Netflix Terbukti Mengurangi Pembajakan, Di Indonesia Diblokir

Kompas.com - 28/01/2016, 10:16 WIB
Oik Yusuf,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Sudah bukan rahasia lagi bahwa konten bajakan tersedia luas di internet. Aneka lagu, film terkini, hingga serial-serial TV bisa diperoleh dengan relatif mudah melalui layanan-layanan file sharing seperti torrent.

Tak mengherankan pula bahwa pembajakan secara online telah merajalela selama bertahun-tahun.

Namun, belakangan muncul tren sebaliknya. Di beberapa negara, ditemukan bahwa tingkat pembajakan online mulai mengalami penurunan.

Baca juga: Koperasi Merah Putih di Tuban Ditutup 1 Hari Usai Diresmikan, Perusahaan Mitra Tarik Semua Barang

Di Norwegia, misalnya, hasil riset lembaga Ipsos MMI yang dirangkum KompasTekno dari The Telegraph (27/1/2016) menunjukkan bahwa angka pembajakan film dan program TV mengalami penurunan drastis dalam periode 2008-2012.

Data lebih mutakhir dari Australia memperlihatkan kecenderungan yang sama. IP Awareness Foundation mencatat, pembajakan online di Benua Kangguru menurun 29 persen dalam periode 2014-2015.

Ada apa gerangan? Dua penelitian yang dilakukan di negara dan waktu berbeda itu menunjuk hal yang sama, yakni masuk dan bertumbuhnya layanan streaming konten legal, sebagai penyebab menurunnya angka pembajakan online.

Baca juga: Jejak Terakhir Diplomat Kemlu: Naik ke Rooftop, Pulang Tanpa Tas, Lalu Tewas di Kos

Konsumen rupanya mulai beralih menggunakan on-demand streaming service, seperti Spotify dan Netflix untuk memperoleh konten musik dan video yang diinginkan. Layanan-layanan ini menyediakan koleksi ribuan track musik, film, podcast, atau serial TV yang semuanya dijamin resmi.

Alternatif murah
 
Apa yang menyebabkan sebagian orang rela merogoh kocek untuk membayar streaming legal? Jawabannya tak jauh-jauh dari urusan dompet.

Layanan seperti Netflix dijual dengan harga relatif murah dengan koleksi film, serial TV, dan video lain yang luas. Dengan kata lain, Netflix menawarkan alternatif yang terjangkau bagi mereka yang biasa mengonsumsi konten bajakan.  

Baca juga: Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN

“Cara terbaik untuk memerangi pembajakan bukanlah dengan memberi hukuman, tapi dengan menawarkan opsi-opsi lain yang bagus,” kata Chief Content Officer Ted Sarandos, pada 2013 lalu.

Di Indonesia, misalnya, Netflix yang baru masuk pada bulan ini memberikan tiga macam paket yang dibanderol dengan harga paling mahal Rp 160.000 per bulan.

Alih-alih “dipaksa” mengeluarkan duit untuk setiap judul film yang ingin ditonton, untuk layanan streaming on-demand seperti Netflix, konsumen membayar tarif flat selama sebulan untuk mendapatkan akses tak terbatas ke aneka konten di dalam library Netflix.

Baca juga: Konflik Meletus, Kedubes Desak Warga Thailand Tinggalkan Kamboja, Jet Tempur Melayang

Layanan streaming macam Netflix juga relatif lebih mudah dipakai dan tidak berisiko dibanding metode-metode perolehan konten ilegal, semisal lewat torrent yang membutuhkan pengetahuan teknis dan tak jarang ikut didompleng program berbahaya.

Untuk menyaksikan film lewat Netflix, konsumen cukup duduk manis di depan TV pintar, komputer, atau gadget mobile. Bandwidth yang diperlukan memang besar, tapi relatif tak berbeda dibandingkan file ilegal yang juga harus diunduh melalui internet.

Kenyamanan inilah yang membuat Netflix bisa menarik hati pengguna, bahkan di negara macam Brazil yang menjadi salah satu pusat pembajakan konten di Amerika Latin, di mana aneka DVD ilegal diperjual belikan secara bebas di pinggir jalan.

Baca juga: Aturan Baru Penulisan Nama di KTP, KK, dan Akta Kelahiran, Jangan Sampai Salah

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Continue with Google Continue with Google
atau