KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, langit Bandung menjelang malam mendadak dipenuhi pemandangan menakjubkan sekaligus menegangkan.
Warga dibuat heboh ketika melihat gumpalan awan cumulonimbus raksasa yang menjulang tinggi, berwarna abu-abu gelap, dan disertai kilatan petir di balik cahaya langit oranye setelah waktu magrib.
Banyak yang mengira fenomena ini tanda badai besar atau bahkan letusan gunung berapi.
Namun, menurut penjelasan Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung, Teguh Rahayu, fenomena itu adalah bagian dari proses pembentukan awan cumulonimbus sebagaimana dilansir Kompas.com (23/9/2025).
Awan Cumulonimbus adalah awan badai yang memang kerap menghasilkan petir di dalam awan (intra-cloud lightning). Menariknya, meski fenomena terjadi di Kabupaten Garut, penampakannya bisa terlihat jelas hingga langit Bandung.
Baca juga: Kenali Macam Bentuk Awan, Cara Sederhana Prediksi Cuaca
Apa itu awan cumulonimbus?
Menurut Prima Ayu Kholiviana, dkk dalam studi berjudul Analissis Vertical Wind Sheear pada Pertumbuhan Awan Cumulonimbus di Wilayah Kabupaten Tangerang (2022), awan cumulonimbus termasuk awan vertikal yang terbentuk dari akumulasi uap air lembap di atmosfer.
Awan ini dikenal sebagai yang paling berbahaya karena mampu menimbulkan cuaca ekstrem, mulai dari hujan deras, angin kencang, kilat, guruh, hingga hujan es.
Nama “cumulonimbus” sendiri berasal dari bahasa Latin "cumulus" berarti tumpukan, sedangkan nimbus berarti hujan.
Tak heran bila awan ini sering disebut “Raja Awan” karena ukurannya sangat besar, menjulang dari dasar atmosfer hingga lapisan tertinggi troposfer.
Awan cumulonimbus dapat terbentuk akibat perbedaan suhu, kelembapan tinggi, dan kondisi atmosfer yang tidak stabil.
Baca juga: Awan: Proses Terbentuk, Faktor Yang Mempengaruhi, dan Jenisnya
Ciri-ciri awan cumulonimbus
Agar bisa mengenalinya lebih mudah, berikut ciri-ciri awan cumulonimbus yang paling umum:
- Berbentuk menara tinggi dengan bagian atas melebar seperti kepala jamur.
- Dasarnya relatif rendah, hanya sekitar 100–600 meter dari permukaan tanah.
- Puncaknya menjulang luar biasa tinggi, bahkan ketinggian awan cumulonimbus bisa mencapai 15 km atau lebih.
- Bagian bawah berwarna gelap, menandakan kandungan air hujan, es, hingga butiran es batu.
- Saat matang, warna awan semakin pekat dan berpotensi memicu hujan deras, angin kencang, badai guruh, bahkan tornado kecil.
Fenomena awan cumulonimbus terlihat di Bandung beberapa hari lalu sangat sesuai dengan ciri-ciri ini: dasar gelap, puncak melebar, serta adanya petir dalam awan.
Baca juga: Mengenal Cumulonimbus, Awan yang Menyebabkan Cuaca Ekstrem
Tahapan pembentukan awan cumulonimbus
Menurut Muhammad Janwar dan Muhammad Arf Munandar dalam studi berjudul Identifikasi Karakteristik Awan Cumulonimbus dengan Menggunakan Satelit (2015), proses terbentuknya cumulonimbus berlangsung cepat, hanya sekitar 30 menit.
Uniknya, awan ini bisa bertahan 1–2 jam, bahkan lebih lama, tergantung kondisi atmosfer. Ada tiga tahap utama:
1. Tahap pertumbuhan (cumulus stage)Udara lembap yang hangat naik secara vertikal karena konveksi. Saat mencapai titik jenuh, uap air berubah menjadi awan.
Awan semakin tumbuh tinggi hingga melewati freezing level (lapisan beku). Di sini, terbentuk butiran hujan besar dan es.
Fase ini paling berbahaya karena disertai hujan deras, kilat, dan downdraft (aliran udara turun) yang menimbulkan badai.
3. Tahap musnah (dissipating stage)Energi naik (updraft) melemah. Tanpa suplai udara panas-lembap, awan mulai mengecil dan akhirnya menghilang.
Baca juga: 3 Jenis Awan Rendah dan Penjelasannya
Ketinggian awan cumulonimbus
Menurut Met Office College, awan cumulonimbus termasuk awan yang dapat membentang di seluruh troposfer.
Dasarnya berada di ketinggian 1.100–6.500 kaki (sekitar 300–2.000 meter), sementara puncaknya dapat mencapai 15 km atau lebih.
Fenomena ini menjadikannya satu-satunya awan yang bisa menembus tiga lapisan atmosfer sekaligus.
Jika dilihat dari kejauhan, awan ini tampak seperti menara besar dengan bagian atas yang berbulu (capillatus) atau gundul (calvus).
Baca juga: Apa yang Dimaksud Awan Pileus?
Dampak awan cumulonimbus
Tak bisa dipungkiri, dampak awan cumulonimbus cukup berbahaya bagi kehidupan sehari-hari, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Beberapa di antaranya:
- Hujan deras yang berpotensi menimbulkan banjir.
- Petir dan kilat yang membahayakan keselamatan manusia.
- Angin kencang hingga puting beliung.
- Turbulensi ekstrem bagi penerbangan.
Inilah sebabnya BMKG selalu memberikan peringatan dini bila potensi awan cumulonimbus terdeteksi.
Baca juga: Awan Cirrostratus: Definisi, Jenis, dan Proses Terbentuknya
Potensi kemunculan awan cumulonimbus di Indonesia
Menurut prakiraan BMKG untuk periode 23–29 September 2025, potensi pertumbuhan awan cumulonimbus cukup tinggi di berbagai wilayah Indonesia.
- FRQ (Frequent >75%): Samudra Hindia barat Lampung.
- OCNL (Occasional 50–75%): Aceh, Sumatera, DKI Jakarta, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
- ISOL (Isolated <50%): berbagai wilayah laut dan samudra di Indonesia bagian tengah dan timur.
Dengan sebaran seluas ini, masyarakat di banyak daerah perlu waspada terhadap perubahan cuaca mendadak yang dipicu cumulonimbus.
Sehingga, fenomena awan cumulonimbus terlihat di Bandung menunjukkan betapa megah sekaligus berbahayanya awan ini.
Dengan ciri-ciri awan cumulonimbus yang khas, ketinggian awan cumulonimbus yang menjulang hingga belasan kilometer, serta dampak awan cumulonimbus berupa hujan deras, petir, dan badai, wajar jika ia dijuluki “Raja Awan”.
Jadi, meski pemandangannya indah, selalu waspada saat langit menampakkan cumulonimbus raksasa, baik di Bandung maupun wilayah Indonesia lainnya.
(Sumber: Kompas.com/David Oliver Purba)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.