KOMPAS.com - Perdebatan soal bubur ayam: lebih enak diaduk atau tidak diaduk, seolah tak pernah selesai. Pertanyaan ini selalu memicu opini beragam, bahkan bisa memecah suasana sarapan jadi perdebatan kecil.
Tapi pernahkah kamu berpikir, kalau selera bubur ini ternyata bisa dijelaskan secara ilmiah?
Alif, seorang alumnus Matematika ITB, membongkar misteri di balik bubur ini lewat pendekatan fisika, kimia, dan matematika melalui akun instagram pribadinya @akiftowew.
Yuk, kita lihat bagaimana konsep ilmiah bisa menjelaskan pilihan kamu, bubur diaduk atau tidak diaduk!
Baca juga: Jawaban dari Soal Pak Darmo Seorang Pedagang Bubur Ayam
1. Konduksi panas
Pertama, mari kita bahas soal konduktivitas, yaitu kemampuan suatu zat untuk menghantarkan panas.
Dilansir dari Encyclopedia Britannica, konduksi panas mengukur seberapa cepat panas bisa menyebar dalam suatu bahan.
Menurut perhitungan Alif, bubur yang diaduk menghasilkan perpindahan panas sebesar 45 joule, sedangkan bubur tidak diaduk hanya sekitar 19 joule.
Apa artinya?
Bubur yang diaduk punya sebaran suhu yang lebih merata. Jadi, ketika kamu menyuapnya, tidak ada bagian yang terlalu panas atau terlalu dingin—semuanya stabil dan nyaman di mulut.
Baca juga: 3 Macam Perpindahan Kalor: Konduksi, Konveksi, dan Radiasi
2. Kombinasi rasa
Kamu mungkin tak menyadari, tapi tiap sendok bubur punya kemungkinan kombinasi rasa yang sangat kaya. Alif menghitungnya menggunakan rumus kombinasi dalam matematika.
Menurut M. Eko Utomo dalam Permutasi dan Kombinasi (2012), kombinasi adalah penyusunan obyek yang terdiri dari beberapa unsur tanpa mempertimbangkan urutannya. Berbeda dengan permutasi yang mementingkan urutan.
Rumus kombinasi dapat menentukan banyaknya nilai n. n di sini adalah banyaknya rasa yang berpeluang dikecap oleh lidah dari suatu sendokan bubur ayam.
Misalnya dalam satu porsi bubur ada 6 topping:
- Ayam (A)
- Sambal (S)
- Kacang (K)
- Daun Bawang (D)
- Kecap (E)
- Kerupuk (C)
Maka kemungkinan kombinasi rasanya adalah:
2⁶ - 1 = 63 kombinasi rasa unik!
Kalau kamu suka bubur yang diaduk, setiap sendok akan menghasilkan rasa yang konsisten, karena semua topping sudah tercampur.
Sementara pada bubur tidak diaduk, kombinasi rasa bisa berbeda di setiap sendok. Satu suapan bisa dominan kecap dan ayam, berikutnya mungkin hanya bubur dan sambal. Lebih random dan penuh kejutan!
Baca juga: 5 Perbedaan Permutasi dan Kombinasi
3. Entropi rasa
Konsep entropi dalam probabilitas digunakan Alif untuk mengukur keragaman rasa.
Misalnya, dalam bubur tidak diaduk, kamu bisa punya 5 kombinasi suapan dengan peluang yang sama dengan anggapan peluang atau probaliltasnya sama dengan 0,2:
- Bubur + Ayam (probabilitas 0,2)
- Bubur + Sambal + Ayam (0,2)
- Bubur + Kacang + Kecap + Ayam (0,2)
- Bubur + Daun Bawang + Sambal (0,2)
- Bubur + Semua Topping (0,2)
Gunakan rumus esntropi:
Untuk bubur diaduk:
Baca juga: Kumpulan Soal Materi Peluang dan Pembahasannya
Untuk bubur tidak diaduk:
Dengan entropi sebagai ukuran keragaman rasa, bubur tidak diaduk menawarkan pengalaman makan yang lebih variatif, cocok untuk kamu yang suka kejutan dan eksplorasi rasa.
Sebaliknya, bubur diaduk memberi rasa yang stabil dan aman, cocok bagi kamu yang mengutamakan efisiensi dan kenyamanan.
Jadi, mana yang kamu pilih, bubur diaduk atau tidak diaduk? Dari sisi ilmiah:
- Bubur diaduk: Lebih cepat dingin, rasa stabil, suhu merata, cocok untuk pencinta kenyamanan.
- Bubur tidak diaduk: Variatif, penuh kejutan rasa, lebih eksploratif dalam setiap sendoknya.
Mau jadi tim bubur diaduk atau bubur tidak diaduk, ternyata pilihanmu bisa dibenarkan bukan hanya oleh selera, tapi juga oleh konsep fisika, kimia, dan matematika. Selamat sarapan dengan penuh perhitungan!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.