KOMPAS.com – Indonesia sebagai negara kepulauan di jalur Ring of Fire Pasifik memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana geologi, salah satunya tsunami.
Gelombang laut dahsyat ini biasanya terbentuk akibat gempa bumi bawah laut atau letusan gunung berapi.
Dengan kecepatan tinggi dan sifatnya yang destruktif, tsunami mampu menimbulkan kerusakan besar serta korban jiwa.
Untuk meminimalkan dampak buruk, dibutuhkan strategi mitigasi bencana tsunami. Mitigasi sendiri merupakan upaya mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik, peningkatan kapasitas, dan penyadaran masyarakat.
Baca juga: Tsunami: Tanda-tanda dan Prosesnya
Dua jenis mitigasi tsunami
Secara umum, mitigasi tsunami terbagi dua jenis, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Berikut penjelasannya:
Mitigasi strukturalMitigasi bencana struktural merupakan jenis mitigasi yang berkenaan dengan pembangunan dan perbaikan fisik untuk mengurangi dampak bencana.
Upaya ini bisa bersifat alami atau buatan, yaitu:
- Mitigasi struktural alami adalah penanaman hutan mangrove dan pohon pantai adalah salah satu contoh mitigasi alami. Kerapatan pohon dan ketebalan hutan pantai terbukti dapat mengurangi kecepatan dan kekuatan gelombang tsunami.
- Mitigasi struktural buatan yaitu mencakup pembangunan infrastruktur seperti benteng pemecah ombak untuk mencegah abrasi, pembuatan jalur evakuasi, dan pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) dengan jarak yang mudah dijangkau dari pantai (sekitar 500 meter). Contoh lainnya adalah pembangunan jalan layang (elevated road) yang dirancang sebagai struktur perlindungan dari gelombang tsunami.
Baca juga: Tsunami Terbesar di Indonesia
Mitigasi nonstrukturalMitigasi nonstruktural merupakan jenis mitigasi yang lebih menitikberatkan pada perilaku manusia. Pendekatan ini berfokus pada kebijakan dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Hal ini mencakup penerapan kebijakan tata guna lahan yang bijaksana, di mana pendirian bangunan di kawasan rawan bencana tsunami dibatasi dan harus memenuhi standar tertentu.
Selain itu, pengembangan sistem peringatan dini yang terintegrasi dan dipublikasikan melalui berbagai media menjadi sangat vital.
Pelatihan dan simulasi evakuasi secara rutin juga merupakan bagian penting dari mitigasi nonstruktural.
Contohnya seperti program "Anak TK Mitigasi" dan "Bunda Belajar Mitigasi" di wilayah Pantai Pangandaran yang bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di berbagai tingkatan usia.
Baca juga: Menghadapi Bencana Tsunami
Langkah mitigasi yang dapat diterapkan
Mitigasi tsunami dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi, perencanaan yang matang, serta pembangunan infrastruktur yang tangguh.
Beberapa upaya penting yang dapat diterapkan antara lain:
Penerapan sistem peringatan dini tsunamiSistem ini bekerja dengan mendeteksi gelombang tsunami segera setelah terjadi gempa bumi menggunakan sensor seismik bawah laut.
Informasi tersebut kemudian dikirimkan ke pusat peringatan untuk disebarluaskan kepada masyarakat, baik melalui alarm, sirine, maupun pemberitahuan resmi. Peringatan biasanya disertai arahan evakuasi menuju lokasi aman di dataran lebih tinggi.
Baca juga: Bisakah Kita Berselancar di Atas Tsunami?
Pembangunan infrastruktur tahan tsunamiFasilitas seperti tanggul, dinding penghalang (sea wall), pemecah gelombang, serta desain bangunan khusus dirancang untuk menahan dampak gelombang besar.
Pemecah gelombang, misalnya, berfungsi mengurangi kekuatan arus laut sebelum mencapai daratan, sehingga kerusakan di wilayah pesisir dapat ditekan. Infrastruktur ini menjadi pelindung penting bagi permukiman, fasilitas vital, dan keselamatan masyarakat.
Pelatihan dan simulasi evakuasiKegiatan ini sangat diperlukan agar warga terbiasa dengan jalur evakuasi dan mengetahui waktu yang tepat untuk menyelamatkan diri. Latihan yang dilakukan secara berkala membantu meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi pemodelan dan simulasiTeknologi komputer, termasuk Sistem Informasi Geografis (SIG), memungkinkan pembuatan prediksi dan pemetaan dampak tsunami di wilayah pesisir.
Dengan data tersebut, pihak berwenang dapat menyusun strategi mitigasi yang lebih efektif dan terarah.
Secara keseluruhan, mitigasi tsunami perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait.
Walaupun tsunami tidak dapat dicegah, penerapan sistem peringatan dini, pembangunan infrastruktur yang kuat, edukasi masyarakat, serta latihan evakuasi rutin mampu meminimalkan kerugian dan menyelamatkan banyak nyawa.
Baca juga: Tsunami: Arti, Penyebab dan Dampaknya
Peran kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini
Kesiapsiagaan masyarakat dan keberadaan sistem peringatan dini menjadi dua elemen penting dalam mitigasi tsunami.
Sistem peringatan dini dirancang untuk memberi informasi kepada masyarakat mengenai potensi bencana sebelum terjadi.
Mekanismenya bekerja melalui jaringan seismometer dan sensor bawah laut yang mendeteksi gempa atau perubahan tekanan dasar laut.
Data tersebut kemudian dianalisis dengan model tsunami untuk memprediksi tinggi serta kecepatan gelombang.
Hasil analisis disampaikan kepada publik melalui berbagai saluran, mulai dari sirene tsunami, SMS, hingga media massa.
Jika berjalan efektif, sistem ini memberi waktu berharga bagi masyarakat untuk segera melakukan evakuasi ke lokasi lebih tinggi dan aman.
Baca juga: Syarat Terjadinya Tsunami Akibat Gempa Bumi
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sistem peringatan dini yang baik mampu menekan jumlah korban jiwa maupun kerugian material secara signifikan.
Karena itu, edukasi masyarakat tentang tanda-tanda peringatan dini dan bagaimana cara meresponsnya sangatlah penting.
Pemanfaatan teknologi seperti Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) maupun sistem peringatan lokal yang terhubung menjadi contoh nyata upaya ini.
Keberhasilan mitigasi bencana hanya bisa dicapai lewat kerja sama antara pemerintah, lembaga terkait seperti BPBD, serta masyarakat.
Strategi yang terencana dengan baik, ditambah kesiapsiagaan tinggi, akan memperkuat benteng pertahanan menghadapi ancaman tsunami sehingga dampak kerugian dapat ditekan dan kehidupan masyarakat bisa lebih cepat pulih.
Referensi:
- Agussaini, H., Sirojuzilam, Rujiman, & Purwoko, A. (2022). A New Approach of the Tsunami Mitigation Strategies for the City of Banda Aceh, Indonesia. Indonesian Journal of Geography, 54(1), 62–69.
- Nuriyana, Rahman, A., Fadrullah, M. F., Shabrina, N., Ardiyani, Q. T., & Situmorang, M. T. N. (2025). Upaya Mitigasi Bencana Tsunami. Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 5(3), 891–904.
- Setya Lestari, A., Muzani, & Setiawan, C. (2023). Mitigasi Bencana Tsunami Pantai Pangandaran, Jawa Barat. JPIG (Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Geografi), 8(1).
- Utariningsih, W., Novalia, V., & Saifullah, T. (2023). Mitigation and community preparedness in anticipating tsunami disasters in Muara Batu, Aceh. Jamba: Journal of Disaster Risk Studies, 15(1).