KOMPAS.com - Pernahkah Anda bertanya, “apa itu kebenaran yang sesungguhnya?” di tengah derasnya arus informasi di era digital saat ini.
Kebenaran yang selama ini diyakini pun bisa tampak kabur dan menyisakan pertanyaan: apakah yang kita anggap nyata benar-benar mencerminkan kenyataan?
Jauh sebelum zaman media sosial dan teknologi kecerdasan buatan, filsuf Yunani kuno, Plato telah menawarkan sebuah cara pandang yang mendalam mengenai kebenaran.
Melalui karya-karyanya, Plato menunjukkan bahwa kebenaran tidak selalu terletak pada apa yang terlihat, melainkan ada di balik permukaan kenyataan, yang hanya bisa dicapai melalui perenungan dan pemahaman filosofis.
Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Filsuf? Menyelami Pemikiran Ahli Filsafat
Melansir buku From Socrates to Sartre: The Philosophic Quest (2020) karya T Lavine, dua karya penting Plato yakni, The Republic dan Cratylus menggambarkan konsep kebenaran secara filosofis dan kontekstual.
Konsep kebenaran dalam Alegori Gua (Allegory of the Cave)
Dalam The Republic, Plato menggambarkan pandangannya tentang kebenaran melalui cerita Alegori Gua (Allegory of the Cave).
Perumpamaan ini menjelaskan bagaimana manusia terkadang hidup dalam ketidaktahuan, tanpa menyadari bahwa apa yang mereka lihat hanyalah bayangan dari kenyataan yang sesungguhnya.
Plato menggambarkan manusia sebagai tahanan yang terkurung di dalam gua. Mereka hanya dapat melihat bayangan yang diproyeksikan di dinding gua dan menyangka bahwa bayangan itulah realitas.
Namun ketika salah satu dari mereka berhasil keluar dan terkena cahaya matahari, ia menyadari bahwa bayangan itu hanyalah ilusi, dan kebenaran sejati berada di luar gua atau di dunia nyata.
Melalui alegori ini, Plato menekankan bahwa kebenaran sejati hanya dapat diperoleh melalui pengalaman langsung, perenungan, dan pencarian makna yang mendalam.
Dalam konteks sosial, alegori gua menunjukkan bahwa manusia sering hidup dalam ilusi dan kebodohan, menerima “kebenaran” yang terbentuk dari persepsi terbatas, padahal masih ada lapisan kebenaran lain yang lebih hakiki dan perlu digali lebih jauh.
Baca juga: 12 Cabang-Cabang Filsafat dan Penjelasannya
Kebenaran dalam karya Cratylus: bahasa dan realitas
Plato juga membahas konsep kebenaran dalam karya lainnya yang berjudul Cratylus. Dalam dialog ini, Plato mempertanyakan peran bahasa dalam merepresentasikan kebenaran.
Ia menekankan bahwa pengetahuan sejati tidak bisa hanya disandarkan pada kata-kata, melainkan harus berasal dari pemahaman mendalam terhadap realitas.
Plato menegaskan bahwa bahasa dapat menyesatkan, terutama bila seseorang terlalu bergantung pada simbol-simbol linguistik untuk memahami kenyataan.
Dalam banyak kasus, makna sebuah kata bisa dibentuk dan diarahkan oleh kekuasaan sosial dan politik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, dinamika bahasa dan otoritas sering kali memengaruhi cara sebuah kebenaran dikonstruksikan.
Dengan kata lain, bahasa bisa digunakan sebagai alat oleh pihak yang berkuasa untuk membentuk persepsi publik tentang apa yang dianggap “benar”.
Di sinilah Plato mengajak pembacanya untuk melihat lebih jauh bahwa kebenaran tidak selalu identik dengan narasi yang dominan.
Baca juga: Apa Maksud Pancasila merupakan Filsafat? Ini Penjelasannya...
Kebenaran sejati menurut Plato: melampaui materi
Berdasarkan pemikiran dalam The Republic dan Cratylus, Plato menyimpulkan bahwa kebenaran sejati sering tersembunyi di balik persepsi manusia.
Dunia materi atau kenyataan yang kita alami sehari-hari hanyalah bayangan dari kebenaran yang lebih tinggi, yaitu idea.
Plato menyebut bahwa sumber kebenaran sejati tidak berasal dari hal-hal yang bersifat materi, melainkan dari sesuatu yang abstrak dan tetap, yaitu idea.
Dunia fisik yang kita alami dianggap sebagai refleksi yang tidak sempurna dari realitas yang sesungguhnya.
Dengan demikian, kebenaran tidak dapat dijangkau melalui indra, melainkan melalui akal dan pikiran rasional.
Materi dianggap menipu karena menyembunyikan kebenaran dalam bentuk-bentuk bayangan, sementara idea bersifat murni dan utuh.
Baca juga: Pengertian Filsafat Komunikasi dan Manfaat Mempelajarinya
Melalui pemikiran filosofisnya, Plato mengajak kita untuk tidak berhenti pada apa yang tampak, tetapi berani bertanya, merenung, dan menggali kebenaran yang lebih dalam.
Dalam dunia yang semakin dipenuhi informasi, pemahaman ini menjadi semakin relevan.
Kebenaran bukan hanya soal apa yang diyakini oleh mayoritas, atau yang tampak dalam media sosial, tetapi tentang menemukan realitas di balik ilusi, seperti yang digambarkan Plato dalam alegori gua.
Referensi:
Lidinilah, I. H. (2020). Kesejajaran Idea Plato Dengan Doktrin Islam. JAQFI: Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, Vol. 5, No. 1(1).
Tanoyo, M. (2024). Apakah Kebenaran Selalu Benar? Memahami Filosofi Kebenaran Dalam Ajaran Plato dan Michel Foucault. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 9, No. 8,.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.