Kompas.com - Hari Otonomi Daerah 2025 kembali diperingati pada tanggal 25 April sebagai bentuk penghargaan terhadap perjalanan desentralisasi pemerintahan.
Peringatan ini bukan hanya seremoni namun refleksi atas pencapaian terhadap tantangan otonomi daerah sejak era reformasi 1998.
Lebih jelasnya, yuk kita simak tema Hari Otonomi Daerah 2025 beserta sejarah dan makna logo peringatan setiap tanggal 25 April ini!
Baca juga: Hari Angkutan Nasional 2025: Ini Sejarah Penting Peringatan 24 April
Tema Hari Otonomi Daerah 2025
Mengutip sosial media resmi Kementerian Dalam Negeri, pada peringatan Hari Otonomi Daerah 2025 tema yang diusung yaitu, “Sinergi Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045”.
Bukan sekadar kata, namun makna dari tema tahun ini yaitu agar terdapat kolaborasi tingkat pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kota, hingga desa untuk menjalankan program pembangunan.
Terutama dalam pengelolaan sumber daya alam, tata ruang, dan pelayanan publik yang merata.
Selain itu, harapannya agar terdapat pembangunan berkelanjutan untuk mendorong inovasi daerah sehingga bisa mengoptimalkan potensi lokal, seperti UMKM hingga pariwisata.
Otonomi daerah juga diharapkan dapat menjadi motor penggerak pembangunan manusia, infrastruktur, dan ekonomi berbasis teknologi.
Baca juga: Hari Bumi 2025: Tema, Tujuan, dan Sejarah di Balik Peringatan 22 April
Pengertian otonomi daerah
Berdasarkan terminologi Yunani, otonomi berasal dari kata “auto” dan “nomos”. Autos artinya sendiri, dan nomos yaitu aturan atau undang-undang.
Jika melansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara dikutip dari Jurnal Perjalanan Otonomi Daerah di Indonesia (2024) karya Ade Lestari dan kawan-kawan, menurut Bray, otonomi daerah berarti semua penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh tingkat pemerintahan yang berada lebih rendah sebagai akibat kontribusi dari tingkat pemerintahan yang berada di posisi lebih tinggi.
Menurut Philip Mahwood, otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri di mana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda.
Sedangkan Vincent Lemius memiliki pandangan tersendiri tentang otonomi daerah, bahwa ini adalah kebebasan atau kewenangan untuk mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai perundang-undangan.
Baca juga: Sejarah Hari Kartini: Mengapa Diperingati Setiap 21 April?
Sejarah Hari Otonomi Daerah
Melansir Buku Reformasi Kebijakan Publik (2018) karya Hayat, keberadaan Pasal 18 UUD 1945 menjadi payung hukum lahirnya undang-undang lain untuk mengatur otonomi daerah, dan melalui Keppres Nomor 11 Tahun 1996 ditetapkan sebagai Hari Otonomi Daerah dengan titik berat Daerah Tingkat II ata Kabupaten dan Kota.
Selengkapnya, berikut sejarah Hari Otonomi Daerah tak lepas dari perjalanan panjang otonomi daerah di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1903 lalu.
Pada masa Kolonial Belanda, terdapat undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah yaitu:
- Decentralisatiewet S 1903/329
Berdasarkan Decentralisatiebesluit S 1905 / 137 (Keputusan Gubernur Jenderal) dan Locale Radenordonantie S 1905/181 (UU DPRD) tentang desentralisasi, peraturan perundang-undangan tersebut menghasilkan terbentuknya daerah otonom tingkat pemukiman dan perkotaan di Jawa dan Madura, salah satunya yaitu berdirinya Hemente Batavia.
- Bestuorhervormingwet S1992/216
Disebut juga dengan Peraturan Mengenai Restrukturisasi Pemerintah diikuti oleh Provincieordonantie S 1924/78, Regenschapordonantie S 1924/79 dan Stadsgemeordonantie tentang pendirian pemerintah tingkat provinsi, kabupaten, dan masyarakat di Pulau Jawa serta Madura, salah satunya berdirinya Jawa Barat tahun 1925.
Baca juga: Sejarah Paskah: Dari Pembebasan Perbudakan hingga Kebangkitan Kristus
Masa penjajahan JepangPada masa penjajahan Jepang juga terdapat peraturan terkait otonomi daerah seperti berikut:
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1942 tentang Tindakan Pemerintahan Angkatan Bersenjata.
Berdasarkan UU tersebut, daerah bekas Belanda dibagi menjadi tiba, yaitu Daerah Militer Pulau Jawa-Madura, Daerah Militer Pulau Sumatera, dan Daerah Pemerintahan Militer Pulau Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan daerah Irian Barat.
- Undang-undang Nomor 27 Tahun 1942
Mengatur perubahan pemerintah daerah, di mana Pulau Jawa terbagi menjadi beberapa shu atau tempat tinggal, kens atau kabupaten, dan shis atau komune.
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1942
Yaitu tentang pendirian beberapa tempat tinggal dan perkumpulan khusus di Jakarta.
- Osamu Seirei Nomor 12 Tahun 1943
Ini adalah aturan dari Gunseikan tentang pembentukan kabupaten dan kotapraja.
- Osamu Seirei Nomor 37 Tahun 1943
Yaitu tentang pembentukan dewan-dewan perwakilan rakyat di tingkat karesidenan Jakarta.
Baca juga: Apa Itu Atlas? Ini Sejarah, Pengertian, dan Komponennya
Era Republik IndonesiaPada berakhirnya pendudukan Jepang dan berdirinya Negara Republik Indonesia 1945, aturan tentang otonomi daerah yang berlaku yaitu:
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
UU ini mengelola pemekaran daerah pemukiman kota atau kabupaten, di mana batasannya yaitu daerah boleh memutuskan dan melaksanakan apa saja selagi satu tujuan dengan aturan yang akan ditanggung seratus persen sesuai dengan kemampuan kinerjanya dalam membiayai anggaran daerah.
- Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948
Adanya UU ini menetapkan peraturan pokok bahwa otonomi daerah memiliki wewenang mengurus anggarannya sendiri.
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Yaitu mengatur tentang pokok-pokok pemerintah daerah berdasarkan UUDS tahun 1950, di mana daerah dibagi menjadi tiga tingkatan.
- Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Pada undang-undang ini seluruh wilayah NKRI dibagi ke dalam tiga tingkat. DATI I yaitu negara bagian, DATI II adalah kabupaten atau wilayah, dan DATI III adalah kecamatan.
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Undang-undang ini membentuk daerah (daerah otonom, desentralisasi) dan daerah administrasi serta desentralisasi.
- Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-udang tentang Pemerintah Daerah ini ditetapkan berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen UUD sebagai pengganti Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 yang menganut asas pelimpahan otonomi semaksimal mungkin yang nyata dan bertanggung jawab.
- Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 23 Tahun 2014
UU ini menyempurnakan hubungan antara pusat dan daerah serta memperkuat pelaksanaan otonomi daerah.
Baca juga: Siapa Pribumi Indonesia Sebenarnya? Ini Sejarah dan Teori Asal-Usulnya
Adanya sejarah panjang ini menunjukkan bahwa otonomi daerah adalah hasil perjuangan demokratisasi dan desentralisasi yang bertujuan mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendekatkan pelayanan publik kepada rakyat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.