KOMPAS.com - Bulan Juli biasanya identik musim kemarau yang panas terik dan langit cerah. Namun, Juli 2025 justru membawa kejutan: hujan masih kerap mengguyur berbagai wilayah di Indonesia.
Tak sedikit yang bertanya-tanya, “Bukankah ini seharusnya sudah masuk musim kemarau?” Ternyata, fenomena ini punya penjelasan ilmiah yang menarik dari BMKG. Yuk, simak ulasannya!
Musim kemarau belum merata di Indonesia
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dalam buku Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia (2025), musim kemarau di Indonesia tahun ini datang bertahap dibandingkan biasanya.
Dalam prediksi musim kemarau 2025, disebutkan bahwa awal kemarau berlangsung dari Maret hingga Agustus, mulai dari bagian tenggara Indonesia dan meluas ke wilayah barat, utara, hingga akhirnya ke timur.
Baca juga: Musim Kemarau 2025 Datang Lebih Lambat, Ini Penjelasan BMKG
Pada Juli 2025, sebanyak 75 Zona Musim (ZOM) baru akan memasuki awal kemarau, termasuk Kalimantan bagian selatan serta Sulawesi bagian utara dan selatan.
Sementara itu, puncak musim kemarau sendiri diprediksi terjadi paling banyak di bulan Agustus, dengan 340 ZOM mengalami curah hujan terendah di bulan tersebut.
Jadi, meskipun secara umum kita memasuki musim kemarau, sebagian wilayah Indonesia ternyata belum sepenuhnya kering. Inilah yang membuat hujan masih sering turun.
Faktor atmosfer dinamis: Kunci Hujan di Tengah Kemarau
Meski seharusnya udara kering mendominasi, nyatanya atmosfer Indonesia masih sangat aktif. BMKG mencatat beberapa faktor yang memicu turunnya hujan meski di musim kemarau:
- Monsun Australia yang lemah: Biasanya monsun ini membawa angin kering ke Indonesia, namun kali ini kelembapan masih cukup tinggi, terutama di bagian selatan tanah air.
- Madden-Julian Oscillation (MJO): Meski sedang berada di fase yang kurang mendukung pembentukan hujan, gangguannya tetap terasa di kawasan timur Indonesia seperti Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.
Baca juga: Mengenal Angin Tetap, Angin Lokal, dan Angin Monsun
- Gelombang atmosfer tropis: Gelombang Rossby, Kelvin, dan gelombang frekuensi rendah masih aktif dan memperkuat pertumbuhan awan hujan di berbagai wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
- Suhu laut yang hangat: Kondisi ini semakin memicu pembentukan awan-awan konvektif pembawa hujan.
Potensi cuaca ekstrem
Pada tanggal 7, 8, dan 9 Juli 2025, BMKG mengeluarkan peringatan dini adanya potensi cuaca ekstrem.
Data pada 2 Juli bahkan mencatat curah hujan ekstrem mencapai 142 mm di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan 103 mm di Papua Barat.
Baca juga: 3 Pola Hujan di Indonesia: Monsunal, Ekuatorial, dan Lokal
Wilayah-wilayah seperti Maluku, Sulawesi Barat, dan Papua Selatan masuk kategori siaga karena berpotensi diguyur hujan lebat. Bahkan, peringatan awas untuk hujan sangat lebat dikeluarkan untuk Papua Pegunungan.
Angin kencang juga mengancam sejumlah wilayah seperti Kepulauan Riau, Banten, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga sebagian besar wilayah Papua.
Waspadai gelombang tinggi di perairan IndonesiaPeningkatan kecepatan angin di atas 25 knot turut memicu gelombang tinggi di Laut Andaman, Laut Cina Selatan, hingga Samudra Hindia barat Sumatera.
Kondisi ini sangat berbahaya terutama bagi aktivitas pelayaran dan nelayan di laut lepas.
Prediksi cuaca sepekan ke depan (4–10 Juli 2025)
- 4–6 Juli: Umumnya berawan hingga hujan ringan, dengan potensi hujan sedang di sebagian besar wilayah, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua.
- 7–10 Juli: Cuaca cerah berawan, namun waspadai hujan intensitas sedang hingga sangat lebat di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
- Potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai petir dan angin kencang tetap tinggi, terutama di Maluku dan Papua Selatan.
Baca juga: Mengenal Cumulonimbus, Awan yang Menyebabkan Cuaca Ekstrem
Imbauan BMKG untuk masyarakat
Menghadapi kondisi cuaca yang masih dinamis dan tak menentu, BMKG mengimbau agar masyarakat:
- Selalu memantau informasi cuaca terbaru melalui kanal resmi BMKG.
- Siaga terhadap potensi banjir, longsor, dan petir, terutama di wilayah rawan.
- Menghindari aktivitas di luar ruangan saat cuaca buruk dan menjauhi pepohonan serta struktur yang rentan saat hujan angin.
- Menjaga kondisi tubuh agar tidak mudah sakit akibat perubahan cuaca.
Sehingga, fenomena hujan yang masih turun deras di bulan Juli 2025 bukanlah hal yang mengkhawatirkan, melainkan hasil dari dinamika atmosfer yang kompleks dan belum stabil.
Dengan memahami penjelasan BMKG, kita bisa lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang terus berkembang. Jangan lupa, tetap waspada dan bijak menyikapi setiap kondisi cuaca!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.