Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen
Bergabung sejak: 8 Jul 2017

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Enzo dan Ujian Patriotisme Kita

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Reka Ulang Serangan Umum 1 Maret 1949 - Anggota Komunitas Jogjakarta 1945 beserta komunitas pegiat sejarah dari berbagai daerah melakukan reka ulang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di halaman Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Minggu (1/3/15). Acara tersebut untuk mengenang jasa pahlawan yang terlibat dalam peristiwa tersebut serta untuk menggugah semangat patriotisme masyarakat.
Editor: Laksono Hari Wiwoho

KEPALA Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika telah memutuskan Enzo Zenz Allie tetap di Akademi Militer setelah melakukan self assessment dan self report melalui pengambilan data eksplisit terhadap Enzo dan 364 siswa taruna akademi militer lainnya.

Kita layak mengapresiasi TNI AD, yang memiliki kearifan melakukan kajian secara ilmiah sebagai dasar pertimbangan bagi Enzo untuk tetap menjadi taruna Akmil.

Enzo layak dipertahan karena hasil self assessment Enzo meraih nilai 84 persen atau 5,9 dari maksimal 7 untuk Indeks Moderasi Bernegara.

Enzo Allie sebagai calon perwira TNI, "tidak boleh cacat ideologi atau mengimani ideologi yang berbeda dengan Pancasila", sebagaimana disikapi Wawan Hari Purwanto selaku juru bicara Badan Intelijen negara (BIN).

Ujian nyata bagi Enzo selanjutnya adalah membuktikan secara nyata, baik sebagai taruna dan prajurit TNI patriot merah-putih yang akan turut mengawal tegaknya empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada hakikatnya kisah Enzo adalah ujian patriotisme bagi kita semua. Yang membedakan, Enzo sudah melewati beberapa tahap ujian.

Semoga Enzo mampu melewati tahapan ujian selanjutnya hingga tahapan akhir yang terbaik dengan tercapai niat menjadi prajurit dan perwira TNI yang saleh dan mampu memberi pengaruh baik bahwa Indonesia milik semua golongan untuk mampu bekerja sama secara harmoni.

Ujian patriotisme

Setidaknya ada tiga parameter ujian patriotisme bagi kita sebagai anak bangsa, yaitu parameter hubungan emosional, formal, dan fungsional terkait hubungan warga negara dengan negaranya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai patriotisme adalah sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran Tanah Airnya, semangat cinta Tanah Air, dan nasionalisme. Sikap seperti ini amat diperlukan dalam pembangunan.

Jadi esensi makna patriotisme adalah tentang cinta, kesetiaan, dan pembuktian pengorbanan (bela negara) yang dilandasi keikhlasan dan komitmen terbaik seorang warga negara terhadap bangsa dan negaranya.

Parameter pertama, hubungan emosional kita dengan negara hakikatnya adalah menyatunya emosi kita sebagai manusia dengan tanah dan air (negara) yang kita diami dengan dilatari rasa cinta.

Rasa cinta akan mewujudkan keprihatinan atas kondisi dan beragam masalah yang dihadapi bangsa dan berkehendak menjadi bagian dari solusi atas masalah yang dihadapi.

Selain rasa kebanggaan akan anugerah Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara yang indah dan kaya akan keanekaragaman hayati dan keanekaragam budaya, yang belum mampu digali secara optimal bagi kemakmuran seluruh rakyat.

Selanjutnya, rasa tersebut akan menumbuhkan rasa dan keinginan untuk merawat. Keinginan menjaga dan berbuat yang terbaik bagi tegaknya NKRI.

Parameter kedua, hubungan formal kita dengan negara secara lahiriah tumbuh karena adanya kesepakatan bersama pendiri bangsa untuk mendirikan negara bernama Indonesia.

Negara ini diniatkan untuk memudahkan rakyat dalam mencapai kemakmuran dan keadilan secara bersama-sama. Negara dengan kewenangan hukumnya mampu melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Keinginan bersama ini yang kemudian oleh pendiri bangsa dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai konstitusi, termasuk di dalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara.

Konstitusi Indonesia mewujud dalam UUD 1945 yang merupakan dokumen hukum tertinggi yang mendasari pembentukan peraturan hukum di bawahnya.

Berbagai keputusan hukum dibuat untuk mengikat seluruh warga negara sebagai penjabaran atas hal-hal yang termuat dalam konstitusi.

Semua kebijakan ini tercantum dalam suatu peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh semua warga negara demi hadirnya ketertiban dan terwujudnya keadilan.

Parameter ketiga, hubungan fungsional. Warga negara yang baik tentu saja tidak hanya memiliki hubungan emosional dan formal yang baik.

Belum lengkap rasanya jika hubungan fungsional tidak terwujud, yaitu wujud karya nyata bukti kecintaan kita terhadap bangsa dan negara. Tentu sesuai peran dan profesinya masing-masing dan sesuai tantangan zaman yang dihadapi.

Setiap kurun waktu memiliki tantangan atas makna patriotisme dan bela negara sesuai dengan konteks zamannya masing-masing. Pada awal kemerdekaan patriotisme kita fokus berjuang mati-matian melawan penjajah dan merebut kemerdekaan yang dapat kita rasakan saat ini.

Tentu tantangan patriotisme dan bela negara saat ini di era milenial akan berbeda. Era Industri 4.0 dan disrupsi saat ini menuntut kita berubah dan berani melakukan inovasi agar tidak tertinggal atau bahkan punah, termasuk dalam merawat eksistensi dan keutuhan NKRI tercinta.

Signifikansi faktornya tergantung pada kualitas dan kuantitas bela negara warga negaranya, yang tentu tidak hanya menjiwai dan mencintai juga memiliki kemampuan awal bela negara yang baik.

Kemampuan awal bela negara diartikan sebagai potensi dan kesiapan untuk melakukan aksi bela negara sesuai dengan profesi dan kemampuannya masing-masing.

Idealnya semua warga negara yang memiliki kemampuan bela negara diharapkan mau berperan dalam bela negara di lingkungannya masing-masing. Minimal di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Warga negara yang memiliki kesadaran tinggi berbela negara sangat diperlukan agar aksi bela negara dapat terwujud secara sistematis, terstruktur, terstandarisasi dan masif sesuai yang dimanatkan oleh Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela negara yang merupakan tanggung jawab kita semua.

Kesadaran tinggi berbela negara demikian penting, mengingat hakikat perang yang dihadapi saat ini bersifat asimetris.

Perang seperti ini merupakan pertikaian yang tidak mengutamakan penggunaan senjata fisik, tetapi perang ide-ide dan narasi untuk menjatuhkan lawan menggunakan strategi modern dan media digital.

Termasuk strategi proxy war, perang yang menggunakan tangan orang lain untuk memukul, termasuk dengan senjata disinformasi (hoaks) dalam bentuk berita bohong, fitnah, dan ujaran kebencian.

Ini sangat potensial merusak sendi-sendi keutuhan bangsa Indonesia terlebih saat momentum kontestasi politik pemilu nasional dan daerah yang penuh dengan kegaduhan dan provokasi.

Warga negara yang memiliki kualitas tinggi dalam bela negara diharapkan mampu menjadi penengah, oase yang menyejukkan dan promotor silaturahmi di tengah polarisasi masyarakat akibat kontestasi politik yang tajam.

Mereka diharapkan dapat menebar virus persaudaraan, virus nalar positif dalam berpolitik dan bijak dalam berpolitik. Ini perlu untuk mewujudkan kebajikan publik dengan cara demokratis dan konstitusional.

Enzo Allie sesungguhnya bukan satu-satunya taruna di Akmil yang memiliki darah luar Indonesia atau punya keterkaitan dan simpati dengan organisasi tertentu yang dinyatakan berseberangan dengan pemerintah.

Fakta historis lainnya, sesungguhnya ada taruna Akmil keturunan Jerman, seperti Leonardus Benyamin Moerdani. Ada juga keturunan Perancis, seperti Pierre Tandean. Keduanya adalah contoh patriot sejati merah putih.

Bahkan ada yang sebelum bergabung menjadi taruna pernah gabung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Permesta yang berseberangan dengan pemerintah saat itu, seperti Sintong Panjaitan dan Rudy Manoppo.

Setelah masuk Akmil dan bertugas sebagai prajurit TNI, mereka telah membuktikan menjadi patriot sejati merah-putih hingga purna tugas dari dinas kemiliteran.

Kontruksi ke depan, kita semua harus menginsyafi bahwa NKRI adalah milik bersama. Seluruh anak bangsa Indonesia dengan keragaman latar belakang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) adalah patriot bangsa yang beriman dan bertakwa serta berjiwa merah-putih yang kokoh di dada.

Mengutip peribahasa negara Turki, "Segala sesuatu di bumi ini ada takaran atau parameternya, dan takaran cinta ialah pengorbanan diri."

Semoga kita semua adalah patriot bangsa, insan yang beriman dan bertakwa yang siap berkorban bagi tegak dan jayanya NKRI tercinta. Dirgahayu RI.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi