di masa lalu.
Mari kita cari tahu lebih lanjut tentang fosil, proses pembentukannya, dan apa yang bisa kita pelajari dari penemuan-penemuan ini.
Baca juga: Perbedaan Fosil dan Replika
Apa yang dimaksud dengan fosil?
Fosil adalah sisa-sisa atau jejak kehidupan dari makhluk hidup yang telah lama punah, seperti hewan purba dan tumbuhan, yang terawetkan dalam sedimen di Bumi.
Dilansir dari British Geological Survey, fosil ini biasanya berusia lebih dari 10.000 tahun dan terbentuk dari bagian tubuh yang keras, seperti tulang, cangkang, atau gigi, yang mengalami perubahan mineral dan menjadi batu seiring waktu.
Bagian tubuh yang lebih lunak, seperti otot atau kulit, cenderung membusuk lebih cepat dan tidak terawetkan kecuali dalam kondisi yang sangat luar biasa.
Fosil juga bisa mencakup jejak-jejak kehidupan yang terawetkan, seperti jejak kaki, liang, dan akar tanaman.
Fosil yang berisi bagian tubuh makhluk hidup disebut "fosil tubuh," sedangkan "fosil jejak" adalah bukti yang ditinggalkan oleh organisme dalam sedimen, seperti jejak kaki atau kotoran.
Fosil bisa berbentuk benda besar seperti kerangka atau fosil kecil seperti foraminifera (mikroorganisme bersel tunggal) dan serbuk sari.
Baca juga: Apakah Perbedaan Fosil dan Artefak?
Proses pembentukan fosil
Pembentukan fosil bukanlah hal yang terjadi begitu saja. Proses ini melibatkan beberapa tahapan panjang yang memungkinkan tubuh organisme terawetkan dalam sedimen.
Dilansir dari Department of Energy, Mines, Industry Regulation and Safety, berikut adalah empat langkah utama dalam pembentukan fosil:
- Organisme mati: Ketika makhluk hidup mati, jika tubuhnya berada dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen), maka bakteri dan pemakan bangkai tidak dapat merusak tubuh tersebut. Organisme yang mati di dasar laut dalam atau danau dalam memiliki peluang lebih besar untuk menjadi fosil karena kondisi ini lebih terjaga.
- Penguburan dalam sedimen lunak: Setelah organisme mati, tubuhnya harus cepat terkubur dalam sedimen seperti pasir atau lumpur. Proses penguburan yang cepat mengurangi kemungkinan tubuh tersebut dimakan atau hancur oleh angin, ombak, atau hewan pemakan bangkai. Semakin cepat organisme terkubur, semakin besar kemungkinan untuk terawetkan.
- Periode penguburan dan perubahan: Seiring waktu, bebatuan yang mengubur tubuh organisme akan mengalami perubahan, baik dalam bentuk fisik maupun komposisi kimianya. Mineral di dalam sedimen mulai menggantikan bagian tubuh organisme, membuat fosil terbentuk. Proses ini bisa berlangsung selama ribuan hingga jutaan tahun.
- Pengikisan batuan dan penemuan fosil: Akhirnya, batuan yang mengandung fosil perlu terkikis oleh erosi alami untuk muncul ke permukaan Bumi, di mana ahli paleontologi dapat menemukannya.
Baca juga: 3 Metode Menentukan Usia Fosil
Apa yang bisa fosil katakan kepada kita?
Fosil memberikan informasi yang sangat berharga tentang kehidupan masa lalu. Selain memberi tahu kita seperti apa rupa makhluk hidup pada zaman purba, fosil juga dapat mengungkapkan banyak hal tentang perilaku mereka.
Dilansir dari The Trustees of The Natural History Museum, sejak zaman dahulu, manusia sudah menemukan fosil yang menarik perhatian mereka. Namun, pada masa lalu, objek-objek ini sering kali disalahartikan.
Sebagai contoh, cangkang amonit yang berputar dianggap sebagai ular yang berubah menjadi batu, dan beberapa trilobita malah disangka kupu-kupu.
Namun, berkat kemajuan ilmu pengetahuan, para ilmuwan kini memahami dengan lebih jelas apa yang dimaksud dengan fosil, dan bagaimana fosil bisa menjadi jendela untuk melihat sejarah kehidupan di Bumi.
Baca juga: Fosil yang Menginspirasi Bentuk Alien di Fiksi Ilmiah
Menurut Profesor Paul Barrett yaitu penelliti dinosaurus dari Natural History Museum, fosil memberi kita gambaran tentang bentuk fisik hewan-hewan purba, tetapi juga tentang perilaku mereka.
Paul menjelaskan bahwa fosil bisa mengungkapkan banyak hal, termasuk pola makan hewan-hewan tersebut.
Misalnya, fosil tengkorak dan gigi Baryonyx spinosaurus menunjukkan bahwa dinosaurus ini berevolusi untuk berburu ikan.
Namun, fosil juga bisa memberikan gambaran tentang perilaku, seperti fosil Citipati osmolskae yang sedang bertelur, yang mengisyaratkan bahwa beberapa dinosaurus mungkin menjadi orang tua yang sangat protektif.
Ada pula fosil yang menunjukkan adanya patah tulang akibat perkelahian atau trauma lain, bahkan bukti penyakit.
Misalnya, lesi pada tulang leher sauropoda di Montana diinterpretasikan sebagai tanda adanya kantung udara, suatu penyakit radang yang masih menyerang burung hingga saat ini.
Baca juga: Penemuan Fosil Kuda sebagai Bentuk Evolusi
Tak jarang, fosil ditemukan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga membutuhkan mikroskop untuk mempelajarinya.
Fosil mikro, yang berukuran kurang dari satu milimeter, bisa berupa bagian-bagian kecil dari organisme purba, seperti potongan tulang atau gigi.
Meski berukuran kecil, mikrofosil bisa mengungkap banyak informasi penting tentang masa lalu, seperti iklim zaman dahulu berdasarkan cangkang kecil yang ditemukan.
Namun, meskipun fosil memberi kita gambaran tentang kehidupan purba, mereka tidak bisa menceritakan keseluruhan kisah.
Dilansir dari Encyclopedia Britannica, hal ini dikarenakan organ-organ tubuh dan jaringan lunak jarang terawetkan dalam fosil.
Oleh karena itu, meskipun rangka trilobita dan cangkang amonit banyak ditemukan, bukti tentang bagian tubuh yang lebih lunak seringkali hilang.
Hal ini membuat gambaran kita tentang kehidupan prasejarah sedikit bias, karena fosil yang terawetkan cenderung berupa bagian tubuh keras seperti tulang dan cangkang.
Bahkan, seringkali kita tidak bisa menentukan warna asli dari makhluk-makhluk purba hanya dengan melihat fosilnya, meskipun terkadang ada pengecualian yang sangat langka.
Baca juga: Sangiran, Tempat Penemuan Banyak Fosil Manusia Purba Indonesia
Apa saja contoh fosil yang ditemukan?
Fosil yang ditemukan tidak hanya terbatas pada makhluk besar seperti dinosaurus, hewan prasejarah, tumbuhan prasejarah, dan manusia purba.
Fosil mikro atau mikrofosil, yang berukuran lebih kecil dari satu milimeter, juga sering ditemukan.
Dilansir dari The Trustees of The Natural History Museum, mikrofosil dapat memberikan banyak informasi tentang iklim dan kondisi lingkungan masa lalu.
Contoh fosil lain yang terkenal adalah cangkang amonit dan trilobita, yang keduanya sering ditemukan di batuan laut purba.
Bahkan sisa-sisa tumbuhan atau jejak-jejak seperti akar tanaman bisa terawetkan sebagai fosil jejak.
Baca juga: Fosil Manusia Purba Pertama yang Ditemukan di Indonesia
Sehingga, dapat disimpulkan alasa mengapa ada fosil adalah karena kondisi lingkungan yang sangat spesial yang memungkinkan bagian tubuh organisme terawetkan dalam sedimen.
Proses pembentukan fosil memerlukan penguburan cepat, mengurangi pembusukan, dan penggantian bagian tubuh yang keras oleh mineral.
Fosil memberikan kita gambaran tentang kehidupan di Bumi sejak masa lalu yang sangat jauh, dan penemuan fosil-fosil ini adalah kunci untuk memahami evolusi dan perubahan lingkungan selama jutaan tahun.
Fosil adalah sisa-sisa kehidupan masa lalu yang membentuk jendela bagi kita untuk melihat sejarah planet ini, mengungkapkan kisah-kisah yang tersembunyi selama jutaan tahun yang lalu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.