Kompas.com - Hari Raya Nyepi merupakan salah satu hari raya umat Hindu di Indonesia yang dirayakan untuk menyambut tahun baru Saka, yaitu sekitar bulan Maret atau April.
Tahun ini, Hari Raya Nyepi jatuh pada Sabtu, 29 Maret 2025 yang juga ditetapkan sebagai tanggal merah oleh pemerintah.
Kita tentu kerap mendengar salah satu larangan saat merayakan Nyepi, yaitu tidak boleh keluar rumah, apa alasannya? Simak penjelasan di bawah ini!
Baca juga: Apa Itu Badai Tornado? Badai Berputar yang Menyebabkan Kerusakan Besar
Mengutip Jurnal Nilai Tradisi Nyepi di Bali (2021) karya I Wayan Mudana, saat Hari Raya Nyepi terdapat larangan-larangan yang disebut sebagai Catur Brata Nyepi.
Catur Brata Nyepi terdiri dari empat larangan yang masih dilestarikan umat Hindu di Bali, yaitu amati lelungan, amati karya, amati gni, dan amati lelanguan.
Baca juga: Apa Itu Jalur Sutra? Sejarah dan Dampaknya bagi Indonesia
Berikut penjelasan masing-masing dari Catur Brata Nyepi di Bali:
- Amati lelungan
Nah, larangan tidak boleh keluar rumah saat Nyepi termasuk dalam amati lelungan atau yang berarti tidak boleh pergi kemanapun.
Ini adalah salah satu cara untuk mendukung kegiatan tapa, brata, yoga, dan samadhi, yaitu latihan batin untuk mengendalikan emosi, nafsu, dan pikiran.
- Amati karya
Dilansir dari Jurnal Pelaksanaan Catur Brata Penyepian Umat Hindu di Desa Tolai Barat Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong (2024) oleh I Komang Bagus, dan kawan-kawan, amati karya berarti tidak melaksanakan kerja fisik.
Pada catur brata ini, umat Hindu tidak diperbolehkan melaksanakan aktivitas rutin keseharian.
Baca juga: Sesar Lembang: Pengertian dan Lokasi Penyebaran
- Amati geni
Amati geni memiliki arti tidak menyalakan api baik siang atau malam, tidak memasak, serta tidak menyalakan lampu penerangan.
- Amati lelanguan
Arti dari amati lelanguan adalah tidak mencari hiburan atau menikmati hiburan apapun. Semua pikiran dipusatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi, khususnya di Bali akan terasa sunyi dan tenang karena umat Hindu melaksanakan Catur Brata Nyepi tersebut.
Ritual tersebut dilaksanakan selama 24 jam atau satu hari penuh. Seperti pada Hari Raya Nyepi 2025 ini akan dilaksanakan mulai Sabtu, 29 Maret jam 06.30 WITA hingga Minggu, 30 Maret pukul 06.00 WITA.
Baca juga: Mengenal Mudik, Tradisi Pulang Kampung setiap Hari Raya Idul Fitri
Rangkaian Hari Raya Nyepi
Sesuai dengan Surat Edaran Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali Nomor 17/SK/PHDI BALI/I/2025, berikut rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi 2025 di Bali:
Kegiatan yang juga disebut dengan melis atau mekeyis atau mekekobok ini dilaksanakan sampai rahina Sukra atau Jumat, 28 Maret 2025.
Pelaksanaannya disesuaikan dengan desa adat setempat dan diatur oleh prajuru desa adat masing-masing.
Ida Bhatara Nyejer di Pura Bale AgungSetelah melasti, umat Hindu akan melaksanakan Ida Bhatara Nyejer di Pura Bale Agung, Pura Desa, atau Pura Puseh sampai hari rahina Sukra di hari Jumat, 28 Maret 2025.
Baca juga: 6 Tradisi Hari Raya Imlek yang Membawa Kebahagiaan dan Keberuntungan
Tawur KesangaTawur kesanga dilaksanakan pada rahina Sukra yaitu Jumat, 28 Maret 2025 dengan pedoman acara sebagai berikut:
- Nunas Tirta dan Nasi Tarwur
Perwakilan kabupaten atau kota datang ke Pura Besakih pukul 09.00 WITA membawa sujang untuk tempat tirtha tawur dan daksina atau pejati lengkap dengan perlengkapan sembahyang untuk mohon tirtha tawur dan nasi tawur.
- Tingkat kabupaten atau kota
Dilaksanakan pukul 11.00 WITA sesuai tradisi setempat menggunakan upakara Tawur Kesanga dan segala perlengkapannya.
Baca juga: Makna Penjor, Penghias Perayaan Hari Raya Galungan
- Tingkat kecamatan
Menggunakan upakara Caru Panca Sata dengan lima ekor ayam atau sesuai kemampuan. Upacara dilaksanakan di catus pata mulai jam 11.00 WIT sesuai tradisi setempat.
- Tingkat desa adat
Dilaksanakan pukul 16.00 WITA di desa adat menggunakan upakara Caru Panca Sata atau sesuai dengan kemampuan adat desa masing-masing.
- Tingkat banjar
Menggunakan upakara Caru Eka Sata yaitu ayam brumbun olahan urip 33 atau yang juga disebut Urip Bhuwana serta perlengkapan lain sesuai kemampuan banjar adat masing-masing dengan mengambil waktu sandi kala.
Baca juga: Mengenal Ciri Khas Perayaan Hari Raya Galungan
- Tingkat rumah tangga
Terdapat empat tingkatan, yaitu merajah, di halaman, di jaba, dan semua anggota. Berikut penjelasannya:
-
- Merajah atau sanggah
Menghaturkan banten pejati sakasidan dan di natar atau depan pelinggih menghaturkan segehan agung atanding atau segehan cacahan 11/33 tanding sambat Sang Bhuta Bhucari.
-
- Di halaman atau natah rumah
Menghaturkan segehan manca warna sejumlah sembilan tanding dengan olahan ayam brumbun disertai tetaburan tuak, arak, berem, dan air sambat Sang Kala Bhucari.
Baca juga: Mengenal Ciri Khas Perayaan Hari Raya Galungan
-
- Di jaba atau lebuh
Menghaturkan upakara segehan dengan rangkaian:
-
-
- Segehan cacahan 108 tanding dengan ulam jejeroan matah dilengkapi segehan agung serta tetabuhan tuak, arak, berem, toya anyar yang ditujukan kepada Sang Durga Bhucari.
- Semua segehan dihaturkan di bawah sanggah cucuk saat sandi kala
- Di sangga cucuk tersebut ditempatkan di tengen labuh atau kanan pintu masuk rumah dipersembahkan peras daksina tipat kelanan
-
-
- Semua anggota keluarga
Semua anggota keluarga memprayascita dan bagi yang sudah tanggal gigi melaksanakan mebyakala dan meprayascita di halaman rumah masing-masing.
Kemudian dilanjutkan dengan pengrupukan berkeliling atau prasawiya di rumah dengan sarana gni seprakpak, bunyi-bunyian, atau kekeplugan, semburakena bawang putih, mesui dan jangu, serta sirat tirta panyomya bhuta.
Baca juga: Sejarah Hari Raya Waisak: Lahirnya Pangeran Siddharta
NgerupukIni adalah akhir pelaksanaan upacara Tawur Kasanga terutama di tingkat desa, banjar, dan rumah tangga yang lebih dikenal dengan upacara mabuu-buu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.