KOMPAS.com - Pemilihan Paus baru disebut Konklaf dalam dunia Gereja Katolik.
Ritual paling sakral dan rahasia dalam gereja Katolik. Di mana 120 uskup kardinal berpakaian merah tua berada di ruangan terkunci.
Tidak ada ponsel, tidak ada internet, dan tidak ada di dunia luar. Hanya doa, bisikan strategis, dan sejarah yang tengah ditulis ulang.
Istilah konklaf atau biasa ditulis conclave berasal dari dua kata bahasa Latin, cum yang berarti bersama atau dengan, serta clavis artinya kunci.
Baca juga: Mengenal 11 Paus Roma dengan Masa Jabatan Terlama Sepanjang Sejarah
Sakralitas yang terkunci
Melansir dari Kompas.com, Paus Gregorius X yang pertama kali menggunakan kata Konklaf pada Juli 1274.
Konklaf dilakukan setelah 15 hingga 20 hari sejak wafatnya Paus. Penetapan jangka waktu tersebut bukan tanpa alasan.
Kala itu, transportasi menuju Vatikan belum sebanyak sekarang. Peserta konklaf adalah para kardinal dari seluruh dunia. Sehingga membutuhkan cukup banyak waktu agar semua bisa berkumpul dalam satu waktu secara bersama.
Waktu jeda tersebut bernama novemdiales. Pada saat sekarang, waktu jeda itu bisa digunakan para kardinal untuk bertukar pikiran dan membahas calon pengganti Paus.
Konklaf dilakukan di Kapel Sistina, tempat yang tak hanya indah melainkan sarat akan simbolis.
Di langit-langitnya tergambar kisah penciptaan dunia, dan dinding altar: "Penghakiman Terakhir" karya Michelangelo.
Lukisan tersebut menjadi semacam pengingat bagi para kardinal yang ada di dalam bahwa mereka sedang membuat keputusan spiritual yang akan mengguncang dunia.
Sebelum dimulai, para kardinal mengikuti Misa Pro Eligendo Papa. Misa untuk memilih Paus.
Di sini mereka memohon hikmat, bukan hanya mengandalkan kalkulasi manusia. Misa dilaksanakan di Basilika Santo Petrus pada pagi hari. Usai misa, konlkaf pun dimulai.
Dengan sumpah berat, mereka berkomitmen untuk merahasiakan segala hal yang terjadi di dalam konklaf.
Jika terjadi pelanggaran, ada risiko hukuman dengan ekskomunikasi atau diasingkan dari Gereja Katolik Roma.
Baca juga: Mengenal Basilika Santa Maria Maggiore
Proses pemilihan Paus baru
Melansir dari buku Carvaliere - The Secret of Elder (2020) karya Danu Banu, maksimal peserta konklaf adalah 120 kardinal di bawah usia 80 tahun yang boleh memilih Paus. Mereka datang dari berbagai belahan dunia, membawa perspektif, serta pengalaman pastoral.
Meski pemilihan ini bersifat rohani, tak bisa dipungkiri bahwa strategi tetap berjalan. Ada kelompok progresif, konservatif, dan tengah.
Mereka bisa berdiskusi, berdialog, bahkan membangun konsensus. Tapi semua dilakukan tanpa teknologi dan intervensi luar.
Para kardinal tinggal di Domus Sanctae Marthae, kompleks kamar sederhana yang sudah disterilkan.
Garda Swiss berjaga di setiap sudut, memastikan tidak ada sinyal, rekaman, atau percakapan yang bocor.
Suasana di dalam konklaf sangat hening, yang terdengar hanya doa, bisikan strategi, dan gesekan pena menuliskan nama kandidat.
Paus yang terpilih harus memenuhi 2/3 suara dari total kardinal yang menjadi peserta konklaf. Jika jumlah kardinal bukan kelipatan tiga maka persentasi tersebut ditambah satu.
Baca juga: Profil Paus Fransiskus: Pemimpin Humanis yang Menyuarakan Perdamaian
Proses pemilihan Paus baru, diawali dengan para kardinal akan mendapatkan sebuah kertas putih bertuliskan Eligo in summum pontificem artinya saya memilih sebagai uskup tertinggi. Kertas itu untuk menuliskan nama Paus yang ingin dipilih.
Kemudian, para kardinal harus menulis nama kandidat dengan tulisan jelas dan huruf besar. Setelah menulis, kertas tersebut dilipat dua dan dimasukkan ke dalam kotak di depan altar.
Proses Konklaf dilanjutkan dengan surat suara dihitung, dibacakan, dan dibakar. Inilah momen dramatis yang ditunggu dunia, cerobong asap Kapel Sistina.
Surat-surat yang sudah dibacakan dan dihitung dibakar dengan tambahan bahan kimia. Hasilnya akan mengeluarkan apas hitam atau putih.
Dengan penjelasan:
- Asap hitam berarti belum ada suara mayoritas (2/3).
- Asap putih berarti: Paus baru telah terpilih.
Memilih nama baru
Proses konklaf terakhir, saat Paus baru terpilih. Dewan Kardinal akan menanyakan apakah yang bersangkutan bersedia menerima jabatan tersebut.
Bila kardinal terpilih menjawab positif, maka ia memilih nama Kepausannya. Sebagai simbol "kematian" identitas lama dan "kelahiran" rohani sebagai pemimpin Gereja.
Tak ada aturan soal nama, tapi biasanya terinspirasi dari Paus sebelumnya atau tokoh suci.
Sesi paling akhir adalah pengumuman. Setelah Paus baru memilih nama Keuskupannya, kardinal diakon senior tampil di Balkon Basilika Santo Petrus dan mengumumkan Gereja Katolik Roma memiliki Paus baru, dengan bahasa Latin "Habemus Papam!"
Paus baru muncul di balkon dan memberikan berkat pertamanya bagi umat di Lapangan Basilika Santo Petrus dan seluruh umat di dunia.
Baca juga: Apa Itu Uskup Emeritus? Mengenal Gelar dalam Gereja Katolik
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.