Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Sriwijaya Kerajaan Fiktif, Ini Profil Ridwan Saidi

Baca di App
Lihat Foto
Andri Donnal Putera
Budayawan Betawi Ridwan Saidi saat ditemui di kediamannya, Bintaro, Jakarta Selatan, Jumat (12/2/2016) siang.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika


KOMPAS.com - Ridwan Saidi seorang budayawan asal Betawi, membuat pernyataan yang menyebut Kerajaan Sriwijaya fiktif kini banyak menuai protes dan telah viral di media sosial.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (27/8/2019), Ridwan menyatakan hal tersebut di akun Youtube Macan Ideal. Secara tegas, Ridwan menyebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan fiktif.

Namun, tahukah anda siapa Ridwan Saidi?

Kompas.com berhasil mengumpulkan informasi dari buku yang berjudul Biografi Politikus dan Budayawan Ridwan Saidi, buku tersebut ditulis sendiri oleh Ridwan Saidi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Ridwan Saidi?

Ridwan Saidi lahir pada tanggal 2 Juli 1942 di Gg Arab No.20, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ridwan adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Abdurrahim dan Muhaya, ketiga kakaknya adalah perempuan semua.

Baca juga: Ridwan Saidi Klaim Sudah 30 Tahun Cari Jejak Kerajaan Sriwijaya

Ia menikahi Yahma Wisnani, seorang wanita kelahiran Minang, Sumatera Barat pada tahun 1977. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak, antara lain Syarifah Jihan Marina, Syarif Razvi, Rifat Najmi, Ferhat Afkar, dan Shahin Maulana.

Ridwan memperoleh gelar sarjana dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 1976. Semasa kuliah ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan berhasil menjadi Ketua Umum PBHMI 1974-1976.

Pada tahun 1977, Ridwan menjadi caleg PPP untuk pemilu pada tahun tersebut. Ia pun terpilih sebagai anggota DPR dari PPP.

Ketika Ridwan sudah tidak aktif lagi dalam dunia perpolitikan nasional selepas menjabat anggota DPR pada tahun 1987. Ia memfokuskan diri mengamati masalah-masalah kebudayaan Betawi.

Namun, Ridwan seperti yang ia katakan "saya tidak pernah masuk ke dalam organisasi etnik Betawi, karena tidak memiliki kejelasan apa yang mereka perjuangkan".

Dalam struktur pemerintahan DKI Jakarta khususnya Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Ridwan tidak memiliki hasrat untuk berkecimpung di dalamnya.

Kontroversi Ridwan Saidi

Budayawan asal Betawi tersebut menilai anggota DPR belum memahami dengan benar apa yang dimaksud kewenangan hak angket DPR.

Dilansir pemberitaan Kompas.com (27/6/2017), pengguliran hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu tidak tepat.

"Angket itu penyelidikan terhadap kebijakan lembaga negara. DPR itu enggak paham dengan baik angket itu apa," ujar Ridwan saat menghadiri diskusi bersama pakar hukum pidana di Gandaria, Jakarta, Selasa (27/6/2017).

Ridwan juga memahami bahwa anggota DPR sebenarnya memiliki niat untuk memperbaiki kinerja KPK.

Tetapi, substansi yang ingin ditanyakan anggota DPR melalui hak angket tidak tepat.

Baca juga: Akan Dilaporkan ke Polisi soal Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Ini Kata Ridwan Saidi

Karena permintaan untuk membuka barang bukti rekaman penyelidikan dikhawatirkan dapat mengganggu proses hukum yang tengah ditangani KPK.

"Yang harus dipersoalkan itu, belum ada proses hukum, tapi orang sudah dihabisi di depan publik. Tapi jangan mengudal-udal soal rekaman, tidak bisa," kata Ridwan.

Ridwan meminta agar DPR dan KPK sebaiknya bersikap selayaknya seorang negarawan. KPK diminta mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Selain itu, Ridwan juga pernah mengajukan uji materi UU Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (3/8/2011).

Ia mengatakan, pasal yang akan diajukan untuk uji materi adalah mengenai pembubaran partai politik.

Menurutnya, sasarannya adalah pembubaran Partai Demokrat. Pengajuan uji materi UU Parpol tersebut akan dilakukannya bersama dengan rekannya yang juga mantan aktor, Pong Harjatmo.

Ridwan mengatakan, bagian yang harus direvisi dalam UU Partai Politik disebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembubaran partai itu adalah pemerintah.

Menurutnya, rakyat juga dapat dilibatkan dalam pembubaran partai politik tersebut.

Ridwan juga mengatakan bahwa pada saat itu pemerintah dikuasai oleh Demokrat. Dan hanya dengan melalui uji materi lah yang dapat digunakan untuk membubarkan Demokrat.

Ia mengungkapkan alasannya ingin membubarkan Demokrat karena eksistensi partai tersebut dinilai telah mengganggu stabilitas di masyarakat.

Pasalnya, menurut dia, saat itu banyak kasus yang menerpa kader-kader partai Demokrat dan semakin meresahkan masyarakat.

(Sumber: Kompas.com/Abba Gabrillin, Inggried)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi