Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Manokwari, Penjelasan Polisi hingga Permintaan Maaf Para Tokoh

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/TOMI
Kondisi gedung Majelis Rakyat Papua yang terbakar pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019). Suasana Manokwari mulai kondusif pascaaksi kerusuhan akibat kemarahan atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
|
Editor: Sari Hardiyanto

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi demonstrasi besar-besaran sempat terjadi di Manokwari, Sorong, dan Jayapura pada Senin (19/8/2019).

Demonstrasi ini lalu berubah menjadi kerusuhan, tepatnya di Manokwari. Beberapa fasilitas umum dan gedung rusak akibat amuk massa.

Mereka melakukan protes dengan membakar ban bekas dan memblokade jalan dengan ranting pohon di sejumlah ruas jalan.

Aksi ini dipicu oleh insiden dugaan perusakan bendera Merah putih di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Media sosial ramai dipenuhi oleh unggahan warganet mengenai informasi adanya mahasiswa Papua yang merusak dan membuang bendera Merah Putih ke selokan. Informasi ini beredar di media sosial dan grup-grup WhatsApp.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah satu perwakilan massa, Muhammad, mengatakan di grup perpesanan beredar video oknum mahasiswa Papua diduga mematahkan tiang bendera. Ia menuturkan, melihat video tersebut di grup Aliansi Pecinta NKRI.

Muncul Kesalahpahaman

Namun Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Dorlinc Iyowau memastikan, penghuni Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, tidak melakukan hal itu.

Ia mengatakan, mulai pagi hingga siang, bendera masih terpasang. Menurutnya, kesalahpahaman tersebut berawal pada siang hari saat beberapa mahasiswa Papua termasuk dirinya keluar untuk membeli makanan.

Baca juga: Selasa Sore, Situasi Manokwari dan Jayapura Semakin Kondusif

Tetapi saat kembali, tiang beserta bendera sudah tidak ada di asrama.

"Setelah kembali, memang benderanya tidak ada. Tapi opini yang digiring di luar sana itu, kami (dituduh) merusak bendera dan sejenisnya. Sementara kami sendiri tidak tahu," ujar dia.

Lihat Foto
KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN
Sejumlah polisi menggunakan perisai mendobrak dan menjebol pintu pagar Asrama Papua Surabaya di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019).
Pengepungan Asrama Mahasiswa

Keramaian di media sosial kemudian membuat massa berkumpul di depan Asrama Mahasiswa Papua.

Menurut Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho, pengepungan asrama mahasiswa Papua oleh ormas saat itu dilatarbelakangi adanya penistaan simbol negara yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Papua.

Saat itu, kelompok ormas melakukan aksi di depan asrama sejak pukul 16.00-21.00 WIB. Polisi saat itu membubarkan massa dan mengimbau mereka untuk membuat laporan bila benar terdapat dugaan adanya perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih.

Massa langsung datang ke kantor polisi dan membuat laporan. Keesokan harinya paada Sabtu (17/8/2019) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa.

Harapannya, laporan tersebut bisa dijawab dan diklarifikasi oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) sebagai pihak terlapor.

Namun, upaya tersebut belum mendapatkan tanggapan. Hal ini kemudian membuat kepolisian meminta bantuan kepada pihak RT- RW, lurah, camat, hingga perkumpulan warga Papua di Surabaya untuk mengimbau mahasiswa keluar dari asrama dan melakukan dialog.

Baca juga: Setelah Rusuh di Manokwari, Wapres Berharap Semua Pihak Cooling Down

43 Mahasiswa Diamankan

Sandi mengatakan, upaya dialog yang dilakukan polisi tidak terjadi. Polisi pun mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan paenindakan dan mengeluarkan surat perintah.

Lalu, polisi melakukan penindakan dengan mengangkut paksa 43 mahasiswa Papua ke Polrestabes Surabaya. Hal ini dinilai sebagai upaya terakhir yang dilakukan lantaran cara sebelumnya tidak membuahkan hasil.

Menurut Sandi sebenarnya hanya ada 15 mahasiswa saja yang akan dimintai keterangan. Namun ada sekitar 30 mahasiswa tambahan yang datang ke asrama pada keesokan harinya.

Ia pun lalu memisahkan 15 mahasiswa yang dinilai berkompeten untuk memberikan keterangan kepada polisi.

Dipulangkan

Pemeriksaan itu berlangsung hingga pukul 23.00 WIB. Mereka lalu dipulangkan keesokan harinya, yakni pada Minggu (18/8/2019) dini hari pukul 00.00.

"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lain," ucap Sandi.

Lihat Foto
ANTARA FOTO/GUSTI TANATI
Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Demonstrasi di Manokwari

Peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua ternyata berbuntut panjang. Setelah itu, ada insiden rasisme terhadap mahasiswa asal Papua yang memicu terjadinya demonstrasi pada Senin (19/8/2019).

Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang dilakukan oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Oknum Aparat terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Semarang.

Kapolda Papua Barat Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan, pihaknya tidak melarang warga Manokwari untuk menyuarakan aspirasinya, terutama terkait peristiwa yang menimpa sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya.

Namun aksi massa berubah ricuh. Hal ini membuat sejumlah ruas jalan juga diblokade, antara lain Jalan Yos Sudarso, Jalan Trikora Wosi, dan Jalan Manunggal Amban, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari.

Selain itu, kerusuhan ini mengakibatkan terbakarnya sejumlah bangunan, rumah, warga, dan gedung DPRD Papua Barat.

Baca juga: Pasca Kerusuhan di Manokwari, Mahasiswa Papua Diimbau Tak Main Hakim Sendiri

Penjelasan Polri

Berdasarkan keterangan polisi, aksi demonstrasi dipicu oleh konten negatif di media sosial terkait penangkapan di Surabaya.

Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, ada pihak yang sengaja menginginkan terjadinya kerusuhan di Papua.

Tito mengatakan, mereka sengaja menyebar hoaks foto mahasiswa yang tewas akibat kejadian di Jawa Timur. Ia mengungkapkan, aksi kerusuhan yang terjadi di Manokwari berawal dari peristiwa di Malang dan Surabaya.

Hal ini lalu menyulut emosi masyarakat di Papua Barat. Padahal, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, informasi tersebut tidak jelas kebenarannya.

Konten yang tersebar dapat membangun opini bahwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.

Lihat Foto
KOMPAS.com/A FAIZAL
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
Permintaan Maaf Para Tokoh

Gubernur Jawa Timur, Khofifah indar Parawansa menyampaikan permintaan maaf kepada warga Papua. Permintaan maaf dilakukan melalui saluran telepon kepada Gubernur Papua.

"Kami telepon Gubernur Papua, mohon maaf. Sama sekali itu bukan suara Jatim. Harus bedakan letupan bersifat personal dengan apa yang menjadi komiten Jatim," kata Khofifah dalam jumpa pers bersama Kapolri Jenderal TNI Tito Karnavian sebagaimana ditayangkan di Kompas TV.

Hal senada juga dilakukan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Ia memohon maaf atas insiden yang terjadi di Surabaya.

Permintaan maaf juga datang dari Wali Kota Malang, Sutiaji.

Dilansir dari Kompas TV, Sutiaji menyampaikan permohonan maaf kepada Gubernur Papua terkait insiden kecil yang terjadi di Kota Malang.

Baca juga: Ketua Adat Papua: Risma dan Khofifah Layak Disebut Mama Papua

Ia melanjutkan, pihaknya tidak pernah membuat kebijakan yang berkaitan dengan pemulangan mahasiswa dan kebijakan lain terkait hal ini.

"Kalau mungkin ada kemarin insiden kecil ya, atau dimaknai besar, itu kalau antara masyarakat atas nama Pemerintah Kota Malang, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, bahwa kemarin itu, kan, di luar sepengetahuan kami juga," ujar Sutiaji.

Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani juga menyampaikan aspirasi para pendemo. Ia meminta, agar Gubernur Jawa Timur memfasilitasi tuntutan para pendemo.

Lakotani menyebutkan, para pendemo menuntut adanya permintaan maaf terhadap perlakukan mahasiswa Papua dari sejumlah oknum di Jawa Timur.

Permintaan maaf ini pun lalu disampaikan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe saat dialog dengan masarakat di depan Kantor Gubernur Papua di Jayapura.

Meski begitu, Lukas juga menolak sikap warga Surabaya terhadap warganya di sana. Menurut Lukas, masyarakat Papua merupakan orang yang punya harga diri dan martabat, sehingga tidak pantas mendapatkan kata-kata hinaan.

(Sumber: Kompas.com/Farid Assifa, Budy Setiawan, Ghinan Salman, Amriza Nursatria, Achmad Faizal, Amir Sodikin, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Andi Hartatik)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi