Kompas.com - Selat Malaka, jalur air sempit yang membentang antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia ini telah menjadi pusat denyut nadi perdagangan dunia selama ribuan tahun.
Mulai dari era Kerajaan Sriwijaya hingga abad modern, selat ini terus menjadi saksi bisu pertemuan pedagang, budaya, dan perdabanan.
Lalu, mengapa Selat Malaka begitu ramai perdagangan? Yuk, kita simak jawabannya melalui penjelasan di bawah ini!
Baca juga: Apa Itu Trading Halt? Penghentian Perdagangan Imbas IHSG Anjlok 6%
Letak geografis Selat Malaka yang sangat strategis
Melansir Jurnal Optimalisasi Geostrategi Indonesia di Selat Malaka (2020) karya Frisky Amirul Haqiqi, Selat Malaka terletak di antara Pulau Sumatra (Indonesia) dan Semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura ) membentang sekitar 800 kilometer dengan lebar tersempit hanya 2,8 kilometer.
Selat ini menjadi penghubung utama antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan, menjadikannya jalur terpendek dan tercepat untuk pelayaran antara Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa.
Karena posisinya yang strategis inilah, kapal-kapal dagang dari berbagai negara memilih Selat Malaka untuk menghemat waktu dan biaya perjalanan.
Baca juga: Apa Itu Kuota dalam Perdagangan Internasional?
Jalur perdagangan internasional sejak zaman kuno
Selat Malaka telah menjadi jalur utama perdagangan internasional bahkan sejak abad ke-7 Masehi.
Salah satunya sejarah yang tercatat yaitu Kerajaan Sriwijaya yang memanfaatkan Selat Malaka untuk mengontrol lalu lintas pelayaran dan perdagangan antara India, Cina, dan Arab.
Kapal-kapal dagang banyak yang singgah di bandar Sriwijaya, sehingga kerajaan ini tumbuh sebagai pusat perdagangan maritim regional.
Baca juga: Neraca Perdagangan: Pengertian dan Cara Menghitungnya
Dikutip dari Jurnal Aceh dan Perdagangan di Selat Malaka (2021) karya Yasir Maulana Rambe, Kesultanan Aceh juga memiliki peran penting dalam perdagangan di Selat Malaka.
Pelabuhan-pelabuhan di Aceh menjadi tempat singgah kapal-kapal dari Asia Barat, India, Cina, hingga Eropa.
Komoditas utama yang diperdagangkan seperti emas, kapur barus, lada, sutra, damar, hasil hutan, madu, lilin, hingga beras.
Barang tersebut lantas ditukarkan dengan tekstil India, air mawar, serta komoditas lainnya yang dibutuhkan Asia Tenggara.
Baca juga: 4 Contoh Perdagangan Bebas di Asia Tenggara, Eropa, dan Dunia
Faktor alam yang mendukung
Gugusan pulau-pulau kecil yang berada di sekitar Selat Malaka memiliki fungsi sebagai penahan gelombang, tak heran jika pelayaran lebih nyaman dan aman.
Banyak juga pelabuhan di sepanjang Selat Malaka yang letaknya di muara sungai, ini memudahkan arus barang dari pedalaman menuju pasar internasional.
Arah angin muson setiap tahun juga menguntungkan pelayaran yang masih tradisional. Inilah yang dimanfaatkan pedagang untuk berlayar dan menunggu musim berikutnya untuk kembali ke negara asal.
Baca juga: 3 Alasan Suatu Negara Harus Melakukan Perdagangan Internasional
Keragaman komoditas
Selat Malaka tak hanya jalur perdagangan namun juga titik temu berbagai bangsa dan budaya. Pedagang dari Arab, Persia, India, Cina, dan Nusantara berkumpul di pelabuhan sepanjang selat untuk melakukan transaksi jual beli.
Nah, pertemuan para pedagang inilah yang mempercepat akulturasi budaya dan penyebaran agama seperti Islam yang masuk ke Nusantara melalui jalur ini.
Maka, Selat Malaka bukan sekadar jalur air, ia adalah simbol persilangan beradaban, ekonomi, dan budaya, dari rempah-rempah Sriwijaya hingga kontainer modern di Singapura, selat ini terus membuktikan bahwa letak geografis yang strategis dan pengelolaan yang baik mampu menciptakan pusat perdagangan yang abadi.
Baca juga: 9 Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Antarnegara
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.