Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bubur Jamu Coro, Kuliner Legendaris dan Menyehatkan dari Demak

Kompas.com - 27/08/2017, 20:06 WIB
Ari Widodo

Penulis

DEMAK, KOMPAS.com - Di zaman serba instan ini, anak-anak dan orang dewasa rata-rata menyukai kuliner dengan varian baru. Bahkan menyantap junk food dan beberapa jenis makanan asal luar negeri tak jarang menjadi gengsi tersendiri.

Namun, lain halnya bila Anda mengunjungi Kota Demak di Jawa Tengah. Bisa dipastikan setiap pagi antara pukul 05.30 hingga 08.00 atau sore pukul 15.00 sampai 17.00 WIB, akan banyak anak-anak dan orang dewasa yang sengaja berdiri di depan rumah mereka. Menunggu para penjual bubur jamu coro khas Demak yang rata rata mengendarai sepeda butut.

Seperti yang dijumpai Kompas.com di sepanjang jalan Desa Karangsari, Wonowoso, Rejosari, Wonoagung hingga Tambakbulusan yang masuk wilayah Kecamatan Karangtengah Demak. Para penggemar setia jamu coro akan langsung bergegas menghampiri jika terlihat ibu-ibu tua bersepeda ontel butut dengan jun atau gentong kecil (wadah air yang terbuat dari tanah liat) nangkring di boncengan.

BACA: Gurihnya Bakso Kerbau Beranak di Kota Demak

 

Dengan sepeda bututnya itu, para penjual jamu coro yang mayoritas warga Desa Rejosari menjajakan kuliner jadul tersebut ke desa tetangga, perumahan dan ke Kota Demak.

Menurut Suwidi (48) yang merupakan tokoh masyarakat di Desa Rejosari, para penjual bubur jamu coro hampir dipastikan adalah perempuan berusia paruh baya. Di tempatnya, para penjual dan pembuat bubur jamu coro rata-rata sudah berusia 40 tahun ke atas.

"Paling sekitar 25-an orang yang masih bertahan membuat bubur jamu coro. Kaum mudanya gengsi untuk nguri-uri. Padahal konsumennya banyak," kata Suwidi kepada KompasTravel, Sabtu ( 26/8/2017 ).

Suyati (42) , penjual jamu coro saat melayani pembeli di ruas jalan Desa Karangsari,  Kecamatan Karangtengah,  Demak,  Sabtu (26/8/2017)KOMPAS.com (ARI WIDODO) Suyati (42) , penjual jamu coro saat melayani pembeli di ruas jalan Desa Karangsari, Kecamatan Karangtengah, Demak, Sabtu (26/8/2017)

 

Sementara itu, Suyati (42) penjual jamu coro yang biasa menjajakan dagangannya di sepanjang jalan Desa Karangsari mengaku pendapatannya tak seberapa.

"Untunge sekedik Mas, wong regine namung sewu utawi rongewu sak bungkus. Kangge modal mawon pun telas kathah. Tapi kula tetep sadean wong niki pun dados dalane kula (untungnya sedikit mas, karena harganya cuma Rp 1.000 atau Rp 2.000 satu porsinya. Buat modal saja audah habis banyak. Tapi saya tetap berjualan, karena ini sudah jadi jalan hidup saya)," kata Suyati pasrah.

Memang bahan dasar pembuatan jamu coro termasuk kategori komoditas yang lumayan mahal. Sebut saja merica dan jahe yang harganya tinggi bagi kocek para penjual jamu coro. Belum lagi ditambah bahan bahan pendukung lain.

BACA: Nasi Kropokhan, Kuliner Raja Demak yang Terlupakan

 

Mbah Sudiyah (75) pembuat jamu bubur coro yang juga berjualan di pasar Wonokerto, Kecamatan Karangtengah, Demak, mengatakan bahwa ada cara khusus untuk mengolah bahan bahan jamu coro yang terdiri dari santan kelapa, gula merah, garam halus, kayu manis , cengkeh, jahe, lengkuas dan daun pandan.

Santan direbus di atas api sedang bersama daun pandan, diaduk hingga mendidih. Kemudian masukkan semua bahan lainnya kedalam rebusan santan hingga tercium aroma harum.

"Sadeyan niki pun awit nderek Mae. Kula nglanjutke mawon. Eman - eman resepe nek ical, boten sembarang tiyang saged damel bubur jamu coro ( jualan bubur jamu coro sejak masih ikut ibu. Saya melanjutkan saja. Sayang kalau resep warisan ini hilang, tidak semua orang bisa membuat bubur jamu coro)," tekad Mbah Sudiyah.

Mbah Sudiyah (75),  penjual bubur jamu coro  yang biasa menggelar dagangannya di Pasar Wonokerto,  Kecamatan Karangtengah.KOMPAS.com (ARI WIDODO) Mbah Sudiyah (75), penjual bubur jamu coro yang biasa menggelar dagangannya di Pasar Wonokerto, Kecamatan Karangtengah.

 

Mbah Sudiyah menuturkan rutinitasnya setiap hari bangun pukul 01.00 WIB dini hari untuk sholat tahajud, kemudian pukul 02.00 WIB baru membuat bubur jamu coro sampai pukul 04.30 WIB.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

Travel Update
8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

Jalan Jalan
Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Travel Update
5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

Jalan Jalan
6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

Hotel Story
5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

Travel Tips
3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

Travel Update
Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Jalan Jalan
The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

Travel Update
Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Jalan Jalan
Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Travel Update
Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Travel Update
Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Travel Update
Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta Akan Buka Kembali Juni 2024

Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta Akan Buka Kembali Juni 2024

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com