KOMPAS.com - Alih-alih merasakan panasnya terik matahari khas musim kemarau di bulan Juli 2025, banyak daerah justru masih dilanda hujan deras, angin kencang, dan cuaca ekstrem lainnya.
Tak hanya membuat aktivitas terganggu, kondisi ini juga menimbulkan pertanyaan besar: kenapa Indonesia dilanda cuaca ekstrem berkepanjangan padahal seharusnya sudah masuk kemarau?
BMKG menjawab pertanyaan tersebut lewat pemaparan ilmiah yang mendalam. Faktor utama penyebab cuaca tak menentu ini adalah anomali musim kemarau yang dipicu oleh dinamika atmosfer yang tidak biasa.
Baca juga: Mengenal Cumulonimbus, Awan yang Menyebabkan Cuaca Ekstrem
Musim kemarau tertunda akibat lemahnya monsun dan suhu laut tinggi
Menurut BMKG, hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30 persen wilayah Zona Musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau.
Padahal secara normal, sekitar 64 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau pada periode yang sama.
Fenomena ini terjadi akibat lemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu muka laut di selatan Indonesia, yang menyebabkan udara menjadi lebih lembap.
Kelembapan tinggi ini memicu terbentuknya awan hujan, bahkan di tengah musim yang seharusnya kering.
Dengan kata lain, walaupun kalender menunjukkan kita berada di puncak musim kemarau, atmosfer Indonesia justru masih mendukung terbentuknya curah hujan di atas normal.
Baca juga: Mengenal Angin Tetap, Angin Lokal, dan Angin Monsun
Peran fenomena atmosfer dalam memperparah cuaca ekstrem
Fenomena atmosfer global juga ikut memperparah situasi. Di antaranya adalah:
- Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), sistem cuaca tropis yang mendorong terbentuknya awan konvektif penyebab hujan deras.
- Gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby Equator, yang memperbesar potensi pembentukan awan hujan di berbagai wilayah Indonesia.
Walaupun ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) saat ini berada dalam kondisi netral, Indonesia tetap mengalami curah hujan yang melampaui normal. Bahkan sejak Mei, tren hujan tinggi terus berlanjut dan diprediksi akan bertahan hingga Oktober 2025.
Dampak cuaca ekstrem di Indonesia
Dampak dari cuaca ekstrem berkepanjangan ini sudah sangat terasa di lapangan. Pada 5 dan 6 Juli 2025, BMKG mencatat sejumlah wilayah mengalami hujan ekstrem lebih dari 100 mm per hari, seperti:
- Bogor
- Mataram
- Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai
- Wilayah Jabodetabek
Akibatnya, terjadi banjir, tanah longsor, pohon tumbang, serta terganggunya aktivitas harian masyarakat.
Bahkan beberapa jalur transportasi sempat lumpuh akibat genangan air dan pohon tumbang yang menutup akses jalan.
Baca juga: Mengapa Listrik Harus Dipadamkan Selama Banjir?
Wilayah dengan potensi cuaca ekstrem dalam waktu dekat
BMKG memetakan bahwa dalam periode 11–14 Juli 2025, sejumlah wilayah masih berpotensi mengalami cuaca ekstrem, mulai dari hujan ringan, sedang, hingga lebat disertai petir dan angin kencang. Beberapa wilayah yang perlu diwaspadai antara lain:
- Jawa Barat dan Jawa Tengah (termasuk Jabodetabek)
- Kalimantan Timur
- Sulawesi Selatan
- Nusa Tenggara Barat
- Maluku bagian tengah
- Papua bagian tengah dan utara
Sementara itu, status peringatan dini cuaca ekstrem ditetapkan oleh BMKG untuk daerah berikut:
- Siaga Hujan Lebat: Aceh, NTB, dan Papua Pegunungan
- Potensi Angin Kencang: Aceh, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, NTT, NTB, dan Papua Selatan
Baca juga: 3 Pola Hujan di Indonesia: Monsunal, Ekuatorial, dan Lokal
Imbauan cuaca ekstrem dari BMKG
Menghadapi kondisi yang tidak menentu ini, imbauan cuaca ekstrem dari BMKG menjadi sangat penting untuk dipatuhi masyarakat. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Waspadai perubahan cuaca harian yang cepat dan drastis, baik dari panas ke hujan maupun sebaliknya.
- Hindari aktivitas luar ruangan saat terjadi hujan petir dan angin kencang, terutama di area terbuka dan dekat pohon atau bangunan tua.
- Tetap gunakan tabir surya dan konsumsi cukup cairan, karena cuaca terik juga dapat terjadi secara mendadak.
- Siaga terhadap bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan longsor yang bisa muncul sewaktu-waktu.
- Pantau perkembangan cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG.
Fenomena Indonesia dilanda cuaca ekstrem berkepanjangan ini menjadi pengingat bahwa peralihan musim di wilayah tropis seperti Indonesia sangat bergantung pada dinamika atmosfer global.
Meski kalender menunjukkan musim kemarau, langit Indonesia belum sepenuhnya "kering".
Kesimpulannya, penting bagi masyarakat untuk lebih waspada, siaga, dan terus memperbarui informasi cuaca agar dapat mengantisipasi dampak dari anomali iklim yang masih terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.