KOMPAS.com - Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata kasar, vulgar, atau ungkapan yang menyakitkan. Banyak orang langsung menyebut semua itu sebagai bahasa tabu.
Padahal, tidak semua kata kasar termasuk kategori tabu. Salah kaprah ini sering terjadi karena disfemisme sering disamakan dengan tabu bahasa, padahal keduanya punya makna, fungsi, dan latar belakang yang berbeda dalam kajian bahasa.
Lalu, apa sebenarnya perbedaan antara tabu bahasa dan disfemisme? Simak penjelasan berikut agar tidak salah memahami dua konsep penting ini.
Baca juga: Contoh Perkenalan Diri dalam Bahasa Inggris saat MPLS 2025
Apa Itu Tabu bahasa?
Secara etimologi, tabu berasal dari kata "tapu" dalam bahasa Tonga yang berarti "tidak diperbolehkan". Istilah ini diperkenalkan oleh Kapten James Cook pada tahun 1777.
Dalam konteks bahasa, tabu merujuk pada larangan atau penghindaran terhadap ucapan atau tindakan tertentu karena alasan sosial, budaya, agama, atau kepercayaan.
Berikut karakteristik utama tabu:
- Larangan atau penghindaran: Sesuatu yang dilarang diucapkan atau dilakukan.
- Kekuatan magis atau suci: Kata atau tindakan tertentu diyakini membawa pengaruh gaib atau berkaitan dengan kesucian.
- Sanksi: Pelanggaran tabu bisa memunculkan sanksi sosial maupun spiritual.
- Ambivalensi: Tabu bisa sekaligus ditakuti dan dihormati.
Baca juga: Bahasa Aglutinatif: Pengertian, Ciri-ciri, Contoh, dan Proses Pembentukan Kata
Dua kategori TabuTabu memiliki dua kategori, yaitu:
- Tabu verbal (bahasa)
Larangan menggunakan kata, ekspresi, atau topik tertentu, misalnya menyebut nama hewan tertentu di hutan, atau sumpah serapah.
- Tabu nonverbal (perilaku)
Larangan melakukan perilaku tertentu yang tidak sesuai norma, misalnya menyentuh benda suci sembarangan.
Faktor psikologis Tabu bahasaTabu bahasa muncul karena faktor budaya dan psikologis, antara lain:
- Ketakutan terhadap hal gaib
- Perasaan tidak nyaman (misalnya memanggil seseorang dengan sebutan menghina).
- Norma kesopanan
- Larangan agama (misalnya memperlakukan kitab suci sembarangan).
Baca juga: Menyelami Konsep Kebenaran Menurut Plato, dari Alegori Gua hingga Bahasa
Pengertian Disfemisme
Disfemisme adalah ekspresi yang digunakan untuk menyampaikan makna negatif, kasar, atau menghina, meskipun makna aslinya netral.
Tujuan disfemisme sering kali untuk menyerang, mengejek, atau meluapkan emosi negatif.
Contoh disfemisme sehari-hari: menyebut seseorang dengan julukan menghina, menyebut tempat kerja lawan politik sebagai “sarang maling”, atau menyebut makanan sederhana dengan sebutan merendahkan.
Latar belakang penggunaan DisfemismeDisfemisme biasanya digunakan untuk:
- Merendahkan atau menghina.
- Menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan.
- Memperkuat kritik
- Mengkritik lawan politik atau pihak lain secara negatif.
- Menunjukkan kemarahan atau kekuasaan.
Baca juga: Mengenal Struktur Suku Kata dalam Bahasa Indonesia
Perbedaan tabu bahasa dan disfemisme
Berikut ini adalah tabel perbedaan tabu bahasa dengan disfemisme:
Pembeda | Tabu Bahasa | Disfemisme |
Pengertian |
Tabu bahasa adalah kata, ungkapan, maupun tindakan yang dilarang secara sosial, budaya, ataupun agama karena dianggap suci, berbahasa, atau tidak pantas. |
Disfemisme adalah penggunaan kata kasar, kata yang menghina, atau menyakitkan. |
Latar Belakang |
Tabu digunakan karena beberapa faktor psikologis meliputi: faktor menakutkan, faktor perasaan tidak mengenakan atau tidak nyaman, faktor tidak santun atau tidak pantas, dan faktor perintah agama. |
Disfemisme sering digunakan sebagai "senjata" verbal untuk menyerang lawan, atau untuk meluapkan kekecewaan, kemarahan, dan emosi negatif lainnya seperti frustasi. |
Tujuan |
Tabu bahasa digunakan untuk menjaga norma dan kesopanan, yang apabila dilanggar dapat berujung pada sanksi sosial. |
Disfemisme bertujuan untuk meluapkan emosi negatif, merendahkan, mengkritik, atau memaki. |
Contoh |
Larangan menyebut nama gajah di hutan yang dikaitkan dengan magi atau gaib dan apabila dilanggar akan mendatangkan hal-hal buruk. |
“Tolol”, “goblok”, |
Tabu bahasa dan disfemisme sama-sama berkaitan dengan penggunaan bahasa, tetapi memiliki makna dan tujuan yang berbeda.
Tabu lebih terkait dengan larangan karena norma, sedangkan disfemisme adalah pilihan untuk mengungkapkan sesuatu secara kasar atau menghina.
Memahami perbedaan keduanya penting agar tidak salah kaprah saat berkomunikasi sehari-hari.
Baca juga: Mengenal Arti Walk Out dalam Bahasa Indonesia
Referensi:
- Ans, A. H. L., Devi, E. K., Masdita, F. I., & Ardiansyah, M. A. (2020). Disfemisme Pada Unggahan Akun Twitter Areajulid. Calls: Journal of Culture, Arts, Literature, and Linguistics, Volume 6 Nomor 2.
- Ismawirna, Erfinawati, Junaidi, & Sari, I. J. (2023). Penggunaan Bahasa Tabu Dalam Tuturan Bahasa Aceh Pada Masyarakat Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Jurnal Dedikasi Pendidikan, Vo. 7, No. 1.