Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 10 Okt 2017

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Menjamin Pasokan Listrik untuk Jakarta, Bagaimana Caranya?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi listrik
Editor: Laksono Hari Wiwoho

Oleh: Tubagus Aryandi Gunawan

JAKARTA yang hampir berusia lima abad telah menjelma menjadi simbol dan etalase kemajuan peradaban manusia Indonesia ke hadapan dunia internasional.

Terlepas dari rencana pemerintah yang akan memindahkan Ibu Kota, sudah sepatutnya Jakarta yang tetap akan menjadi pusat industri jasa dan keuangan dikelola dengan standar internasional menuju kota berdaya saing tinggi.

Memasuki usia Republik yang ke-74, Ibu Kota Negara belum juga memiliki sistem jaminan pasokan listrik. Setidaknya telah lima kali kota berpenduduk terpadat di Asia Tenggara ini terdampak pemadaman listrik, yaitu pada 1991, 1997, 2002, 2005, dan terakhir pertengahan 2019.

Listrik Jakarta tidak pernah boleh padam lagi, tidak ada alasan bagi kita untuk membiarkan jantung negara kalah sebelum berperang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denyut kehidupan megapolitan telah dan akan semakin bergantung pada ketersediaan listrik. Terlebih, saat ini jenis transportasi publik di Jakarta diarahkan pada kendaraan berbasis listrik.

Sistem transportasi publik yang langsung bersentuhan dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat Jakarta, seperti kereta rel listrik (KRL), moda raya terpadu (MRT), lintas rel terpadu (LRT) dan bus listrik, menyandarkan diri pada pasokan listrik.

Listrik yang sejatinya adalah bentuk dari energi telah semakin meneguhkan posisinya sebagai pilar penting kehidupan selain pangan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pasokan listrik untuk Jakarta di sepanjang 2017 tidaklah main-main. Kebutuhan listrik untuk kota yang tidak lebih besar dari Singapura ini setara dengan 20 persen total kebutuhan listrik di Pulau Jawa.

Setengah dari kebutuhan listrik Jakarta ternyata harus dipasok dari luar wilayah Jakarta. Jakarta bersama Jawa Barat dan Yogyakarta menjadi provinsi di Pulau Jawa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan listriknya sendiri.

Menariknya, Yogyakarta menggantungkan seluruh pasokan listrik mereka dari luar wilayah Yogyakarta. Lain lagi dengan Jawa Barat yang harus memenuhi seperempat kebutuhan listrik mereka dari luar wilayahnya.

Seluruh kekurangan pasokan listrik di tiga provinsi ini sebetulnya diperoleh dari tiga provinsi lain di Pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang kelebihan produksi listrik.

Jika Jawa dibelah dua, yaitu bagian barat meliputi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat, dan timur meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka sangat terlihat ketimpangan total konsumsi listrik di pulau ini.

Total konsumsi listrik di bagian barat mencapai 64 persen dan bagian timur hanya 36 persen. Adapun total produksi listrik di bagian barat dan timur cenderung sama.

Hal ini mengungkap adanya ketergantungan yang sangat tinggi dari Jawa bagian barat terhadap pasokan listrik dari Jawa bagian timur.

Ketergantungan besar ini hanya dijamin oleh dua jalur saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) 500 kV yang membentang di utara dan selatan Jawa, sehingga pasokan listrik Jawa bagian barat dan timur tersambung.

Untuk meningkatkan jaminan pasokan listrik di Jakarta, pemerintah dapat melakukan dua hal penting.

Pertama, menambah jumlah pembangkit listrik di Jawa bagian barat sangatlah mendesak untuk mengurangi risiko kegagalan pasokan listrik dari Jawa bagian timur.

Kedua, perlu pembangunan sistem cadangan listrik untuk Jakarta yang dapat dialirkan saat Jakarta kehilangan pasokan listrik dari Jawa bagian timur.

Sejalan dengan salah satu misi Perusahaan Listrik Negara (PLN), yaitu "menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham", pembangunan cadangan listrik di kota besar seperti Jakarta akan meningkatkan kepuasan pelanggan karena pasokan listriknya lebih terjamin.

Dalam pemilihan teknologi penyimpanan listrik skala besar, pemerintah perlu mempertimbangkan kapasitas listrik yang dapat disimpan, waktu pelepasan listrik dari cadangan, biaya investasi, sampai risiko teknologi itu sendiri.

Sampai dengan saat ini, teknologi penyimpanan listrik yang paling banyak digunakan negara-negara maju untuk pasokan besar listrik adalah pumped hydro atau secara harfiah berarti air terpompa.

Untuk memudahkan pemahaman, teknologi ini juga dapat disebut sebagai pembangkit listrik tenaga air pompa (PLTA pompa).

PLTA pompa diwujudkan dalam bentuk dua waduk di dua ketinggian permukaan tertentu, yang satu terisi air penuh dan yang satu lagi dibiarkan kosong.

Berbeda dengan waduk PLTA biasa yang sengaja dibangun untuk tujuan membangkitkan tenaga listrik terus-menerus, waduk PLTA pompa ini sengaja dibuat sebagai cadangan dan produksi listrik untuk kurun waktu tertentu.

Air dari waduk di permukaan rendah sengaja dipompa ke waduk di permukaan tinggi hingga penuh, lalu dibiarkan sampai ada kebutuhan listrik.

Sewaktu-waktu ada kebutuhan listrik, air dari waduk di permukaan tinggi dapat dialirkan kembali ke waduk di permukaan rendah untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan listrik.

Saat ada kelebihan pasokan listrik, air yang sama dari waduk di permukaan rendah kembali dipompa ke waduk di permukaan tinggi.

Demikian seterusnya sehingga PLTA pompa tidak mengganggu ketersediaan sumber daya air di sekitarnya.

Untuk meningkatkan jaminan pasokan listrik, PLTA pompa telah banyak dibangun di Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, India, China, hingga Jepang.

Saat ini Indonesia tengah merampungkan PLTA pompa pertama dan terbesar di Cisokan, Jawa Barat. Pada siang hari, air dipompa ke waduk di permukaan tinggi, dan pada malam hari air akan dialirkan kembali untuk menghasilkan listrik saat beban puncak.

Di masa depan, perlu lebih banyak lagi PLTA pompa berbagai kapasitas dan lokasi di Jawa bagian barat untuk mendukung jaminan pasokan listrik di Jakarta.

PLTA pompa dapat menyimpan energi sampai berbulan-bulan dan dapat menghasilkan listrik dalam jumlah besar untuk setengah hari sampai beberapa minggu bergantung dengan kapasitas waduk.

Ke depan, sumber listrik untuk dicadangkan di PLTA pompa dapat diarahkan pada sumber-sumber energi terbarukan, seperti angin, matahari, biomasa sampai panas bumi, sesuai dengan potensi energi terbarukan di lokasi PLTA pompa tersebut.

Gangguan pasokan listrik yang berasal dari kerusakan pembangkit maupun transmisi listrik akan selamanya membayangi Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

Oleh sebab itu, orientasi pasokan listrik di Indonesia perlu bertransformasi dari sekadar menyediakan dan menyalurkan pasokan listrik menjadi "menjamin pasokan listrik", salah satunya dengan cara memperbanyak cadangan-cadangan listrik baru.

Tubagus Aryandi Gunawan, Ph.D (cand.)
Peneliti energi terbarukan di proyek hidrogen Uni Eropa. Lulusan Universitas Indonesia dan Technische Universität Berlin, kini menempuh pendidikan di National University of Ireland Galway.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi