Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mencekam di Balik Gerbong Maut

Kompas.com - 01/05/2014, 12:30 WIB
KOMPAS.com - Sebuah potongan sejarah kelam bersemayam di Museum Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur. Terletak persis di halaman belakang museum, sebuah gerbong berdiri kokoh.

Dari tampilan luar, gerbong berwarna hitam, abu-abu, dan putih tersebut tampak terawat dengan baik. Catnya masih utuh, pun keseluruhan rangka yang terbuat dari besi. Sekilas, gerbong tersebut tak terkesan usang.

Namun, di balik kegagahan gerbong tersebut, tersimpan kisah pilu di masa perjuangan melawan penjajah. Tak heran, gerbong ini pun dijuluki dengan sebutan "Gerbong Maut".

"Gerbong ini digunakan militer Belanda untuk membawa tawanan, orang-orang Indonesia, dari Penjara Bondowo ke Penjara Bubutan di tahun 1947," cerita Suryo, petugas Museum Brawijaya.

Penjara Bondowoso berada di Kabupaten Bondowoso sementara Penjara Bubutan berada di Surabaya. Ada tiga gerbong yang mengangkut para tawanan. Tawanan ini adalah para pejuang Indonesia yang melawan Belanda saat itu.

Kereta berangkat pada 23 November 1947 di jam sekitar jam lima pagi dari Stasiun Bondowoso dan sampai di Stasiun Wonokromo, Surabaya, sekitar jam delapan malam. Perjalanan yang memakan waktu 16 jam tersebut yang mengantarkan para tawanan kepada maut. Sebuah kisah mencekam dan memilukan.

Bayangkan saja bagaimana rasanya berada di dalam mobil tertutup tanpa pendingin udara di siang hari bolong. Tentu tak sekedar gerah, namun juga menyesakan. Kondisi di dalam gerbong maut tersebut berkali-kali lipat mengenaskan.

Keseluruhan gerbong terbuat dari baja yang rapat. Tanpa ada ventilasi apapun. Ketika pintu ditutup dan dikunci, alhasil tak ada udara yang masuk, pun tak ada udara keluar. Apalagi perjalanan yang ditempuh sebagian besar dilakukan di siang hari. Hasilnya, adalah ibarat sebuah oven.

"Bahkan saking panas dan pengap, kulit-kulit orang di dalamnya saling menempel dan terkelupas. Sepanjang perjalanan mereka berteriak minta air, minta makan, minta udara, tapi tidak diberikan oleh orang Belanda," kisah Suryo.

Dari tiga gerbong, gerbong maut yang berada di Museum Brawijaya merupakan gerbong yang paling banyak memakan nyawa. Hal ini karena dua gerbong lainnya terdapat lubang kecil. Para tawanan bergantian menghirup udara melalui lubang kecil tersebut.

"Sedangkan gerbong maut yang di sini, benar-benar rapat, tidak ada lubang. Total ada 100 orang, 46 orang mati, 11 orang sakit payah, 31 sakit, dan yang sehat hanya 12 orang," kata Suryo.

Gerbong yang dipamerkan di Museum Brawijaya merupakan gerbong paling baru dibanding gerbong maut lainnya. Tawanan paling banyak ditempatkan di gerbong berseri GR 10152 karena kondisinya yang lebih panjang. Seluruh tawanan di gerbong ini meninggal.

Seperti dituturkan Suryo, salah satu tawanan yang selamat adalah Singgih. Singgih menceritakan ketika para tawanan berteriak minta air, makan, dan udara, pihak militer Belanda malah mengharapkan para tawanan tewas saja daripada sampai dalam keadaan hidup.

Di Museum Brawijaya, hanya ada satu dari tiga gerbong yang mengangkut para tawanan tersebut. Museumterletak di Jalan Ijen Nomor 25, Kota Malang. Terdiri dari dua ruangan, pengunjung bisa melihat sejarah tentara TNI mulai dari paska kemerdekaan.

Ruangan pertama menampilkan sejarah perjuangan Indonesia di era paska kemerdekaan 1945-1949. Ruangan satu lagi ruangan di era tahun 1950 sampai 1976, lebih menampilkan perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Kenapa Kamar Mandi Hotel Ada di Dekat Pintu Masuk? Ini Jawaban Ahlinya
Kenapa Kamar Mandi Hotel Ada di Dekat Pintu Masuk? Ini Jawaban Ahlinya
Hotel Story
Transjakarta Blok M-Ancol: Daftar Halte, Tarif, dan Waktu Tempuh
Transjakarta Blok M-Ancol: Daftar Halte, Tarif, dan Waktu Tempuh
Travelpedia
Industri Pariwisata Sedang Tak Baik-baik Saja, Pengusaha Beberkan Fakta Lapangan
Industri Pariwisata Sedang Tak Baik-baik Saja, Pengusaha Beberkan Fakta Lapangan
Travel News
Cara Naik Kereta Api dari Jakarta ke Bandung Hanya Rp 16.000
Cara Naik Kereta Api dari Jakarta ke Bandung Hanya Rp 16.000
Travel Ideas
Kesan Warga Jajal Transjakarta Blok M–Ancol, Nyaman Sampai Ketiduran
Kesan Warga Jajal Transjakarta Blok M–Ancol, Nyaman Sampai Ketiduran
Travelpedia
Daftar 17 Penerbangan Batik Air dan Citilink yang Pindah ke Soetta, Sudah Tahu?
Daftar 17 Penerbangan Batik Air dan Citilink yang Pindah ke Soetta, Sudah Tahu?
Travel News
11 Turis China Menyamar Jadi Polisi Wuhan, Rumah di Jaksel Jadi Markasnya
11 Turis China Menyamar Jadi Polisi Wuhan, Rumah di Jaksel Jadi Markasnya
Travel News
Menjajal Rute Baru Transjakarta Blok M–Ancol, 45 Menit Sampai Tanpa Transit
Menjajal Rute Baru Transjakarta Blok M–Ancol, 45 Menit Sampai Tanpa Transit
Travelpedia
Gempa Rusia, Bandara Sendai Jepang Tutup Sementara Imbas Peringatan Tsunami
Gempa Rusia, Bandara Sendai Jepang Tutup Sementara Imbas Peringatan Tsunami
Travel News
Transjakarta Blok M-Ancol, Sampai Jam Berapa?
Transjakarta Blok M-Ancol, Sampai Jam Berapa?
Travel News
Luna Maya dan Maxime Bouttier Resepsi di Hotel Four Seasons Jakarta, Ini Kisaran Bujetnya
Luna Maya dan Maxime Bouttier Resepsi di Hotel Four Seasons Jakarta, Ini Kisaran Bujetnya
Travel News
Gempa Rusia, KBRI Tokyo Imbau WNI di Jepang Waspada
Gempa Rusia, KBRI Tokyo Imbau WNI di Jepang Waspada
Travel News
Daftar 14 Penerbangan Batik Air yang Pindah dari Halim ke Soetta
Daftar 14 Penerbangan Batik Air yang Pindah dari Halim ke Soetta
Travelpedia
Cara Berkunjung ke Pameran Chronospira, Instalasi Seni Film Sore
Cara Berkunjung ke Pameran Chronospira, Instalasi Seni Film Sore
Travelpedia
Tsunami Ancam Jepang, Maskapai Taiwan Batalkan Penerbangan
Tsunami Ancam Jepang, Maskapai Taiwan Batalkan Penerbangan
Travel News
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau