KOMPAS.com - Sudah masuk bulan September, tapi kenapa hujan turun hampir setiap hari? Bukan sekadar gerimis, Indonesia kembali diguyur hujan lebat disertai angin kencang, bahkan kilat dan petir.
Padahal menurut kalender iklim, bulan ini seharusnya masih berada dalam periode musim kemarau.
Lalu, apa sebenarnya yang sedang terjadi? Apakah perubahan iklim semakin nyata? Atau ada fenomena atmosfer tertentu yang memicu anomali cuaca ini? Berikut penjelasan lengkap dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).
Baca juga: 9 Fenomena Astronomi September 2025: Dari Hujan Meteor hingga Gerhana
Data curah hujan dan angin kencang sepekan terakhir
Berdasarkan data BMKG pada periode 4–6 September 2025, sejumlah wilayah di Indonesia mencatat curah hujan harian yang cukup tinggi:
- Kalimantan Timur: 83,7 mm/hari
- Kalimantan Barat: 78,8 mm/hari
- Kalimantan Selatan: 74,2 mm/hari
- Kepulauan Riau: 70,8 mm/hari
- Papua Barat Daya: 67,8 mm/hari
- Sulawesi Tenggara: 60,1 mm/hari
- Kalimantan Tengah: 58,7 mm/hari
Selain hujan deras, fenomena angin kencang juga terpantau di sejumlah wilayah, seperti:
- Aceh
- Sumatera Selatan
- Sumatera Barat
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- Kalimantan Timur
- Gorontalo
Akibatnya, sejumlah wilayah melaporkan kerusakan infrastruktur dan gangguan aktivitas warga.
Baca juga: Kapan Hujan di Musim Kemarau Berhenti? Ini Prediksi BMKG
Penyebab cuaca ekstrem: DMI negatif hingga gelombang atmosfer
BMKG menyatakan bahwa kondisi cuaca ekstrem ini tidak terjadi tanpa alasan. Ada beberapa faktor meteorologis penting yang berkontribusi terhadap anomali ini, antara lain:
1. Dipole Mode Index (DMI) NegatifDMI merupakan indikator anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia. Saat ini, DMI tercatat -1,28, yang artinya suhu permukaan laut di sebelah barat Indonesia (Samudra Hindia timur) lebih hangat daripada di barat Afrika.
Kondisi ini meningkatkan aktivitas konvektif (pembentukan awan hujan) di wilayah Indonesia, khususnya bagian barat dan tengah.
Baca juga: Kenali Macam Bentuk Awan, Cara Sederhana Prediksi Cuaca
2. Aktivitas Gelombang AtmosferTiga gelombang atmosfer yang saat ini aktif di wilayah Indonesia antara lain:
- Madden Julian Oscillation (MJO)
- Gelombang Kelvin
- Gelombang Rossby Ekuator
Ketiganya memicu peningkatan konveksi dan pertumbuhan awan hujan, terutama di kawasan:
- Samudra Hindia barat Sumatra
- Selat Karimata
- Laut Jawa
- Sulawesi Utara
- Laut Arafuru
- Papua Selatan
BMKG juga mendeteksi adanya sirkulasi siklonik di dua lokasi:
- Samudra Hindia barat Sumatra
- Selat Makassar
Baca juga: Urutan Lapisan Atmosfer Berdasarkan Temperaturnya
Sirkulasi ini memicu terbentuknya wilayah konvergensi (perlambatan angin) dan konfluensi (pertemuan angin), yang mendukung pertumbuhan awan hujan di sekitarnya.
Jalur konvergensi memanjang dari barat daya Banten hingga barat Bengkulu, serta dari Sulawesi Tengah ke Sulawesi Selatan.
Wilayah-wilayah yang perlu waspada
Menurut prakiraan cuaca BMKG, hujan intensitas sedang hingga lebat diperkirakan masih akan terus mengguyur Indonesia dalam dua periode:
Daerah hujan sedang-lebat:
- Sumatera: Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung
- Jawa: Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Jatim
- Bali, NTB, NTT
- Kalimantan: seluruh wilayah
- Sulawesi: seluruh wilayah
- Maluku dan Papua
Status Siaga (hujan lebat):
- Aceh
- Sumut
- Babel
- Bengkulu
- Lampung
- Jabar
- Jateng
- DIY
- Jatim
- Bali
- Kalbar
- Sulbar
- Maluku Utara
- Papua Barat Daya
- Papua Pegunungan
Angin kencang: Jawa Barat
Baca juga: Apa itu Angin Laut dan Angin Darat? Ini Penjelasan dan Perbedaannya!
Periode 12–15 September 2025Daerah hujan sedang-lebat masih meliputi wilayah yang sama, dengan potensi siaga hujan lebat di:
- Sumut
- Sumbar
- Babel
- Bengkulu
- Kalbar
- Kalteng
- Kaltim
- Sulut
- Papua Tengah
- Papua Pegunungan
- Papua Selatan
Angin kencang: tetap di Jawa Barat
Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Angin Darat
Imbauan dan tindakan pencegahan dari BMKG
BMKG mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti:
- Banjir
- Tanah longsor
- Genangan air
- Angin puting beliung
- Gelombang tinggi di laut
Beberapa langkah penting yang disarankan:
- Rutin membersihkan saluran drainase dan got
- Hindari bepergian saat cuaca ekstrem
- Cek kondisi atap rumah secara berkala
- Update informasi cuaca hanya dari kanal resmi BMKG
- Nelayan dan pelaku pelayaran: cermati peringatan angin kencang dan gelombang tinggi
Baca juga: Indonesia Dilanda Cuaca Ekstrem Berkepanjangan, Ini Penjelasan BMKG!
Fenomena Indonesia kembali diguyur hujan lebat di tengah musim kemarau menjadi tanda bahwa perubahan iklim benar-benar terjadi.
Apa yang dulu bisa diprediksi dengan pola musiman kini berubah secara drastis akibat pengaruh global, termasuk pemanasan suhu laut dan dinamika atmosfer yang semakin aktif.
Kita tak bisa lagi mengandalkan musim seperti dulu. Musim kemarau bisa saja basah, dan musim hujan bisa terasa kering. Yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi dan tetap siaga terhadap setiap perubahan cuaca.
Meski biasanya September merupakan puncak kemarau, Indonesia kembali diguyur hujan lebat karena kombinasi faktor atmosfer global seperti DMI negatif, aktivitas MJO, serta sirkulasi siklonik.
Dampaknya nyata: banjir, tanah longsor, dan angin kencang muncul di berbagai daerah.
Kesiapsiagaan menjadi kunci. Ikuti terus pembaruan informasi cuaca dari BMKG, lakukan langkah preventif di rumah, dan selalu prioritaskan keselamatan di tengah cuaca yang tak menentu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.