KOMPAS.com - Di tengah konflik dunia yang makin pnas, satu ungkapan klasik kembali mencuat: si vis pacem para bellum. Pepatah Latin ini bukan hanya kutipan belaka, tetapi seolah menjadi cermin dari konflik yang melibatkan Iran, Israel, dan Amerika Serikat (AS).
Ketegangan yang sudah lama membara kian memanas,ketika Amerika serang Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025. Serangan ini menandai eskalasi baru dalam krisis Timur Tengah dan membawa dunia lebih dekat ke ambang ketidakpastian yang mengkhawatirkan.
Ketegangan Israel dan Iran memuncak
Selama beberapa waktu terakhir, konflik bersenjata antara Israel dan Iran semakin sering terjadi.
Kedua negara saling meluncurkan serangan rudal yang tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengguncang stabilitas kawasan Timur Tengah.
Baca juga: Amerika Serikat vs Iran, Jejak Keterlibatan AS di Perak Teluk I
Dunia internasional mengamati dengan cemas, namun situasi berubah drastis ketika Amerika Serikat secara terbuka menunjukkan keberpihakannya.
Dilansir dari Fox News, puncaknya terjadi saat Presiden AS Donald Trump, dalam pidatonya di Gedung Putih pada 21 Juni 2025 pukul 10.00 waktu setempat.
Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menghancurkan tiga fasilitas nuklir utama milik Iran—Isfahan, Natanz, dan Fordow.
Analisis risiko global: potensi perang dunia ketiga
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, langkah AS menyerang Iran bisa membawa dampak global yang sangat serius.
Dalam wawancaranya bersama Kompas.com (22/6/2025), ia memperingatkan bahwa ini adalah tindakan berbahaya yang dapat memicu Perang Dunia Ketiga.
Baca juga: Penyebab Perang Dunia I dan II, serta Dampaknya
Ada empat hal yang perlu dicermati:
- Respons Iran – Apakah Iran akan memilih menyerah demi perdamaian seperti yang diharapkan Trump, atau justru melakukan serangan balasan ke kapal-kapal induk AS atau langsung ke Israel?
- Sikap negara lain – Jika semakin banyak negara mendukung Iran, skenario perang global bukan lagi mustahil.
- Langkah lanjutan AS – Akankah Amerika terus melakukan serangan lanjutan atau justru menarik diri?
- Posisi Indonesia – Hikmahanto menekankan pentingnya Indonesia untuk konsisten berpihak pada perdamaian dan aktif mendorong de-eskalasi konflik.
Kini, dunia tengah merasa was-was dengan hal apa yang akan terjadi ke depannya.
Makna si vis pacem para bellum dalam konteks modern
Secara harfiah, si vis pacem para bellum berarti "jika menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang." Namun makna si vis pacem para bellum tidak berhenti di permukaan.
Menurut Robby Simamora dalam Hak Menolak Wajib Militer: Catatan atas RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara (2014), adagium ini bukan ajakan untuk mengobarkan perang, melainkan panggilan untuk terus berjuang demi perdamaian.
Artinya, jika kita ingin damai, maka kita harus membangun kekuatan dan kesiapsiagaan, bukan untuk menyerang, tetapi untuk mencegah perang.
Dalam strategi pertahanan, ini disebut efek penangkalan (deterrence): kekuatan yang ditunjukkan agar musuh enggan menyerang.
Baca juga: Akibat Perang Dunia II di Berbagai Bidang
Prinsip si vis pacem para bellum dalam doktrin pertahanan Indonesia
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dalam Doktrin Pertahanan Negara (2014), tercantum bahwa bangsa Indonesia lebih cinta pada kemerdekaan dan kedaulatan.
Oleh karena itu, prinsip si vis pacem para bellum juga menjadi pijakan dalam sistem pertahanan nasional kita.
Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa:
- Perang adalah pilihan terakhir, jika diplomasi gagal.
- Tujuan pertahanan bukan untuk menyerang, melainkan menjaga keutuhan NKRI dan menjamin kepentingan nasional.
- Untuk menjaga perdamaian, Indonesia harus memiliki sistem pertahanan yang kuat dan memiliki efek tangkal yang disegani.
- Sistem pertahanan Indonesia didasarkan pada Sistem Pertahanan Semesta, yang menggabungkan komponen militer dan non-militer dalam satu kesatuan.
Baca juga: Perjanjian Damai Perang Dunia II
Konflik antara Iran, Israel, dan AS membuktikan bahwa perdamaian adalah kondisi yang rapuh jika tidak dibarengi dengan kesiapan.
Makna si vis pacem para bellum di sini menjadi sangat relevan. Bukan dalam arti kita harus terus-menerus menghunus pedang, tetapi bahwa kita harus selalu siap dan waspada.
Dalam dunia yang semakin tidak stabil ini, kekuatan bukanlah untuk menindas, tetapi untuk menjaga.
(Sumber: Kompas.com/Haryanti Puspa Sari, Novianti Setuningsih)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.