Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Torehan Sejarah dalam Segelas Bandrek

Kompas.com - 07/02/2014, 13:15 WIB
Nicky Aulia Widadio

Penulis

KOMPAS.com - Tidak berlebihan rasanya jika mengatakan bahwa bandrek pernah menjadi begitu prestise pada masanya. Pada setiap seruput bandrek yang kita teguk, terkandung begitu banyak nilai sejarah layaknya hikayat merantau yang terdapat pada setiap suap nasi padang yang bisa kita temui diseluruh Indonesia.

Bandrek begitu prestise bukan hanya karena kehangatan yang ditimbulkan oleh minuman asal Tanah Sunda ini, bukan juga karena rasanya yang nikmat di lidah, namun karena apa yang terkandung di dalamnya. Minuman ini terbuat dari berbagai campuran rempah-rempah seperti cengkeh, pala, gula aren, dan lada hitam.

Sejarawan Fadly Rahman mengatakan dulu orang-orang Eropa sering melakukan barter berupa senjata, perhiasan, dengan pala atau rempah-rempah lainnya karena komoditas rempah-rempah saat itu sangat langka di Eropa. "Mereka begitu memburu rempah-rempah dan rela menukarkannya dengan barang-barang berharga milik mereka," kata Fadly.

Sayangnya, popularitas rempah-rempah ternyata tidak bertahan selamanya. “Pada abad 19-20, perlahan-lahan bahkan sampai sekarang pamor rempah-rempah sudah turun karena perhatian terhadapnya telah digantikan oleh komoditas kopi, teh, dan gula. Kita lihat saja sekarang kopi Indonesia lebih terkenal dibandingkan rempah-rempah Indonesia," ujar Fadly yang juga merupakan dosen di Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Padjadjaran.

Seperti rempah-rempah, seiring berjalannya waktu prospek bandrek juga semakin menurun. Kebanggaan masyarakat terhadap bandrek pun berkurang. Hanya orang-orang tertentu saja yang masih mau mencoba.

Penurunan popularitas bandrek tidak menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk berinovasi menjadikan bandrek sebagai minuman yang lebih menarik. Salah satunya adalah bandrek durian, hasil eksperimen Tutang Kusniadi. “Awalnya iseng, setelah dicoba ke saudara, tetangga, bilang enak, ya udah dijual," ujar Tutang.

Pada 9 November 2009, Tutang yang awalnya berjualan es kelapa dan kelapa bakar merambah ke bandrek durian. Tak hanya bandrek, bajigur dan kelapa pun dicampurkan dengan durian. Nama Bajigur Asoy pun dipajang di depan warungnya.
 

M YUSUF ZAIN Menikmati bandrek durian.
Tutang berpendapat, selama rasa dan manfaat dari minuman tersebut masyarakat suka pasti laku. Terlebih kalau masyarakat sadar manfaat dari bandrek tersebut. Menurutnya, meski hanya setitik, nilai tradisi kita sangat bermanfaat sekali. Dari komposisinya saja, fungsi farmasi dari bandrek banyak sekali, di antaranya bisa meredakan masuk angin, mengurangi rasa mual, dan mengurangi sakit tenggorokan.

Tak perlu waktu lama, usaha Tutang menuai hasil. Bandrek durian yang dijual Tutang kemudian langsung terkenal. Orang-orang pun berdatangan karena penasaran dengan minuman olahan Tutang. Ini menjadi bukti bahwa minuman tradisional yang tadinya dilupakan, jika diberi bumbu inovasi, ternyata lebih mampu menarik perhatian masyarakat.

“Konsumen biasanya datang dari penduduk lokal, luar kota, bahkan sempat dari orang luar negeri. Mereka melihat liputan di televisi, penasaran kemudian datang sini. Rata-rata di sini menghabiskan 75-100 porsi," ujar Tutang.

Salah satu pembeli bandrek durian, Hari Harmaen mengatakan bahwa bandrek atau bajigur yang dicampur duren membuat rasanya berbeda. “Seperti namanya asoy, minuman di sini dicampur duren, bajigur atau bandreknya jadi asoy," ujar Hari. (M Yusuf Zain)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com