Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Cerita KKN di Desa Penari, Membedah Rasa Takut Vs Penasaran dalam Kisah Horor

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Hantu,
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Media sosial tengah ramai membahas tentang kisah horor kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Penari yang di-posting di akun @SimpleMan baru-baru ini.

Adapun kisah itu mengulas 6 mahasiswa yang tengah melangsungkan kegiatan KKN selama 6 minggu untuk menyelesaikan salah satu mata kuliah.

Tidak lama kemudian, twit itu berkali-kali dibagikan oleh pengguna Twitter lainnya, bahkan warganet pun membagikan kisah itu di Facebook dan Instagram.

Kisah-kisah horor selalu memiliki panggung dan mendapat banyak respons yang tidak sedikit dari warganet.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah satunya vlog #JURNALRISA yang menampilkan kunjungan dirinya mengulas tempat-tempat yang dianggap seram dan berhantu.

Tidak kurang dari 3 hari, video tersebut sudah mampu menancap di trending YouTube.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Koentjoro mengungkapkan bahwa tingginya respons masyarakat terhadap kisah-kisah horor diakibatkan karena adanya rasa percaya terhadap hal gaib.

"Jin itu menurut agama itu ada. Tetapi, apakah yang ada dalam vlog atau kisah horor ini beneran bisa disebut jin?" ujar Koentjoro saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/8/2019).

Ia pun memberikan permisalan, yakni adanya sepeda Nabi Adam di Jeddah, Arab Saudi.

Beberapa orang ada yang percaya bahwa sepeda itu benar ada dan dipakai Nabi Adam pada masanya.

Di sisi lain, ada yang beranggapan bahwa menurut logika, zaman Nabi Adam belum ada teknologi atau penemuan sepeda.

"Nah, karena sudah percaya, akhirnya masyarakat secara langsung sudah ada dua golongan, dari kelompok percaya dan kelompok tidak percaya," ujar Koentjoro.

Baca juga: Jurnal Risa hingga KKN Desa Penari, Bukti Kita Suka Ditakut-takuti?

Kehadiran panggung horor di dunia maya

Selain itu, adanya platform media sosial memberikan efek echo chamber (pengulangan hal dalam sistem tertutup) yang membuat kisah horor semakin populer bagi masyarakat.

"Akibatnya, apabila ada echo chamber berarti ada saling penguatan antara kelompok yang percaya, akhirnya yang tidak terjadi menjadi terjadi (ada)," ujar dia.

Jadi, menurut Koentjoro kisah-kisah horor yang viral di media sosial merupakan permainan fiksi atau permainan menipu dari Bayes Kognitif (dua penafsiran berbeda).

Kemudian, kehadiran vlog dan kisah horor di media sosial mudah diterima masyarakat Indonesia, sebab mereka menyukai rasa penasaran, meski ada juga rasa takut dalam diri.

Misalnya, masyarakat yang tergabung dalam kelompok "percaya" akan hal gaib membuat rasa penasaran itu muncul.

Meski adanya rasa ingin tahu atau rasa penasaran dan mencoba mencari tahu dengan menonton vlog horor atau membaca kisah horor, hal itu dianggap wajar dalam ilmu psikologi.

"Barangkali ada displacement atau pengalihan obyek, dengan sesuatu yang tidak biasa. Sementara yang di vlog kan suatu yang biasa," ujar Koentjoro.

"Vlog menjadi sesuatu yang biasa, apakah itu permainan kamera atau lampu, yang menimbulkan rasa ingin tahu penonton," lanjut dia.

Dengan demikian, Koentjoro menjelaskan bahwa masyarakat dalam memandang kisah horor dalam versi tulisan atau video menimbulkan rasa ingin tahu.

Walaupun mereka tergolong dalam kategori percaya dan tidak percaya.

Baca juga: Viral Cerita KKN di Desa Penari, Kenapa Kita Suka Cerita Horor?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi